Selasa, 28 Februari 2017

Contoh Penelitian Tindakan Kelas

Contoh Penelitian Tindakan Kelas


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

A. JUDUL :PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS DRAMA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XI IPA 1 SMA PGRI SLAWI 

B. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, sastra merupakan salah satu materi pengajaran yang harus disampaikan. Pengajaran sastra termasuk dalam pengajaran yang sudah tua dan sampai sekarang tetap bertahan dalam pengajaran dan juga tercantum dalam kurikulum sekolah. Bertahannya pengajaran sastra di sekolah dikarenakan pengajaran sastra mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai aspek tujuan pendidikan, seperti aspek pendidikan susila, sosial, sikap, penilaian, dan keagamaan (Rusyana 1982:26). Rusyana juga mengungkapkan bahwa tujuan pengajaran sastra adalah agar siswa memperoleh pengalaman sastra dan pengetahuan sastra.
Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pengajaran sastra, pengetahuan sastra yang diajarkan pada siswa hendaknya berangkat dari suatu penghayatan atas suatu karya sastra yang konkrit. Hal ini berarti bahwa pengetahuan ini merupakan pelengkap pengalaman sastra sehingga siswa betul-betul memperoleh akar yang kuat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka nilai pengajaran sastra memiliki dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak, yaitu (a) pengajaran sastra hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam, dan (b) pengajaran sastra hendaknya mampu memberikan bantuan dalam usaha menngembangkan kualitas kepribadian siswa, misalnya ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.
Dalam pembelajaran sastra khususnya drama, siswa diharapkan dapat menulis teks drama. Selain itu, dengan menulis teks drama pengalaman batin siswa akan bertambah, wawasan siswa semakin luas sehingga terbentuk sikap posistif dalam diri siswa untuk menghadapi norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Dalam pembelajaran menulis drama, sering ditemukan beberapa permasalahan di antaranya siswa kurang bermiinat dan kurang serius dalam mengikuti pelajaran, banyak siswa yang mengeluh jika kegiatan pembelajaran sampai pada menulis. Mereka merasa kesulitan dalam menuangkan idea tau gagasan ke dalam sebuah tulisan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka guru harus memilih strategi pembelajaran yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang tepat menurut peneliti adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Pembeajaran dengan pendekatan kontekstual tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan menulis teks drama siswa dan merubah perilaku siswa kea rah positif.
Dengan penggunaan pendekatan kontekstual tersebut diharapkan siswa data lebih aktif dan berminat dalam pembelajaran sastra khususnya menulis teks drama. Untuk itulah peneliti mengadakan penelitian tentang keterampilan menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual pada siswa kelas XI IPA I SMA PGRI Slawi. 

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, faktor-faktor penghambat yang teridentifikasi dalam pembelajaran menulis teks drama yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari siswa. Banyak siswa yang beranggapan pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah pelajaran yang membosankan dan menjenuhkan sehingga siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran. Selain itu juga siswa menganggap pelajaran sastra khususnya menulis teks drama sulit diikuti dan membosankan. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap materi, sulitnya siswa dalam menuangkan ide dan gagasan, dan kurangnya keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran.
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari guru. Kurangnya keterampilan menulis drama dapat disebabkan karena strategi belajar dan mengajar yang digunakan guru kurang optimal. Dalam pembelajaran menulis teks drama, guru masih menggunakan teknik ceramah yang menyebabkan siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis teks drama adalah dengan pendekatan kontekstual yang akan merangsang kemampuan siswa agar terampil dalam menulis teks drama.

3. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam tesis ini dipusatkan pada upaya peningkatan keterampilan menulis teks drama dengan pendekatan konteskstual komponen konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inkuiri), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modeling), refleksi (Reflection) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).

4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis teks drama siswa kelas XI IPA I SMA PGRI Slawi setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual?
2) Bagaimana perubahan perilaku siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI Slawi setelah mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual?

5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Meningkatkan keterampilan menulis teks drama siswa kelas XI IPA I SMA PGRI Slawi setelah mengikuti pembelajaran dengan pendekatan kontekstual?
2) mendeskripsikan perubahan perilaku siswa kelas XI IPA 1 SMA PGRI Slawi setelah mengikuti pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual?

6. Manfaat Penelitian
Dalam penyusunan Tesis ini, peneliti berharap hasil penelitian ini akan mempunyai manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1)Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis penelitian ini adalah memberikan masukan pengetahuan tentang pengembangan teori pembelajaran menulis teks drama dengan pendekatan kontekstual. Selain itu dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tolak ukur kajian pada penelitian yang lebih lanjut.
2)Manfaat praktis.
Manfaat praktis penelitian ini bagi guru, siswa, peneliti:
a. Manfaat bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternative pemilihan teknik pembelajaran menulis teks drama.
b. Manfaat bagi siswa
Siswa lebih mudah dan cepat menemukan idea atau gagasan keterampilan menulis teks drama dan meningkatkan keterampilan menulis teks drama siswa.
c. Manfaat bagi peneliti
Manfaat bagi peneliti adalah dapat memperkaya wawasan mengenai penggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran.

C. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS
1. Kajian Pustaka
Banyak penelitian yang menyangkut keterampilan menulis siswa SMA, di antaranya hasil penelitian Thomas Bagyo. Bagyo (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama dengan Teknik Modeling pada Siswa Kelas IV D SD PL Bernardus Semarang, menunjukkan terdapat peningkatan keterampilan menulis teks drama setelah pembelajaran kontekstual komponen pemodelan diterapkan. 
Hasil penelitian Astuti (2004) yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa kelas II Ps 4 SMK N 8 Semarang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan peningkatan keterampilan menulis karangan narasi siswa kelas II Ps 4 SMK N 8 Semarang setelah menggunakan pendekatan kontekstual komponen pemodelan.
Utami (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama Jawa dengan Media Kaset pada Siswa SMP Negeri 3 Bawang Banjarnegara mengkaji peran media kaset dalam peningkatan keterampilan menulis teks drama Jawa dan perubahan tingkah laku siswa. Penelitian relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan Komariyah (2006). Peneliltian tersebut berjudul Peningkatan Keterampilan Menuis Teks Drama dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa Kelas XI IPA 2 MA AL-ASROR Patemon. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pendekatan kontekstual komponen pemodelan dapat meningkatkan keterampilan menulis teks drama. 
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dapat diterapkan pada pembelajaran keterampilan menulis dengan menggunakan komponen yang terdapat dalam pendekatan kontekstual.

2. Landasan Teoretis
Konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah hakikat menulis, hakikat menulis teks drama, dan hakikat pendekatan kontekstual. Deskripsi lengkap tentang hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

a.Hakikat Menulis
Menulis mempunyai posisi tersendiri dalam kaitannya dengan upaya membantu siswa mengembangkan kegiatan berpikir dan pendalaman bahan ajar. Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang paling kompleks. Menulis menuntut pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seoranng penulis, menuntut gagasan-gagasan secara logis, diekspresikan secara jelas, dan ditata secara menarik (Tarigan, 1996:8).
Menulis menuntut sejumlah pengetahuan dan kemampuan sekaligus. Pengetahuan pertama menyangkut isi karangan, yang kedua menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan teknik penulisan yang dapat dipelajari secara teoretis. 
Menulis mempunyai tujuan tertentu. Berdasarkan penyelidikan tehadap guru, menurut Raimes (1987) kegiatan menulis bertujuan (1) memberikan penguatan (reinforcement), (2) memberikan pelatihan (training), (3) membimbing siswa melakukan peniruan atau imitasi (imitation), (4) melatih siswa berkomunikasi (communication), (5) membuat siswa lebih lancar dalam berbahasa (fluency), dan (6) menjadikan siswa lebih giat belajar (Learning).
Dengan memperhatikan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang banyak menuntut kemampuan bidang kebahasaan dan pengetahuan di luar kebahasaan yang menjadi isi tulisan, yang merupakan idea tau gagasan secara sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembacanya.

b. Hakikat Pembelajaran Menulis Teks Drama
Berdasarkan etimologi drama berasal dari kata “dramoi” (bahasa Yunani) yang berarti menirukan, action dalam bahasa Inggris. Dalam penngertian umum, kemudian istilah drama diartikan perbuatan atau gerak dalam fungsinya untuk menyatakan perbuatan manusia.
Unsur terpenting drama adalah teks drama. Teks drama menurut Usul Wiyanto (dalam Didik komaidi, 2007:230) adalah karangan yang berisi cerita atau lakon. Teks drama memuat nama-nama tokoh dalam cerita, dialog yang diucapkan tokoh dalam cerita, dan keadaan panggung yang diperlukan. Sedangkan unsur dasar teks drama menurut Nursantara (2004: 136-137) adalah tema, plot, dialog, karakter, bahasa, ide, pesan, dan setting.
Luxemburg (1984) mengatakan bahwa teks drama merupakan teks yang berupa dialog-dialog dan isinya membentanngkan sebuah alur. Teks drama dapat diberi sebuah batasan sebagai salah satu karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.
Teks drama ditulis dengan dasar untuk dipentaskan bukan untuk dibaca. Sayuti (2001: 79-81) menyampaikan langkah-langkah menulis teks drama yaitu (1) preparasi atau persiapan yaitu tahap pengumpulan informasi dan data yag dibutuhkan, (2) inkubasi atau pengendapan, saat mengolah ‘bahan mentah’ diperkaya melalui inkubasi pengetahuan dan pengalaman yang relevan, (3) Iluminasi yaitu penulisan karya (penciptaan) dapat diselesaikan, (4) verifikasi atau tinjauan secara kritis. Pada tahap ini, seorang penulis melakukan evaluasi karya ciptaanya, self evaluation. 
Pembelajaran menulis teks drama dalam penelitian ini adalah untuk melatih keterampilan siswa dalam menulis teks drama dengan baik dan benar, serta sesuai dengan kaidah penulisan drama. Pembelajaran menulis teks drama tidak akan maksimal tanpa terlebih dahulu dilakukan latihan. Latihan menulis teks drama dilakukan secara bertahap agar siswa mampu menulis teks drama dengan benar.
Waluyo (2003:159) menyatakan bahwa latihan menulis yang berkaitan dengan drama dapat berupa menulis drama (sederhana), menulis synopsis drama, dan menulis resensi (teks drama maupun pementasan drama). Tugas menulis itu dapat dilakukan secara individu maupun secara kelompok. Hasilnya dapat dilaporkan kepada guru secara tertulis, dapat juga dibaca di depan kelas.

c. Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inkuiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdiknas 2002:5).
Nurhadi dan Senduk (2003:5) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, siswa dilatih untuk dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam suatu situasi, misalnya dalam bentuk simulasi, dan masalah yang memang ada dalam dunia nyata.
Nurhadi (2004:106) menyampaikan bahwa penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut: (1) kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, (2) laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik, (3) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, (4) ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok), (5) hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran, (6) lakukan refleksi di akhir pertemuan, (7) lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara. Lebih lanjut Nurhadi (2004:107) menyampaikan ciri kelas yang menggunakan pendekatan kontekstual yakni: (1) pengalaman nyata, (2) kerjasama, (3) saling menunjang, (4) gembira, (5) belajar bergairah, (6) pembelajaran terintegrasi, (7) menggunakan berbagai sumber, (8) siswa aktif dan kritis, (9) menyenangkan, tidak membosankan, (10) sharing dengan teman, (11) guru kreatif. 

D. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK). Ebbut dalam Kasihani Kasbolah (2001:9) mendefinisikan penelitian tindakan merupakan studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari tindakan tersebut.
Ebbut melihat proses pelaksanaan penelitian tindakan ini sebagai suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan. Dalam penelitian tindakan ini menggunakan dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari empat tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) analisis dan refleksi.

2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah keterampilan menulis teks drama siswa SMA PGRI Slawi Kelas XI IPA 1. Kelas XI IPA 1 tersebut terdiri dari 46 siswa, yaitu 15 laki-laki dan 31 perempuan. Peneliti mengambil subjek tersebut dengan alasan berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA PGRI Slawi yang mengajar kelas XI IPA 1, saat ini kondisi kemampuan menulis teks drama siswa kelas tersebut rendah.

3. Variabel Penelitian
Ada dua variabel yang diteliti yaitu: 1) keterampilan menulis teks drama dengan indikator menulis teks drama dengan menggunakan bahasa yang sesuai untuk: mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog, menghidupkan konflik, memunculkan penampilan (performance), 2) variabel penggunaan pendekatan kontekstual.

E. DAFTAR PUSTAKA

Astuti. 2004. Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Siswa kelas II Ps 4 SMK N 8 Semarang. Skripsi: Unnes.

Bagyo, Thomas. 2004. Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama dengan Teknik Modeling pada Siswa Kelas IV D SD Bernardus Semarang. Skripsi: Unnes.

Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Depdiknas.

Kasihani, Kasbolah E.S. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang.

Komaidi, Didik. 2007. Aku Bisa Menulis. Yogyakarta: Sabda Media.

Komariyah. 2006. Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan pada Kelas XI IPA 2 MA AL-ASROR Patemon. Skripsi: Unnes.

Luxemburg, Jan Van, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.

Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004. Jakarta: Gramedia.

Nursantara, Yayat. 2004. Kesenian SMA Seni Rupa, Musik, Tari, dan Drama untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: Gunung Larang.

Sayuti, Suminto A. 2003. Sastra Model Posmo dan Pengajarannya. Semarang: Yudhistira.

Utami, Titi. 2005. Peningkatan Keterampilan Menulis Teks Drama Jawa dengan Media Kaset pada Siswa SMP Negeri 3 Bawang Banjar Negara. Skripsi: Unnes.

CONTOH PROPOSAL PTK MENULIS PUISI

CONTOH PROPOSAL PTK MENULIS PUISI


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

A. Judul Penelitian :

Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan menggunakan model pembelajaran Contekstual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 1 Banjarsari

B. Latar Belakang
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Komunikasi yang dimaksud dalam hal ini adalah sesuatu proses penyampaian maksud atau isi hati pembicara kepada orang lain (lawan bicara) dengan menggunakan saluran tertentu. Maksud komunikasi dapat berupa pengungkapan pikiran, gagasan, ide, pendapat, persetujuan, keinginan, atau penyampaian informasi tentang suatui peristiwa.


Salah satu bahan pengajaran bahasa yang terdapat dalam kurikulum adalah pengajaran sastra, yang saat ini masih dikelompokkan ke dalam bahan mengajar bahasa dan sastra Indonesia. Strategi pengajaran sastra yang hendak digunakan seyogyanya didasarkan pada pendekatan yang paling serasi serta mendukung hakikat dan tujuan pengajaran sastra. Tujuan pengajaran sastra tidak lain agar siswa memperoleh pengalaman dan memperoleh pengetahuan bersastra. Usaha ke arah kemampuan siswa merespon pembelajaran sastra, tentu diperlukan rangsangan-rangsangan yang diciptakan guru dalam proses belajar mengajar. Sastra merupakan pengalaman dan bukan informasi, dengan demikian siswa harus secara langsung dilibatkan di dalamnya, bukan hanya memandang dari luar saja.
Salah satu aspek yang diajarkan dalam pembelajaran sastra adalah menulis puisi. Dalam pembelajaran menulis puisi, siswa diharapkan mampu menuliskan apa yang dirasa, atau apa yang dipikirkan dalam bahasa yang indah yang mengandung bahasa kiasan, dan berkonotasi. Kemampuan menulis puisi merupakan salah satu materi pembelajaran menulis sastra yang diajarkan di kelas.
Keterampilan menulis puisi wajib dikuasai oleh siswa. Tujuannya adalah agar siswa dapat mengkespresikan pikiran, perasaaan, pengalaman, dan imajinasinya melalui kegiatan menulis puisi secara kreatif. Proses pengimajinasian atau pengembangan pengalaman lahir dan batin merupakan awal dari proses kreatif. Proses kreatif tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengekspresian imajinasi ke dalam rangkaian kata-kata yang disebut dengan istilah puisi
Berdasarkan kenyataan hasil pengamatan dan observasi sementara di kelas VIII A SMP Negeri 1 Banjarsari, pembelajaran Bahasa Indonesia (bahasan Sastra) dalam hal ini pembelajaran menulis puisi kurang mencapai hasil yang maksimal, baik dari segi minat maupun dari segi hasil proses pembelajaran yang diterapkan. Salah satu faktor utama rendahnya kemampuan menulis puisi ini adalah metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis puisi ini menggunakan metode ceramah. Padahal metode ceramah menuntut konsentrasi yang terus menerus, membatasi partisipasi siswa,sehingga siswa akan merasa jenuh dan bosan. Setelah itu siswa diberi tugas untuk membuat puisi, minggu berikutnya tugas itu dikumpulkan.
Dengan metode seperti itu siswa merasa tertekan, sehingga siswa sulit dalam menemukan ide, dan akhirnya siswa merasa kesulitan dalam menulis puisi. Berangkat dari permasalahan tersebut, yang mulanya menggunakan metode ceramah, maka peneliti mencoba untuk menerapkan Strategi Kontekstual Teaching and Learning dalam pembelajaran menulis puisi.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian (penelitian tindakan kelas) dengan judul” Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Strategi Kontekstual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 1 Banjarsari”.
Adapun alasan-alasan yang mengakibatkan peneliti beranggapan bahwa Pembelajaran menulis puisi sekarang ini dirasakan kurang mendapat perhatian dari siswa. Mereka seakan tidak merasa antusias bahkan terlihat rasa keengganan untuk berpuisi, hal ini mungkin disebabkan karena mereka kurang terbiasa untuk berapreasiasi yang melibatkan aspek akal, rasa, dan ketrampilan. Selain daripada itu pelaksanaan pembelajaran lain masih kurang menuntut hal seperti itu. Pada umumnya pembelajaran dilaksanakan dengan pola guru memberikan segalanya kepada siswa dan siswa tinggal menerima konsep yang sudah jadi, tinggal mendengar, mencatat, memahami, dan mengingatnya. Karena ketidakbiasaan tersebut, pembelajaran puisi yang menuntut kreativitas menjadi sesuatu yang menuntut usaha lebih dari siswa. Atau mungkin pula belum tumbuhnya kesadaran guru dan siswa akan peran berpuisi yang bisa mengembangkan IQ, EQ, dan SQ. Hal ini ditandai bahwa kebanyakan siswa (atau bahkan guru) enggan untuk berperan aktif dalam kegiatan yang menuntut penampilan, baik berpidato, berpuisi, atau bahkan bernyanyi. Bukankah bernyanyi pada hakekatnya adalah berpuisi dengan iringan nada ? Karena apa terjadi demikian? Biasanya yang terjadi adalah karena masalah sepele, yaitu tidak biasa dan tidak membiasakan berkomunikasi, sehingga yang tumbuh adalah rasa rendah diri, pemalu, dan rasa takut salah. Padahal salah adalah bagian dari belajar, tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan, dan tidak pernah salah adalah cirinya tidak belajar. Dengan berpuisi (menulis dan mengkomunikasikan) siswa akan terlatih dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan berkreasi (kreativitas) melalui kegiatan eksplorasi, inkuiri, penalaran, dan komunikasi. Padahal, menurut teori belajar mutakhir (Peter Sheal, dalam Erman, 2004: 7) mengemukakan bahwa belajar yang paling bermakna hingga mencapai 90 % adalah dengan cara melakukan-mengalami dan mengkomunikasikan. Agar pembelajaran sesuai dengan prinsip tersebut, materi pelajaran haruslah disesuaikan dan diangkat dari konteks aktual yang dialami siswa dalam kehidupannya.
Di sinilah guru dituntut untuk membelajarkan siswa dengan memandang siswa sebagai subjek belajar, yaitu dengan cara guru memulai pembelajaran yang dimulai atau dikaitkan dengan dunia nyata yaitu diawali dengan bercerita atau tanya-jawab lisan tentang kondisi aktual dalam kehidupan siswa (daily life), kemudian diarahkan melalui modeling agar siswa termotivasi, questioning agar siswa berfikir, constructivism agar siswa membangun pengertian, inquiry agar siswa bisa menemukan konsep dengan bimbingan guru, learning community agar siswa bisa berbagi pengetahuan dan pengalaman serta terbiasa berkolaborasi, reflection agar siswa bisa mereviu kembali pengalaman belajarnya, serta authentic assessment agar penilaian yang diberikan menjadi sangat objektif. Pembelajaran dengan sintaks seperti ini (Depdinas, 2002) menyebutnya dengan istilah Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, TL). Dengan pola CTL tersebut di atas, yang bisa memfasilitasi keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar yang tinggi, diharapkan kemampuan kreativitas siswa pada pembelajaran berpuisi, dalam arti menulis dan mengkomunikasikan hasil puisinya, menjadi meningkat. Sehingga siswa merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuannya masing-masing, yang pada gilirannya nanti minat belajar meningkat, siswa belajar dengan antusias, dan dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan. Kata implementasi pendekatan kontekstual sebagai variabel bebas (idependen, stimulus) di atas mengandung pengertian pelaksanaan, jadi penulis akan melaksanakan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai unsur inovasi dalam pembelajaran. Peningkatan kemampuan kreativitas sebagai variabel tak bebas (dependen, respons, terikat) dimaksudkan sebagai unsur solusi masalah yang terjadi di lapangan (kelas nyata), sedangkan berpuisi sebagai variabel perantara (intervening) dimaksudkan adalah menulis puisi dan mengkomunikasikannya.



C. Rumusan Masalah
Bila kita pikirkan secara mendalam setiap masalah pada hakekatnya kompleks. Mengingat kompleksitas permasalahan, maka tidak mungkin kita selidiki seluruhnya. Oleh karena itu masalah perlu dibatasi agar lebih jelas dan mudah menelitiannya.
Masalah penelitian yang menjadi fokus Penelitian Tindakan Kelas ini adalah “Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan menggunakan model pembelajaran Contekstual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 1 Banjarsari” Untuk memudahkan penelitian, rumusan masalahnya dituangkan dalam bentuk pertanyaan berikut:
1. Berapa besarkah peningkatan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis puisi dengan strategi contekstual teaching and learning pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Banjarsari?
2. Adakah perubahan sikap siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Banjarsari terhadap pembelajaran menulis puisi setelah mengikuti pembelajaran melalui strategi contekstuan teaching and learning?.

D. Tujuan dan Masalah Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran umum tentang Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Strategi Contekstual Teaching and Learning pada Siswa Kelas VIII A di SMP Negeri 1 Banjarsari
Sistem belajar dengan Strategi Contekstual Teaching and Learning yang kondusif dan atraktif, perencanaan metode pembelajaran untuk menunjang pembelajaran bahasa Indonesia sehingga mampu menumbuhkan sikap emosional, sosial, dan intelektual yang positif, maka pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan lebih efektif dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yang akhirnya tujuan pendidikan diharapkan dapat tercapai.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Ingin mengetahui seberapa besar peningkatan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran menulis puisi dengan strategi contekstual teaching and learning pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Banjarsari.
2. Ingin mengetahui perubahan sikap siswa kelas VIII A SMP Negeri 1 Banjarsari terhadap pembelajaran menulis puisi setelah mengikuti pembelajaran melalui strategi contekstual teaching and learning.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan inovasi baru dalam hal pembelajaran baik bagi perorangan maupun bagi lembaga. Secara khusus manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Bagi Siswa :
a. Mengembangkan kreativitas dan kemandirian siswa.
b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa.
c. Memberikan pengalaman dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa.

2. Bagi Guru :
a. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan strategi contektual teaching and learning.
b. Mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
3. Bagi Lembaga :
Memberikan kontribusi yang positif bagi sekolah dalam mengembangkan model pembelajaran.

F. Kajian Teori
1. Pengertian Menulis
Menurut Tarigan (Hasani, 2005:1) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Rusyana (Hasani, 2005:1) menyatakan bahwa wujud pengutaran sesuatu secara tersusun dengan mempergunakan bahasa disebut karangan.
Menurut Syamsudin (Hasani, 2005:1) Menulis adalah aktivitas seseorang dalam menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh para pembaca
Menurut Hasani (2005:2) menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktifdan ekspresif, sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata.

2. Puisi
Puisi pada hakikatnya teori puisi mengomunikasikan pengalaman yang penting-penting karena puisi lebih terpusat dan terorganisasi.(Badrun 1989:2). Puisi berhubungan dengan pengalaman (Perrinel 1988:512). Beberapa sastrawan telah mencoba memberi definisi sebagai berikut: (1) Puisi adalah seni peniruan, gambar bicara, yang bertujuan untuk mengejar kesenangan, (2) Luapan secara spontan perasaan terkuat yang bersumber dari perasaan yang terkumpul dari ketenangan (3) Puisi adalah lahar imajinasi yang menahan terjadinya gempa bumi, (4) puisi adalah ekspresi konkrit dan artistik pemikiran manusia dalam bahasa yang emosional yang berirama, (5) Puisi adalah pengalaman imajinatif yang bernilai dan berarti sederhana yang disampaikan dengan bahasa yang tepat, (6) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat menafsirkan dalam bahasa berirama. Altenbernd (1970:2) puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalam bahasa berirama (bermetrum) ( as the interpretive dramatization of experience in metrical language). Maksud pengertian diatas adalah bahwa pendramaan di sini adalah orang penyair mengubah atau menceritakan pengalaman melalui puisi engan bahasa yang terstruktur. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman menyedihkan, menyenangkan, dan mengharukan.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Dari pengertian tersebut bahwa puisi dibuat seindah mungkin baik dilihat dari dari bahasa, susunan dan keindahan secara umum. Carlyle berkata, puisi merupakan pemikiran yang bersifat musical. Dalam perkataan tersebut bahwa pemikiran yang bersifat musikal yaitu irama, bunyi, yang ada dalam puisi tersebut serasi dan mempergunakan orkestasi bunyi. Wordswoth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataanperasaan yang imajinatif yaitu perasaan yang direkaan atau diangankan. Berdasarkan pengertian tersebut puisi dapat sebagai ungkapan seseorang / perasaan yang dirasakan baik itu secara langsung ataupun tidak secara langsung. Kemudian Shelly mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita.Misalnya saja peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesediaan karena kematian. Jadi di sini dapat dikatakan sebagai ungkapan baik itu ungkapan kesedihan ataupun berupa kesenangan yang terekam dalam pikiran kita.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puisi adalah ekspresi pengalaman yang ditulis secara sistematik dengan bahasa yang puitis. Kata puitis sudah mengandung keindahan yang khusus untuk puisi.
Disamping itu puisi dapat membangkitkan perasaan yang menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas atau secara umum menimbulkan keharuan.



3. Pembelajaran Menulis Puisi
Menulis merupakan suatu proses, maka pembelajaran menulis puisi dilakukan secara bertahap-tahap sampai menciptakan hasil yang memuaskan. Utami Munandar (1993) menyimpulkan ada empat tahap dalam proses pemikiran kreatif untuk menulis puisi. Diantaranya adalah:
a. tahap persiapan dan usaha
b. tahap inkubasi atau pengendapan
c. tahap iluminasi
d. tahap verifikasi.
Pada tahap persiapan dan usaha seseorang akan mengumpulkan informasi dan data yang dibutuhkan. Makin banyak pengalaman atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai masalah atau tema yang digarapnya, makin memudahkan dan melancarkan pelibatan dirinya dalam proses tersebut.
Tahap inkubiasi atau pengendapan, setelah semua informasi dan pengalaman yang dibutuhkan serta berusaha dengan pelibatan diri sepenuhnya untuk menimbulkan ide-ide sebanyak mungkin, maka biasanya diperlukan waktu untuk mengendapkan semua gagasan tersebut, diinkubasi dalam alam prasadar.
Tahap iluminasi, akan mencoba mengekspresikan masalah tersebut dalam puisi. Tahap selanjutnya adalah tahap verifikasi yaitu penulis melakukan penilaian
secara kritis terhadap karyanya sendiri. Verifikasi juga dapat dilakukan dengan cara membahas atau mendiskusikannya dengan orang lain untuk mendapatkan masukan bagi penyempurnaan karya tersebut maupun karya selanjutnya.
Setelah menyimak tahap-tahap yang disampaikan oleh Utami Munandar, penulis menyederhanakan sebagai berikut:
1) Tahap prakarsa
Tahap prakarsa merupakan tahap pencarian ide untuk dituangkan dalam bentuk tulisan yang berupa puisi. Ide-ide dapat berupa pengalaman-pengalaman seseorang untuk melakukan tugas atau memecahkan masalah-masalah tertentu. Di samping itu ide dapat dicari dari sesuatu yang langsung dilihat. Makin banyak orang mempunyai ide, makin mudah untuk menulis puisi.
2) Tahap Pelanjutan
Tahap ini merupakan tahap tindak lanjut dari tahap pencarian ide setelah seseorang mendapatkan ide-ide dari berbagai sumber dan cara,kemudian dilanjutkan dengan mengembangkan ide-ide tersebut menjadi sebuah puisi. Dalam tahap pelanjutan ini, setelah dikembangkan kemudian direvisi, karena manusia tidak akan lepas dari kesalahan.
3) Tahap Pengakhiran
Adapun puisi yang diajarkan siswa adalah puisi transparan yang merupakan bentuk puisi sederhana atau dapat disebut dengan puisi diaphan. Di samping itu dalam latihan penulisan puisi ini tidak hanya untuk mempertajam pengamatan dan meningkatkan kemampuan bahasa , akan tetapi siswa diharapkan dapat memperoleh minat segar yang muncul dari kedalaman puisi itu sendiri.
Adapun cara membina siswa agar mereka dapat menulis dengan baik adalah :
• Memanfaatkan model atan teknik. Dalam pemanfaatan model mungkin siswa diperkenalkan atau diperlihatkan puisi yang mudah dipahami dan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya jelas. Apabila guru tersebut dengan menggunakan teknik guru berusaha mencari teknik yang cocok oleh siswa tersebut.
• Unsur-unsurnya
Dalam pembelajaran menulis puisi, sebelum siswa mulai menulis dijelaskan mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam puisi.
• Kebakatannya.
Kebakatan siswa perlu diketahui oleh guru, kemudian bakat itu diarahkan dan dikembangkan dengan teknik-teknik tertentu.

4. Prestasi Belajar
Hasil dari suatu proses pendidikan, yakni output pendidikan adalah kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Output pendidikan yang berkualitas dapat dilihat apabila prestasi sekolah khususnya prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi, baik prestasi akademik, maupun prestasi non akademik.
Prestasi belajar siswa merupakan tingkat prestasi yang dicapai dari hasil belajar siswa, Makmun (1985:16) menjelaskan bahwa :
“Prestasi belajar adalah kecakapan nyata atau aktual ability, yang menunjukkan pada kecakapan segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga, karena merupakan hasil usaha yang bersangkutan dan diuji bahan dan dalam hal tertentu yang telah dijalaninya.”
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Ali (1991 : 10) mengemukakan beberapa prestasi belajar sebagai berikut :
a. Prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Untuk mengukur perubahan tingkah laku tersebut dapat digunakan tes prestasi belajar.
b. Prestasi menunjukkan kepada individu sebagai sebab, artinya individu sebagai pelaku.
c. Prestasi belajar dapat dievaluasi tinggi rendahnya baik berdasarkan kriteria yang ditetapkan terlebih dahulu oleh panitia atau ditetapkan menurut sumber yang dicapai menurut kelompok.
d. Prestasi belajar menunjukkan kepada hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan disadari.
Dari pendapat di atas, prestasi belajar ini menjadi petunjuk bagi guru mengenai ketercapaian tujuan pendidikan oleh siswa di lembaga pendidikan tersebut sekaligus sebagai bahan untuk melakukan bimbingan terhadap siswa, baik yang mengalami kesulitan belajar, maupun yang ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu prestasi belajar yang dicapai siswa dapat juga memberikan gambaran mengenai kinerja sekolah maupun produktivitas sekolah.



5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Berbahasa Siswa
Hal ini didasarkan atas pendapat tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa yang dijelaskan oleh Sukardi (1983 :30) yaitu sebagai berikut :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, faktor-faktor itu dapat digolongkan dalam beberapa kelompok yaitu :
a. Faktor internal, ialah faktor yang menyangkut seluruh diri pribadi termasuk fisik maupun mental atau fisiko fisiknya yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam belajar.
b. Faktor eksternal, ialah faktor yang bersumber dari luar individu yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat, alat-alat pelajaran yang tidak memadai, dan lingkungan social dan lingkungan alamiahnya.
Faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah merupakan hasil kinerja dari seluruh unsur manajemen sekolah.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan melalui suatu kegiatan seperti membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, harga diri, minat, dan watak. Jelasnya menyangkut segala perubahan tingkah laku seseorang secara positif, baik dimensi kognitif, afektif, maupun psikomotor, sehingga belajar dapat dikatakan sebagai rangkaian kegiatan untuk menuju perkembangan dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. Maka dapat dikatakan bahwa, “Terjadinya proses pembelajaran itu apabila seseorang menunjukkan ‘tingkah laku yang berbeda’ atau dapat menempatkan seseorang dari status abilitas yang satu ke tingkat anilitas yang lain” (Sadirman, 2000 : 23). Ini berarti bahwa hasil belajar yang diinginkan dari siswa itu berupa munculnya perubahan perilaku.
6. Pendekatan Contekstual teaching and learning
a. Pengertaian Contektual Teaching and Learning
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat
b. Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajarn kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)
c. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut ini.
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3. kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
d. Tujuh Komponen CTL
1. Konstruktivisme
• Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
• Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
• Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
• Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
3. Questioning (Bertanya)
• Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
• Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community (Masyarakat Belajar)
• Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
• Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
• Tukar pengalaman
• Berbagi ide
5. Modeling (Pemodelan)
• Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
• Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya

6. Reflection ( Refleksi)
• Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
• Mencatat apa yang telah dipelajari
• Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assessment (Penilaian yang Sebenarnya)
• Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
• Penilaian produk (kinerja)
• Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual
e. Karakteristik Pembelajaran CTL
• Kerjasama
• Saling menunjang
• Menyenangkan, tidak membosankan
• Belajar dengan bergairah
• Pembelajaran terintegrasi
• Menggunakan berbagai sumber
• Siswa aktif
• Sharing dengan teman
• Siswa kritis guru kreatif
• Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain
• Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, laporan hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain.
G. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan praduga atau kesimpulan sementara yang perlu diuji kebenarannya melalui suatu penelitian. Perumusan hipotesis perlu memilih yang menurut dugaan paling besar kemungkinannya untuk dibenarkan oleh data.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ha : Ada peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model contektual teaching and learning
Ho : Tidak Ada peningkatan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan model contektual teaching and learning
2. Ha : Ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran contektual teaching and learning
Ho : Tidak ada peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran contektual teaching and learning

H. Rencana dan Prosedur Penelitain
1. Setting penelitian
Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di kelas VIII A SMP N 1 Banjarsari. Rencana pelaksanaan penelitian ini pada minggu kesatu bulan Maret sampai dengan minggu ketiga bulan Maret 2010.
2. Prosedur Penelitian adalah berupa penelitian tindakan kelas dengan alur Kegiatan

Bahasa Indonesia Untuk kelas VIII


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

BAB  I
PENDAHULUAN
A.  Latar  Belakang  Masalah
Dalam  kurikulum  sekolah  mulai  dari  tingkat  dasar  sampai  menengah,  mata  pelajaran  bahasa  Indonesia  wajib  diajarkan  kepada  siswa  agar  siswa  mengenal,  memahami  dan  mencintai  bahasa  negaranya  sendiri.  Pengenalan  mata  pelajaran  bahasa  Indonesia  perlu  diberikan  sejak  dini  kepada  siswa  sejak  duduk  dibangku  Sekolah  Dasar.
Kegiatan  dalam  pembelajaran  bahasa  Indonesia  meliputi  beberapa  aspek,   antara  lain :  Mendengarkan,  Berbicara,  Membaca,  dan  Menulis. Dalam  materi  pelajaran  bahasa  Indonesia,  keempat  aspek  kebahasaan  tersebut  juga  tertuang  dalam  kurikulum  2004  ditambah  dengan  aspek  Apresiasi  Sastra.
            Salah  satu  kegiatan  dalam  mengapresiasi  sastra  adalah  meringkas  novel. Dalam  pembelajaran  meringkas  novel  Remaja  Indonesia,  daya  serap   yang   diperoleh   siswa   kelas   VIII-4   dalam   kategori   cukup   yaitu
Rerata  73.  Perolehan  rata-rata  tersebut  perlu  ditingkatkan  karena  berada  pada  batas  70 – 75.  Dengan  demikian  menurut  peneliti,  hasil  tersebut  masih  rendah.  Rendahnya  daya  serap  kompetensi  ini  disebabkan  karena  metode  pembelajaran  yang  dipergunakan  oleh  guru   kurang  tepat.  Hal  ini  yang  mengakibatkan  antusiasme  siswa  dalam  pembelajaran  kompetensi  ini  kurang,  serta  hasil  tugas  yang  dikerjakan  oleh  siswa  terkesan  asal-asalan.  Beberapa   faktor   yang   menyebabkan  hal  tersebut  di  atas  adalah : 
(1) Konsentrasi belajar siswa tidak lebih dari 20 menit. Padahal dalam membaca novel dibutuhkan konsentrasi dan waktu yang lama.
(2) Materi yang terdapat dalam buku paket siswa, ceritanya kurang menarik dan tidak dikenal oleh siswa. Ini yang mengakibatkan siswa tidak tertarik pada kompetensi dasar ini. Selain itu materi yang ada dibuku paket siswa hanya merupakan ringkasan cerita dari satu bagian dalam isi novel. Jadi siswa hanya mengenal sepenggal isi cerita novel tersebut.
(3) Dengan alokasi waktu 5 jam pelajaran ( 2 X pertemuan ), tidak mungkin siswa dapat membaca isi novel secara keseluruhan sampai selesai.
(4) Kurangnya koleksi  novel yang dimiliki oleh perpustakaan sekolah, sehingga apabila guru mengganti cerita novel yang ada di buku paket dengan cerita novel yang sedang boming atau terkenal dan dikenal oleh remaja terutama untuk anak SMP, perpustakaan sekolah hanya mempunyai koleksinya dalam jumlah terbatas.
Meskipun   daya   serap   nilai   bahasa   Indonesia   cukup  bahkan
masih kurang, sampai saat  ini guru masih belum juga beranjak melakukan  upaya bagaimana cara meningkatkan kemampuan siswa kelas VIII-4, terutama dalam hal  meringkas serta menanggapi novel. Selama ini guru masih mengacu hanya pada buku paket pegangan siswa. Tidak mencoba untuk mencari materi yang di luar  paket siswa. Alasannya jika mencari novel  yang di luar paket siswa, kendalanya  justru  pada jumlah novelnya yang tidak ada. Jika siswa  diberi  tugas  membaca  novel dalam waktu satu minggu, banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas dari guru, mereka beralasan membaca cerita novelnya belum selesai karena banyak tugas dari guru lain, atau tidak mendapat giliran membaca novel dari temannya satu kelompok. Kalaupun siswa yang tidak selesai membaca isi novel tersebut mengerjakan tugas guru, tugas yang  dikerjakan asal-asalan saja (asal  mengerjakan,  biarpun  sedikit salah asal tidak dihukum oleh guru).
                     Selama ini proses pembelajaran bahasa Indonesia yang dilakukan oleh peneliti selaku guru bahasa Indonesia di SMP. BAHAUDDIN NGELOM TAMAN, juga merupakan kegiatan rutinitas dari tahun ke tahun. Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia terutama kompetensi dasar meringkas dan novel remaja Indonesia, guru hanya membacakan ringkasan yang terdapat dalam buku paket, lalu ceramah sebentar dan menugaskan kepada siswa untuk melanjutkan ringkasan ceritanya dengan cara mencari sendiri kelanjutan ceritanya. Jika tugas di sekolah belum selesai, maka tugas tersebut dijadikan tugas di rumah atau pekerjaan  rumah (selanjutnya disebut dengan  PR).
                        Siswa yang rajin akan berusaha mencari novel yang sama dengan yang ada di buku paket. Siswa akan berusaha semampunya sampai mendapatkan novel tersebut untuk bisa mengerjakan tugas dari guru. Sedangkan siswa yang kurang mampu dalam hal ekonomi, untuk membeli novel mapun menyewa membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Siswa yang  seperti gambaran di atas lebih memilih mencontoh teman. Apalagi siswa yang malas belajar, mendapat tugas mencari novel, sangat memberatkan bagi mereka. Mereka lebih memilih mencontoh teman, daripada harus susah-susah mencari dan berusaha sendiri. Mengerjakan tugasnya asal-asalan, maka prestasi belajarnya kurang memuaskan.
                     Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia seperti ilustrasi di atas terjadi di kelas VIII-4. Siswa yang kurang antusias dalam belajar sastra terutama dalam membaca, meringkas dan menanggapi novel karena selain ceritanya kurang menarik, novel rujukan dari guru tidak ada di perpustakaan sekolah. Jadi sudah kloplah  malasah  yang  ada  dan  terjadi  rutin  setiap  tahun.
                     Disamping  itu  kondisi  siswa  kelas  VIII-4  saat ini  berjumlah  46  orang  siswa,  dengan jumlah  siswa  laki-laki  24  orang  dan  perempuan  22  orang.  Dengan  jumlah  siswa  yang  begitu  banyak  dalam  satu  kelas  tidak  mudah  bagi  guru  untuk  menanamkan  konsep  yang  mudah  diterima  oleh  siswa  dalam  satu  kelas.  Dibutuhkan  tenaga  dan  upaya  yang   ekstra  agar  bisa  mencapai  nilai  yang  memuaskan  dalam  setiap  kompetensi  dasar.  Secara  umum  kemampuan  dasar  siswa  kelas  VIII-4  cukup  bagus,  akan  tetapi  mungkin  karena  strategi  pembelajaran  yang  diterapkan  oleh  masih  menggunakan  strategi  tradisional  yang  monoton,  serta  belum  bisa  membangkitkan  minat  dan  gairah  siswa  untuk  belajar  mengapresiasi  sastra  terutama  dalam  hal  meringkas  novel.
                     Hal  ini  senada  dengan  apa  yang  dikatakan  oleh  Sawali  Tuhusetya  (2008),  bahwa  pelajaran  sastra  disekolah  belum  sepenuhnya  mampu  membangkitkan  minat  dan  gairah  siswa  untuk  belajar  apresiasi  sastra  secara  suntuk,  total,  dan  intens.  Suasana  pengajaran  sastra  berlangsung  monoton,  tidak  menarik  bahkan  menegangkan.  Siswa  hanya  diberlakukan  bak  "Tong  sampah"  yang  terus  menerus  menerima  transfer  ilmu  bercorak  teoritis  dan  hafalan  dari  sang  guru.  Tanpa  disediakan  ruang  untuk  berdiskusi,  berdialog,  dan  bercurah  pikiran  terbuka,  interaktif,  kritis  dan  kreatif.  Siswa  hanya  dibebani  target  untuk  mencapai  hasil  belajar maksimal  dalam  prestasi  akademik  tanpa  diimbangi  dengan  pendalaman  secara  apresiasif.
                     Berdasarkan  pada  kenyataan  masalah  di  atas,  maka  untuk  meningkatkan  hasil  belajar  siswa  dalam  mengapresiasi  sastra  terutama  dalam meringkas  novel  remaja  Indonesia  digunakanlah  strategi  pemodelan.  Alasan  peneliti  memilih  strategi  pemodelan  ini  adalah  dengan  menggunakan  pemodelan  siswa  akan  lebih  mudah  memahami  materi  yang  disampaikan  oleh  guru,  serta  belajar  akan  terasa  lebih  menyenangkan.
                            Dari  paparan  di  atas,  maka  perlu  dilakukan  kajian  oleh peneliti  dengan  judul  :  Peningkatan  Hasil  Belajar  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia  Melalui  Strategi  Pemodelan  di  Kelas  VIII-4  SMP  BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahun  Pelajaran  2007-2008.

B.  Rumusan  Masalah
             Berdasarkan  latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah      yang  akan  dibahas  dalam  penelitian  ini  adalah :
a.       Bagaimana  proses  pelaksanaan  pembelajaran  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia  melalui  strategi  pemodelan  di  kelas  VIII-4  siswa  SMP. BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahun  Pelajaran  2007-2008 ? 
b.      Bagaimana hasil  pembelajaran  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia  melaui  penerapan  strategi  pemodelan di kelas VIII-4 siswa SMP. BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahuin Pelajaran 2007-2008 ?
c.       Bagaimana  tanggapan  siswa kelas VIII-4 siswa SMP. BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahun Pelajaran 2007-2008 dengan diterapkannya strategi  pemodelan  pada pembelajaran  meringkas  novel Remaja Indonesia ?
C.  Tujuan  Penelitian
     1.  Tujuan  Penelitian
           Sesuai  dengan  permasalahan  di  atas,  maka  tujuan  yang  ingin  dicapai  dalam  Peneilitian  Tindakan  Kelas  ini  adalah  :
a.       Mengetahui  keefektifan  proses  pelaksanaan  pembelajaran  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia  melalui  Strategi  Pemodelan  di  kelas  VIII-4  siswa  SMP. BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahun  Pelajaran  2007-2008.
b.      Mengetahui  hasil  Pembelajaran  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia  melalui  Strategi  Pemodelan  di  kelas  VIII-4  siswa  SMP.  BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  Tahun  Pelajaran  2007-2008.
c.       Menggali  tanggapan  siswa  kelas  VIII-4  SMP.  BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  tentang  penggunaan  Strategi  Pemodelan  pada  pembelajaran  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia.
D.  Manfaat  Pernelitian
a.  Bagi  Peneliti
  Jika  penerapan  Strategi  Pemodelan  ini  terbukti  dapat  meningkatkan  motivasi  dan  hasil  belajar  siswa,  maka  strategi  pembelajaran  ini  dapat  dilanjutkan  pada  materi  pokok  yang  lain.  Selain  itu  dengan  adanya  penelitian  ini  semakin  menambah  wawasan  dan  kreatifitas  guru  dalam  mengembangkan  model-model  pembelajaran  yang  lain  serta  untuk  meningkatkan  profesionalitas  guru.
  1. Bagi  Lembaga  Sekolah
  Diharapkan  dengan  adanya  penelitian  ini  dapat  di   jadikan  masukan  bagi  sekolah  untuk  terus  menerus  memperbaiki  sarana  dan  prasarana  pembelajaran  yang  lebih  bervariasi  untuk  memfasilitasi  kreatifitas  guru  dalam  proses  belajar  mengajar.
E.  Definisi  Operasional,  Asumsi  dan  Keterbatasan
     1.  Definisi  Operasional
          Dalam  penelitian  ini  definisi  operasional  masalah  adalah  :           
          a.  Model  Pembelajaran  Kontekstual  Strategi  Pemodelan
  Adalah  model  pembelajaran  yang  dilakukan  dengan  cara  direncanakan  secara  cermat  mengenai  kegiatan proses  pembelajaran  untuk  mencapai  indikator  dalam  kompetensi  dasar  meringkas  novel  remaja  Indonesia  dengan  menggunakan  alat  Bantu  Video Compact  Disc  serta  power   point  sebagai  model.
        
         b.  Hasil  Belajar
  Adalah  penguasaan  pengetahuan  atau  ketrampilan   siswa  pada  suatu  mata  pelajaran.  Lazimnya  ditunjukkan  dengan  nilai  atau  angka  yang  diberikan  oleh  guru.  Hasil  belajar  pada  penelitian  ini  adalah  nilai  yang  diperoleh  siswa  pada  pembelajaran  meringkas  novel  remaja  Indonesia.
          c.  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia
  Yang  maksud  dengan  meringkas  novel  remaja  Indonesia  adalah  memendekkan  cerita  panjang  yang  bertemakan  tentang  kehidupan  anak-anak  yang  sudah  mulai  dewasa  dengan  cara  mengambil   intisari  dari  cerita  dengan  mempertahan  isi  dan  sudut  pandang  pengarang  yang  berasal  dari  negeri  sendiri  yaitu  Indonesia.
     2.  Asumsi 
      Untuk   memperlancar   proses   penelitian   sehingga   lebih  terarah   dan  terencana, maka  diasumsikan  bahwa  jika  tidak digunakan pembelajaran  konvensional  dan  dengan  menggunakan  pembelajaran  CTL pemodelan  , maka   dapat   meningkatkan  hasil  belajar  siswa  pada  pembelajaran  meringkas  novel  remaja   Indonesia  di  kelas  VIII-4   siswa   SMP  BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO.  
     3.  Keterbatasan
     Supaya  permasalahan  yang  akan  dibahas  tidak  terlalu  luas,  maka  penulis  memberi  batasan  sebagai  berikut :
a.       Materi  pengajaran  yang  dilakukan  adalah  bidang  studi  bahasa  Indonesia  dengan  Kompetensi  Dasar  Meringkas  Novel  Remaja  Indonesia.
b.      Siswa  kelas  VIII  di  SMP.  BAHAUDDIN  TAMAN  SIDOARJO  ada  7  kelas  parallel,  yaitu  :  VIII-1,  VIII-2, VIII-3, VIII-4, VIII-5, VIII-6, VIII-6  dan  VIII-7.  Dari  ketujuh  kelas  paralel  tersebut  peneliti  membatasi  hanya  melakukan  penelitian  di  kelas  VIII-4  semester  2  Tahun  Pelajaran  2007-2008.
 
BAB  II
KAJIAN  PUSTAKA
A.  Teori  Belajar
      Dalam membicarakan hasil belajar tidak terlepas dari dari kata belajar  itu  sendiri .
a. Belajar
Belajar  merupakan  proses  perubahan  tingkah  laku  atau  tanggapan  yang  disebabkan  oleh  pengalaman.  Beberapa  pengertian  atau  definisi  tentang  belajar  antara  lain  : Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah pada penguasaan, kecakapan atau skill. Kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh disampaikan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif ( WS. Wingkel , 1989 )
         Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik dan sebaliknya bila tidak belajar responnya menjadi menurun. Sedangkan menurut Gagne Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapasitas baru  (Dimyati, 2002;10)
             Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Belajar diartikan dengan berusaha (berlatih dsb) supaya mendapat suatu kepandaian.
                            Berdasarkan definisi belajar di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa belajar  adalah perubahan tingkah laku dan perbuatan karena adanya pengalaman dan latihan. Belajar akan membawa suatu perubahan pada individu yang belajar, Perubahan ini meliputi kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, minat dan penyesuaian diri.

      b.   Hasil  Belajar
adalah  penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi dalam penelitian yang dimaksudkan adalah nilai yang diperoleh siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia Remaja Indonesia dalam bentuk nilai berupa angka.
       c.  Faktor-Faktor  yang  Mempengaruhi  Belajar 
Hasil  belajar  yang  diperoleh  siswa-siswi  berbeda-beda.  Hal  tersebut  dapat  terjadi  karena  banyak  faktor  yang  mempengaruhinya.  Faktor-faktor  tersebut  adalah  :
1.  Faktor  yang  berasal  dari  diri  siswa  ( Faktor  Internal )
           Menurut  Kartini  Kartono (1995 ; 1-4)  ada  5  faktor  internal  yang  mempengaruhi  hasil  belajar  siswa,  yaitu  : 
a)  Kecerdasan
            Kecerdasan  atau  Intelegensi  dalam  arti  sempit  adalah  kemampuan  seseorang  untuk  mencapai  prestasi  di  sekolah  yang  di  dalamnya  berfikir  sangat  berperan  penting.  Kecerdasan  sangat  berpengaruh  sekali  terhadap  hasil  belajar  siswa  pada  semua  peringkat  atau  tingkatan  pendidikan.  Seorang  siswa  yang  tingkat  kecerdasannya  tinggi  mempunyai  korelasi  yang  cukup  tinggi  terhadap  hasil  belajar  seseorang.  Hal  ini  sudah  diakui  oleh  guru,  orang  tua  maupun  oleh siswa  sendiri,  bahwa  dalam  belajar  di  sekolah,  kecerdasan  atau  intelegensi  mempunyai  pengaruh  yang  kuat  terhadap  hasil  belajar  yang  dicapai  oleh  siswa.