PTK Bahasa Indonesia Kelas III
JASA PEMBUATAN PTK (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.
Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) bertujuan memberikan bekal kemampuan
dasar calistung (baca tulis hitung), pengetahuan dan keterampilan dasar
yang bermanfaat bagi siswa yang sesuai dengan tingkat perkembangannya
serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca tulis”
maka peranan pengajaran Bahasa Indonesia di SD menjadi sangat penting.
Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya pada tahap keberwacanan (di
kelas I dan kelas II) tetapi juga pada tercapainya kemahiran wacanan (di
kelas-kelas tinggi atau kelas III sampai kelas VI SD).
Hakikatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, oleh sebab itu
pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan keterampilan
siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar, baik secara
lisan maupun tertulis (Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas II,
1994:20).
Belajar Bahasa Indonesia siswa harus menguasai empat keterampilan
berbahasa, yaitu: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) yang
mempunyai peran penting adalah aspek keterampilan menulis (Zuchdi,
1997:100). Sedangkan menurut Ary (2004) kegiatan berbahasa
tersulit adalah menulis. Sebab, menulis ini tidak hanya melibatkan
representasi grafis pembicaraan, tetapi juga pengembangan dan presentasi
pemikiran secara terstruktur.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasaan
yang harus dimiliki oleh para siswa yang sedang belajar mulai tingkat
pendidikan dasar (SD) sampai perguruan tinggi (PT). Keterampilan menulis
sifatnya fungsional bagi pengembangan diri untuk kehidupan masyarakat.
Menurut Harris (1988) membuat kalimat termasuk ke dalam kegiatan untuk
keterampilan menulis, karena itu membuat kalimat juga berarti
mengungkapkan ide dan berkomunikasi dengan orang lain melalui
simbol-simbol bahasa. Dalam membuat kalimat perlu memperhatikan dua hal,
yaitu substansi dari hasil tulisan (ide yang diekspresikan) dan aturan
struktur bahasa yang benar (grammatical form and syntactic pattern).
Unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subyek, predikat, obyek dan
keterangan dengan benar dan jelas bagi pembaca, mengungkapkan gagasan
utama secara jelas, membuat teks koheren, sehingga orang lain mampu
mengikuti pengembangan gagasan serta memperkirakan pengetahuan yang
dimiliki target pembaca.
Salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia
yang diajarkan di kelas III SD semester I adalah 4.1 Menyusun Paragraf
Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan.
Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator di
antaranya :
- Mengurutkan kalimat dari kartu kalimat
- Menyusun paragraf berdasarkan kartu kalimat dengan ejaan yang tepat
Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran ditunjukkan dengan
dikuasainya materi pembelajaran oleh siswa. Tercapainya tujuan
pembelajaran tersebut dapat diukur dengan tes hasil belajar. Berdasarkan
hasil tes belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia materi Membuat Teks
paragraf di kelas III SDN Xxxxxx 03 Kecamatan Yyyyyy tempat peneliti
bekerja, peneliti menemukan adanya kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Harapannya dengan pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah
hasil belajar siswa akan lebih baik, kenyataannya masih banyak
anak-anak yang belum mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal yang
ditetapkan.
Data menunjukkan bahwa kemampuan siswa Menyusun Paragraf Berdasarkan
Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan sangat
memprihatinkan atau masih rendah, yaitu dari 20 siswa hanya 6 siswa yang
mendapat nilai di atas 65 (di atas KKM) setelah diadakan tes awal
kemampuan siswa dalam membuat kalimat Bahasa Indonesia pada tanggal 28
Oktoberr 2010 atau hanya 30% siswa yang memenuhi KKM.
Rendahnya kemampuan siswa dalam Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan
yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan ini disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain: kurangnya latihan yang diberikan guru,
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas kurang bervariasi dan
kurang mengesankan serta kurangnya tugas yang diberikan oleh guru.
Nursidik K. (2007) karakteristik usia SD senang bermain.
Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan
pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah.
Permainan menurut Carrier (1982) mempunyai nilai yang sangat
tinggi bagi guru bahasa, sebab permainan memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menggunakan keterampilan bahasa tertentu dengan situasi yang
tidak terlalu formal. Sedangkan menurut Hadfield (1984) permainan
merupakan aktivitas yang mempunyai tujuan dan elemen kesenangan.
Menurut Frieda (2007) seorang staf pengajar psikologi UI dalam acara
Forum Nasional di Depok, pada saat melakukan permainan terlihat
gembira dan tertawa. Tertawa sebelum belajar adalah bukan sesuatu hal
yang buruk. Suasana gembira justru membangkitkan semangat . Bobbi
DePorter dan Mike Hernacki, dalam Quantum Learning,
membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif. Emosi
positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal (Hernowo,
2007:27). Menurut Meier dalam Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan
oleh Hernowo (2007), pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran
yang dapat membawa perubahan terhadap diri si pembelajar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan
melakukan PTK dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Menyusun Paragraf
Pada Siswa Kelas III Melalui Permainan Kartu”. Peneliti ingin mencoba
mengubah tradisi lama ke arah yang lebih baru, kondusif dan komunikatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis pada latar belakang masalah dapat
digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah yang akan digunakan
sebagai fokus perbaikan pembelajaran sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran Menyusun
Paragraf pada siswa kelas III dapat memotivasi siswa dalam mengikuti
pembelajaran Bahasa Indonesia?
2. Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran dapat
meningkatkan keterampilan Menyusun Paragraf pada siswa kelas III SDN
Xxxxxx 03?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan kartu.
2. Meningkatkan keterampilan menyusun paragraf Bahasa Indonesia melalui permainan kartu pada siswa kelas III SDN Xxxxxx 03.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan konstribusi dan manfaat.
1. Bagi Siswa
Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa
khususnya keterampilan menyusun paragraf. Selain itu, melalui permainan
kartu siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia.
Menghilangkan anggapan bahwa belajar bahasa itu membosankan.
- Bagi Guru
Penelitian ini dapat memacu guru agar lebih kreatif dalam menggunakan
metode pembelajaran dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran.
- Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah,
khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sekolah dapat
meningkatkan fasilitas pembelajaran yang dibutuhkan siswa dan guru.
Batasan atau Penegasan Istilah
Menghindari terjadinya kesalahan penafsiran istilah dalam memahami
inti masalah dalam penelitian ini, ditegaskan arti dari beberapa istilah
yang digunakan. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan adalah proses upaya-upaya kegiatan yang
dilakukan supaya terjadi suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan
atau bertambahnya sesuatu perubahan dari segi jumlah/kuantitas.
2. Keterampilan adalah kecakapan atau kemampuan melakukan sesuatu tugas pada siswa.
3. Membuat adalah mengadakan (menghasilkan, menjadikan) sesuatu benda (barang, dsb).
4. Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.
5. Paragraf adalah deretan dua kalimat atau lebih yang memiliki
satu ide pokok atau gagasan pokok, diikuti beberapa kalimat penjelas.
6. Pembelajaran adalah suatu kegiatan guru dalam memilih
menetapkan, mengembangkan metode/strategi yang optimal untuk mencapai
hasil belajar siswa yang diinginkan.
7. Permainan adalah perbuatan yang dilakukan dengan tidak bersungguh-sungguh atau biasa saja.
8. Kartu adalah kertas yang berbentuk persegi panjang dengan
ukuran yang relatif sesuai kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang
terdiri dari: kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan kartu
kalimat.
9. Dalam pembelajaran kali ini yang akan kita gunakan adalah kartu kalimat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar
Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri orang belajar karena
pengalaman (Darsono, dkk, 2000:4). Pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa
berubah kearah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000:24). Ada beberapa
definisi belajar menurut beberapa pakar psikologi pendidikan dalam Moh.
Rosyid (2006:9) diantaranya Gagne (1977), belajar merupakan perubahan
kecakapan yang berlangsung dalam periode tertentu yang bukan berasal
dari proses pertumbuhan (fisik). Morgan, at.al
(1986), belajar merupakan perubahan relatif permanen karena hasil
praktek atau pengalaman. Slavein (1994), belajar merupakan perubahan
individu yang disebabkan oleh pengalaman (experience). Menurut
Slameto dalam Syaiful Bahri (2002:13), belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Skinner (1985)
dalam Muhibbin Syah (2000:89), belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Habermas (Rene, 1996), belajar baru terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah
lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebab keduanya tidak dapat
dipisahkan (Ihat Hatimah, dkk: 1.8). James O. Wittaker dalam Wasty
Soemanto (1999:104) mengatakan bahwa belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan
belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu
sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup
manusia adalah hasil dari belajar. Belajar adalah suatu proses bukan
suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif
dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu
tujuan.
Berdasarkan pengertian di muka, belajar adalah kegiatan/proses
manusia untuk berubah menjadi lebih baik, dari tidak tahu menjadi tahu.
Kegiatan belajar terjadi terus menerus atau belajar sepanjang hayat.
Memahami keadaan lingkungan itu juga merupakan kegiatan belajar.
Lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar
siswa. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.
2. Pembelajaran Humanistik
Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk dapat
benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus
belajar untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya
sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya
menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan
menanamkan konsep yang penting dalam diri siswa.
Pandangan tentang pembelajaran humanistik, ada 3 yaitu:
a. Pandangan Progresif
Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau
belajar daripada sebagai subyek belajar. Masyarakat pendidikan
menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan
anak untuk belajar, dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial
sekolah. John Dewey sebagai tokoh progresif memandang siswa sebagai
makhluk sosial yang aktif dan ingin memahami lingkungan di mana siswa
berada, lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun kolektif
(sosial).
Menurut Dewey (Tilaar: 2000) dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
(Ihat, 2007:1.16), pendidikan merupakan proses sosial bagi orang yang
belum dewasa (dalam hal ini anak-anak) untuk menjadi bagian yang aktif
dan partisipatif dalam masyarakat. Sekolah adalah lingkungan khusus,
yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan untuk
menyederhanakan, memudahkan dan menyatukan pengalaman-pengalaman sosial
agar dapat dipahami, diuji dan digunakan oleh anak itu sendiri dalam
kehidupan sosial.
Kemampuan sosial dan personal siswa dikembangkan melalui pendidikan.
Pendidikan adalah membangun dan mengorganisasikan kembali pengalaman
yang mampu memberikan makna terhadap kehidupan siswa dan dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapi di masa yang akan datang.
Pandangan progresif menghendaki perubahan dalam situasi pendidikan,
anatara lain: memberikan kesempatan siswa untuk belajar secara
perseorangan, belajar melalui pengalaman, memberi motivasi bukan
perintah, melibatkan siswa dalam situasi sekolah, dan menyadarkan siswa
bahwa hidup itu dinamis (selalu berubah).
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif dalam Ihat Hatimah
(2007:1.18), yaitu; (1) berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang
secara alamiah, (2) minat, dan pengalaman langsung merupakan rangsangan
yang paling baikuntuk belajar, (3) guru memiliki peran sebagai nara
sumber dan pembimbing kegiatan belajar, (4) mengembangkan kerjasama
antara sekolah dengan keluarga, (5) sekolah progresif harus menjadi
laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
b. Pandangan Sosiokultural Konstruktivis
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, di
mana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika
konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu
proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
Konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky, yang telah
digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada
pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan.
Menurut Ihat Hatimah (2007:1.24), teori konstruktivis modern terbagi
atas empat prinsip kunci yaitu: (1) penekanannya pada hakikat sosial
dari pembelajaran, (2) ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu
berada dalam zona perkembangan mereka, (3) adanya penekanan pada
keduanya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan
terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif, (4) proses
pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah
memiliki kemampuan awal sebelum mempelajarai sesuatu. Kemampuan awal
tersebut akan menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru.
c. Pandangan Ki Hadjar Dewantoro
Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa
menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain
baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksudterdiri dari tiga
macam, yaitu; berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan
dapat mengatur dirinya sendiri (Ihat Hatimah, 2007:1.34).
Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan
dalam bentuk Taman Siswa. Lahirnya pendidikan Taman Siswa diilhami oleh
model pendidikan barat yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan
kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurut Ki Hadjar Dewantoro,
pendidikan barat memiliki ciri; perintah, hukuman dan ketertiban.
Pendidikan pada Taman Siswa tidak menggunakan pendekatan paksaan. Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah Momong, Among, dan Ngemong.
Dalam hal ini tidak ada paksaan terhadap siswa tetapi lebih kepada
membimbing dan memimpin meskipun pada hal-hal tertentu peran tersebut
juga tidak diperlukan. Siswa berkembang sesuai dengan kodratnya,
sehingga peran guru sebagai pendamping dan orang yang membantu
mengarahkan siswa sesuai dengan perkembangannya (Ihat Hatimah,
2007:1.35).
Beberapa falsafah yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantoro berkenaan
dengan pendidikan: (1) Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus
sesuai dengan kodratnya, (2) kodratnya itu btersimpan dalam adat
istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan yang kesemuanya itu
bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai, (3) adat istiadat
sifatnya dinamis, (4) untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini
diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di
masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada
masyarakat, (5) perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh
unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena terjadinya pergaulan antar
bangsa.
Pembelajaran humanistik ini adalah pembelajaran yang memanusiakan
manusia. Pembelajaran yang bertujuan untuk mengaktualisasi diri si
pembelajar. Guru harus menyadari bahwa siswa adalah makhluk yang
berbakat dan berkembang. Pengajaran beralih ke arah penyelenggaraan
sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang
menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan).
Proses belajar mengajar melibatkan siswa. Materi disesuaikan dengan
pengetahuan dasar yang dimiliki siswa. Guru hendaknya mengenal,
menyelami kehidupan jiwa siswa dan menyadari bahwa ia mengajarkan
sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Proses
belajar ditujukan untuk memanusiakan manusia itu sendiri, maksudnya
adalah mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang yang belajar secara optimal. Hal ini sesuai dengan pandangan
pembelajaran humanistik progresif.
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:4) dalam metodologi pengajaran
Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahasa memungkinkan manusia untuk
saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling
belajar dari orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan
meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia
adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan
berbahasa, dan menumbuhkan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.
Achmad Alfianto (2006) menyebutkan bahwa pendidikan Bahasa Indonesia
merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para
siswa di sekolah. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia
diibaratkan seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.
M. Ngalim Purwanto (1997:4) juga menyebutkan ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia meliputi:
1. Penguasaan Bahasa Indonesia;
2. Kemampuan memahami;
3. Keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam keperluan;
4. Apresiasi sastra.
4. Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan, yaitu:
mendengar/menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan
tersebut merupakan keterampilan dasar bahasa. Bahasa dalam kehidupan
sehari-hari berfungsi sebagai alat komunikasi dengan orang lain dan
lingkungan. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi lisan dan
tertulis.
Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar calistung (baca tulis hitung), pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa yang sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca tulis” maka peranan pengajaran Bahasa Indonesia di SD menjadi sangat penting. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya pada tahap keberwacanan (di kelas I dan kelas II) tetapi juga pada tercapainya kemahiran wacanan (di kelas-kelas tinggi atau kelas III sampai kelas VI SD).
Hakikatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, oleh sebab itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis (Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas II, 1994:20).
Belajar Bahasa Indonesia siswa harus menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) yang mempunyai peran penting adalah aspek keterampilan menulis (Zuchdi, 1997:100). Sedangkan menurut Ary (2004) kegiatan berbahasa tersulit adalah menulis. Sebab, menulis ini tidak hanya melibatkan representasi grafis pembicaraan, tetapi juga pengembangan dan presentasi pemikiran secara terstruktur.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasaan yang harus dimiliki oleh para siswa yang sedang belajar mulai tingkat pendidikan dasar (SD) sampai perguruan tinggi (PT). Keterampilan menulis sifatnya fungsional bagi pengembangan diri untuk kehidupan masyarakat. Menurut Harris (1988) membuat kalimat termasuk ke dalam kegiatan untuk keterampilan menulis, karena itu membuat kalimat juga berarti mengungkapkan ide dan berkomunikasi dengan orang lain melalui simbol-simbol bahasa. Dalam membuat kalimat perlu memperhatikan dua hal, yaitu substansi dari hasil tulisan (ide yang diekspresikan) dan aturan struktur bahasa yang benar (grammatical form and syntactic pattern). Unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subyek, predikat, obyek dan keterangan dengan benar dan jelas bagi pembaca, mengungkapkan gagasan utama secara jelas, membuat teks koheren, sehingga orang lain mampu mengikuti pengembangan gagasan serta memperkirakan pengetahuan yang dimiliki target pembaca.
Salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di kelas III SD semester I adalah 4.1 Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan. Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator di antaranya :
- Mengurutkan kalimat dari kartu kalimat
- Menyusun paragraf berdasarkan kartu kalimat dengan ejaan yang tepat
Data menunjukkan bahwa kemampuan siswa Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan sangat memprihatinkan atau masih rendah, yaitu dari 20 siswa hanya 6 siswa yang mendapat nilai di atas 65 (di atas KKM) setelah diadakan tes awal kemampuan siswa dalam membuat kalimat Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktoberr 2010 atau hanya 30% siswa yang memenuhi KKM.
Rendahnya kemampuan siswa dalam Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: kurangnya latihan yang diberikan guru, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas kurang bervariasi dan kurang mengesankan serta kurangnya tugas yang diberikan oleh guru.
Nursidik K. (2007) karakteristik usia SD senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Permainan menurut Carrier (1982) mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi guru bahasa, sebab permainan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bahasa tertentu dengan situasi yang tidak terlalu formal. Sedangkan menurut Hadfield (1984) permainan merupakan aktivitas yang mempunyai tujuan dan elemen kesenangan. Menurut Frieda (2007) seorang staf pengajar psikologi UI dalam acara Forum Nasional di Depok, pada saat melakukan permainan terlihat gembira dan tertawa. Tertawa sebelum belajar adalah bukan sesuatu hal yang buruk. Suasana gembira justru membangkitkan semangat . Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, dalam Quantum Learning, membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif. Emosi positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal (Hernowo, 2007:27). Menurut Meier dalam Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan oleh Hernowo (2007), pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap diri si pembelajar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan melakukan PTK dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Menyusun Paragraf Pada Siswa Kelas III Melalui Permainan Kartu”. Peneliti ingin mencoba mengubah tradisi lama ke arah yang lebih baru, kondusif dan komunikatif.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis pada latar belakang masalah dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah yang akan digunakan sebagai fokus perbaikan pembelajaran sebagai berikut :
1. Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran Menyusun Paragraf pada siswa kelas III dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia?
2. Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan Menyusun Paragraf pada siswa kelas III SDN Xxxxxx 03?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan kartu.
2. Meningkatkan keterampilan menyusun paragraf Bahasa Indonesia melalui permainan kartu pada siswa kelas III SDN Xxxxxx 03.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan konstribusi dan manfaat.
1. Bagi Siswa
Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa khususnya keterampilan menyusun paragraf. Selain itu, melalui permainan kartu siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Menghilangkan anggapan bahwa belajar bahasa itu membosankan.
- Bagi Guru
- Bagi Sekolah
Batasan atau Penegasan Istilah
Menghindari terjadinya kesalahan penafsiran istilah dalam memahami inti masalah dalam penelitian ini, ditegaskan arti dari beberapa istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan adalah proses upaya-upaya kegiatan yang dilakukan supaya terjadi suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan atau bertambahnya sesuatu perubahan dari segi jumlah/kuantitas.
2. Keterampilan adalah kecakapan atau kemampuan melakukan sesuatu tugas pada siswa.
3. Membuat adalah mengadakan (menghasilkan, menjadikan) sesuatu benda (barang, dsb).
4. Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.
5. Paragraf adalah deretan dua kalimat atau lebih yang memiliki satu ide pokok atau gagasan pokok, diikuti beberapa kalimat penjelas.
6. Pembelajaran adalah suatu kegiatan guru dalam memilih menetapkan, mengembangkan metode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar siswa yang diinginkan.
7. Permainan adalah perbuatan yang dilakukan dengan tidak bersungguh-sungguh atau biasa saja.
8. Kartu adalah kertas yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang relatif sesuai kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang terdiri dari: kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan kartu kalimat.
9. Dalam pembelajaran kali ini yang akan kita gunakan adalah kartu kalimat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori1. Belajar
Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri orang belajar karena pengalaman (Darsono, dkk, 2000:4). Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000:24). Ada beberapa definisi belajar menurut beberapa pakar psikologi pendidikan dalam Moh. Rosyid (2006:9) diantaranya Gagne (1977), belajar merupakan perubahan kecakapan yang berlangsung dalam periode tertentu yang bukan berasal dari proses pertumbuhan (fisik). Morgan, at.al (1986), belajar merupakan perubahan relatif permanen karena hasil praktek atau pengalaman. Slavein (1994), belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman (experience). Menurut Slameto dalam Syaiful Bahri (2002:13), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Skinner (1985) dalam Muhibbin Syah (2000:89), belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Habermas (Rene, 1996), belajar baru terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebab keduanya tidak dapat dipisahkan (Ihat Hatimah, dkk: 1.8). James O. Wittaker dalam Wasty Soemanto (1999:104) mengatakan bahwa belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil dari belajar. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian di muka, belajar adalah kegiatan/proses manusia untuk berubah menjadi lebih baik, dari tidak tahu menjadi tahu. Kegiatan belajar terjadi terus menerus atau belajar sepanjang hayat. Memahami keadaan lingkungan itu juga merupakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.
2. Pembelajaran Humanistik
Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk dapat benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus belajar untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan menanamkan konsep yang penting dalam diri siswa.
Pandangan tentang pembelajaran humanistik, ada 3 yaitu:
a. Pandangan Progresif
Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau belajar daripada sebagai subyek belajar. Masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan anak untuk belajar, dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. John Dewey sebagai tokoh progresif memandang siswa sebagai makhluk sosial yang aktif dan ingin memahami lingkungan di mana siswa berada, lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun kolektif (sosial).
Menurut Dewey (Tilaar: 2000) dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan (Ihat, 2007:1.16), pendidikan merupakan proses sosial bagi orang yang belum dewasa (dalam hal ini anak-anak) untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipatif dalam masyarakat. Sekolah adalah lingkungan khusus, yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan untuk menyederhanakan, memudahkan dan menyatukan pengalaman-pengalaman sosial agar dapat dipahami, diuji dan digunakan oleh anak itu sendiri dalam kehidupan sosial.
Kemampuan sosial dan personal siswa dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan adalah membangun dan mengorganisasikan kembali pengalaman yang mampu memberikan makna terhadap kehidupan siswa dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi di masa yang akan datang.
Pandangan progresif menghendaki perubahan dalam situasi pendidikan, anatara lain: memberikan kesempatan siswa untuk belajar secara perseorangan, belajar melalui pengalaman, memberi motivasi bukan perintah, melibatkan siswa dalam situasi sekolah, dan menyadarkan siswa bahwa hidup itu dinamis (selalu berubah).
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif dalam Ihat Hatimah (2007:1.18), yaitu; (1) berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah, (2) minat, dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baikuntuk belajar, (3) guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar, (4) mengembangkan kerjasama antara sekolah dengan keluarga, (5) sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
b. Pandangan Sosiokultural Konstruktivis
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, di mana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky, yang telah digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan.
Menurut Ihat Hatimah (2007:1.24), teori konstruktivis modern terbagi atas empat prinsip kunci yaitu: (1) penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran, (2) ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan mereka, (3) adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif, (4) proses pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajarai sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru.
c. Pandangan Ki Hadjar Dewantoro
Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksudterdiri dari tiga macam, yaitu; berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri (Ihat Hatimah, 2007:1.34).
Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan dalam bentuk Taman Siswa. Lahirnya pendidikan Taman Siswa diilhami oleh model pendidikan barat yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurut Ki Hadjar Dewantoro, pendidikan barat memiliki ciri; perintah, hukuman dan ketertiban.
Pendidikan pada Taman Siswa tidak menggunakan pendekatan paksaan. Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah Momong, Among, dan Ngemong. Dalam hal ini tidak ada paksaan terhadap siswa tetapi lebih kepada membimbing dan memimpin meskipun pada hal-hal tertentu peran tersebut juga tidak diperlukan. Siswa berkembang sesuai dengan kodratnya, sehingga peran guru sebagai pendamping dan orang yang membantu mengarahkan siswa sesuai dengan perkembangannya (Ihat Hatimah, 2007:1.35).
Beberapa falsafah yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantoro berkenaan dengan pendidikan: (1) Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya, (2) kodratnya itu btersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai, (3) adat istiadat sifatnya dinamis, (4) untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada masyarakat, (5) perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena terjadinya pergaulan antar bangsa.
Pembelajaran humanistik ini adalah pembelajaran yang memanusiakan manusia. Pembelajaran yang bertujuan untuk mengaktualisasi diri si pembelajar. Guru harus menyadari bahwa siswa adalah makhluk yang berbakat dan berkembang. Pengajaran beralih ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Proses belajar mengajar melibatkan siswa. Materi disesuaikan dengan pengetahuan dasar yang dimiliki siswa. Guru hendaknya mengenal, menyelami kehidupan jiwa siswa dan menyadari bahwa ia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Proses belajar ditujukan untuk memanusiakan manusia itu sendiri, maksudnya adalah mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Hal ini sesuai dengan pandangan pembelajaran humanistik progresif.
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:4) dalam metodologi pengajaran Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa, dan menumbuhkan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.
Achmad Alfianto (2006) menyebutkan bahwa pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia diibaratkan seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.
M. Ngalim Purwanto (1997:4) juga menyebutkan ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia meliputi:
1. Penguasaan Bahasa Indonesia;
2. Kemampuan memahami;
3. Keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam keperluan;
4. Apresiasi sastra.
4. Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan, yaitu: mendengar/menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan tersebut merupakan keterampilan dasar bahasa. Bahasa dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai alat komunikasi dengan orang lain dan lingkungan. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi lisan dan tertulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar