Jumat, 17 Februari 2017

Artikel Pendidikan Pendidikan

Artikel Pendidikan Pendidikan

 JASA PEMBUATAN PTK  (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

 Usai sudah proses penerimaan siswa baru, baik sekolah yang ada di bawah dinas pendidikan maupun di bawah Kementerian Agama. Proses selanjutnya yakni kegiatan pengenalan sekolah yang dulu dikenal Ospek, MOPD dan kini berganti menjadi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Ada sekolah yang menyelenggarakan tanggal 14 s/d 16 Juli 2016 ada juga yang menyelenggarakan di tanggal 18 s/d 20 Juli 2016.
Rasanya kegiatan MPLS berjalan dengan lancar tanpa adanya “korban” kegiatan MPLS yang hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kemudayaan di masa sebelumnya sebelum di resafle Presiden, yakni Prof. Anies Baswedan.
Namun, selesai MPLS atau mungkin juga saat selesai PPDB banyak pembicaraan yang menyedihkan, miris, bahkan ada kalangan yang merasa korban. Hal tersebut berkenaan dengan jumlah siswa baru yang daftar ke sebagian sekolah berkurang dengan berbagai sebab. Penyebabnya itulah yang menjadikan beberapa kalangan berpendapat dan sesekali saling “menyindir” terlebih satu sekolah dengan sekolah yang berbeda naungan atau satu sekolah negeri dengan sekolah lain yang swasta.
Hal kekurangan siswa itulah yang diberitakan pula oleh Media Pendidikan Ganesha di edisi 210 volume V Juni-Juli 2016 yang menuliskan “Selebihnya kekurangan siswa yang memprihatinkan hingga 60 sampai dengan 90 siswa. Artinya ada 2 hingga 3 bahkan 4 rombel. Padahal menurut aturan batasan minimal maksimal penerimaan siswa baru dalam satu rombelnya 32 hingga 36 siswa.”
Di bagian tulisan lainnya pun dinyatakan “Beberapa pihak meminta kepada sekolah yang kelebihan pendaftar untuk tidak memaksakan tetap memasukan sejumlah siswa yang daftar, …perlunya rasa keadilan dan panggilan nurani terhadap sekolah-sekolah yang kekurangan siswa.”
Beberapa waktu yang lalu, penulis berkesempatan berbicara dengan beberapa kepala sekolah/ madrasah di Kabupaten Ciamis yang dibawah naungan Kementerian agama, hampir semua madrasah setingkat Madrasah Tsanawiyah mengalami penurunan, terlebih madrasah yang berstatus swasta. Beberapa kepala madrasah yang penulis tanya ada yang mengatakan hal ini sebagai kewajaran yang artinya program Keluarga Berencana (KB) berhasil, namun alasan itu kurang begitu menjadi alasan, kepada sekolah yang lain menyatakan kekurangan atau berkurangnya jumlah siswa yang mendaftar dikarenakan adanya penambahan jumlah kuota siswa dan jumlah rombel di beberapa sekolah terlebih negeri yang berdampak “sepi” pendaftar ke madrasah swasta. Memang bagi sekolah yang berstatus swasta menjadi kendala tersendiri ketika mesti bersaing dengan sekolah negeri terlebih di bawah dinas pendidikan. Bukan tanpa alasan rasa kurang percaya diri tersebut, sebab sekolah di bawah Kementerian Agama, terlebih yang swasta seakan “dianak tirikan.”
Tentu hal tersebut bukan tanpa bukti dan kenyataan di lapangan. Sebagai contoh Pemda Ciamis mengeluarkan beasiswa atau bantuan Calakan diperuntukan bagi siswa yang bersekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan. Dana yang disiapkan sebesar 750.000.000 tidak menyebrang ke sekolah di bawah naungan Kementerian Agama. Kasus lainnya yakni beberapa bulan yang lalu, beberapa orang tua yang menyekolahkan anaknya di madrasah mengeluhkan karena anaknya tidak mendapatkan bantuan yang katanya “ada peranan dari partai politik.” Namun, tetangganya yang anaknya sekolah di sekolah naungan Dinas Pendidikan tidak sedikit yang menerimanya. Ini yang menjadi perbincangan “seru” di kalangan kepala madrasah terlebih yang berstatus swasta. Bahkan hal ini pula yang dipertanyakan oleh beberapa perwakilan madrasah saat ada sosialisasi KIP dari pihak Kementerian Agama di MAN 2 Ciamis, beberapa waktu lalu. Ini menjadi PR tersendiri bagi pejabat yang memegang Kebijakan di Kementerian Agama agar bisa “bergaining” dengan pihak-pihak lain agar bantuan ke madrasah tidak ketinggalan dibanding sekolah di bawah dinas.
Masalah lain yang satu sisi menjadi perhatian yakni menjamurnya sekolah baru baik yang di bawah Dinas Pendidikan maupun di bawah Kementerian Agama. Satu sisi memudahkan siswa bersekolah dengan jarak yang dekat dan mengurangi biaya, namun sisi lain bagi sekolah yang ada dan lama menjadi persoalan sebab mau tidak mau harus “berbagi” siswa dengan sekolah yang baru. Dan akhirnya ini menjadi kendala, kemungkinan besar jika hal tersebut tidak dilakukan pembatasan, maka siap-siap ada sekolah yang siswanya di bawah 10 orang bahkan mungkin “gulung tikar.”
Ternyata fenomena kekurangan murid menjadi berita pendidikan di Surat Kabar “PR” di hari Rabu, 3 Agustus 2016 yang memberikatan dengan judul “Ratusan Guru Sekolah Swasta Berunjuk Rasa.” Dalam beritanya tuliskan “…Mereka menilai proses penerimaan calon siswa yang dilakukan sekolah negeri sangat merugikan puluhan sekolah swasta di Kota Sukabumi. Proses PPDB mengancam puluhan sekolah swasta di Kota Sukabumi gulung tikar karena kekurangan siswa. Terindikasi kuat proses PPDB di sekolah-sekolah negeri ada pelanggaran. Proses penerimaan siswa baru sangat merugikan sekolah-sekolah swasta.” Kata koordinator aksi unjuk rasa, Ade Munhiar, Selasa (2/8/2016). Pelanggaran yang dimaksud yakni dengan penambahan kelas/ rombel yang begitu banyak, serta kuota penerimaan yang tak terbatas, hingga bisa dikatakan menerima setiap siswa yang mendaftar yang akhirnya sekolah swasta sedikit siswa.
Jujur, tulisan ini menjadi kepedulian penulis yang masih penuh kelemahan di dunia pendidikan dengan mirisnya pendaftar ke sekolah di bawah naungan Kementerian Agama maupun Dinas Pendidikan terlebih berstatus swasta, dengan fasilitas seadanya. Semoga tulisan ini menjadi bahan pemikiran dan renungan bersama. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar