Selasa, 14 Februari 2017

PTK Bahasa Indonesia Kelas III

PTK Bahasa Indonesia Kelas III

 JASA PEMBUATAN PTK  (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini
 
 BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Sekolah Dasar (SD) bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar calistung (baca tulis hitung), pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa yang sesuai dengan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar “baca tulis” maka peranan pengajaran Bahasa Indonesia di SD menjadi sangat penting. Pembelajaran Bahasa Indonesia tidak hanya pada tahap keberwacanan (di kelas I dan kelas II) tetapi juga pada tercapainya kemahiran wacanan (di kelas-kelas tinggi atau kelas III sampai kelas VI SD).
Hakikatnya belajar bahasa adalah belajar komunikasi, oleh sebab itu pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis (Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Kelas II, 1994:20).
Belajar Bahasa Indonesia siswa harus menguasai empat keterampilan berbahasa, yaitu: keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) yang mempunyai peran penting adalah aspek keterampilan menulis (Zuchdi, 1997:100). Sedangkan menurut Ary (2004) kegiatan berbahasa tersulit adalah menulis. Sebab, menulis ini tidak hanya melibatkan representasi grafis pembicaraan, tetapi juga pengembangan dan presentasi pemikiran secara terstruktur.
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasaan yang harus dimiliki oleh para siswa yang sedang belajar mulai tingkat pendidikan dasar (SD) sampai perguruan tinggi (PT). Keterampilan menulis sifatnya fungsional bagi pengembangan diri untuk kehidupan masyarakat. Menurut Harris (1988) membuat kalimat termasuk ke dalam kegiatan untuk keterampilan menulis, karena itu membuat kalimat juga berarti mengungkapkan ide dan berkomunikasi dengan orang lain melalui simbol-simbol bahasa. Dalam membuat kalimat perlu memperhatikan dua hal, yaitu substansi dari hasil tulisan (ide yang diekspresikan) dan aturan struktur bahasa yang benar (grammatical form and syntactic pattern). Unsur-unsur pembentuk kalimat seperti subyek, predikat, obyek dan keterangan dengan benar dan jelas bagi pembaca, mengungkapkan gagasan utama secara jelas, membuat teks koheren, sehingga orang lain mampu mengikuti pengembangan gagasan serta memperkirakan pengetahuan yang dimiliki target pembaca.
Salah satu kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diajarkan di kelas III  SD semester I adalah 4.1 Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan. Kompetensi dasar ini dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator di antaranya :
  • Mengurutkan kalimat dari kartu kalimat
  • Menyusun paragraf berdasarkan kartu kalimat dengan ejaan yang tepat
Ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran ditunjukkan dengan dikuasainya materi pembelajaran oleh siswa. Tercapainya tujuan pembelajaran tersebut dapat diukur dengan tes hasil belajar. Berdasarkan hasil tes belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia materi Membuat Teks paragraf di kelas III SDN Xxxxxx 03 Kecamatan Yyyyyy tempat peneliti bekerja, peneliti menemukan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Harapannya dengan pembelajaran yang dilakukan peneliti adalah hasil belajar siswa akan lebih baik, kenyataannya masih banyak anak-anak yang belum mencapai standar Kriteria Ketuntasan Minimal yang ditetapkan.
Data menunjukkan bahwa kemampuan siswa Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan sangat memprihatinkan atau masih rendah, yaitu dari 20 siswa hanya 6 siswa yang mendapat nilai di atas 65 (di atas KKM) setelah diadakan tes awal kemampuan siswa dalam membuat kalimat Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktoberr 2010 atau hanya 30% siswa yang memenuhi KKM.
Rendahnya kemampuan siswa dalam Menyusun Paragraf Berdasarkan Bahan yang Tersedia dengan Memperhatikan Penggunaan Ejaan ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: kurangnya latihan yang diberikan guru, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas kurang bervariasi dan kurang mengesankan serta kurangnya tugas yang diberikan oleh guru.
Nursidik K. (2007) karakteristik  usia SD senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Permainan menurut Carrier (1982) mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi guru bahasa, sebab permainan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bahasa tertentu dengan situasi yang tidak terlalu formal. Sedangkan menurut Hadfield (1984) permainan merupakan aktivitas yang mempunyai tujuan dan elemen kesenangan. Menurut Frieda (2007) seorang staf pengajar psikologi UI dalam acara Forum  Nasional di Depok, pada saat melakukan permainan  terlihat gembira dan tertawa. Tertawa sebelum belajar adalah bukan sesuatu hal yang buruk. Suasana gembira justru membangkitkan semangat . Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, dalam Quantum Learning, membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif. Emosi positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal (Hernowo, 2007:27). Menurut Meier dalam Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan oleh Hernowo (2007), pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap diri si pembelajar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti berkeinginan melakukan PTK dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Menyusun Paragraf Pada Siswa Kelas III Melalui Permainan Kartu”. Peneliti ingin mencoba mengubah tradisi lama ke arah yang lebih baru, kondusif dan komunikatif.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil analisis pada latar belakang masalah dapat digunakan sebagai dasar untuk merumuskan masalah yang akan digunakan sebagai fokus perbaikan pembelajaran sebagai berikut :
1.      Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran Menyusun Paragraf pada siswa kelas III dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia?
2.      Apakah penggunaan Permainan Kartu dalam pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan Menyusun Paragraf  pada siswa kelas III SDN Xxxxxx 03?
C.  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.      Meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia melalui permainan kartu.
2.      Meningkatkan keterampilan menyusun paragraf Bahasa Indonesia melalui permainan kartu pada siswa kelas III SDN Xxxxxx 03.
D.  Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat memberikan konstribusi dan manfaat.
1.      Bagi Siswa
Penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa khususnya keterampilan menyusun paragraf. Selain itu, melalui permainan kartu siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Menghilangkan anggapan bahwa belajar bahasa itu membosankan.
  1. Bagi Guru
Penelitian ini dapat memacu guru agar lebih kreatif dalam menggunakan metode pembelajaran dan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran.
  1. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sekolah dapat meningkatkan fasilitas pembelajaran yang dibutuhkan siswa dan guru.
Batasan atau Penegasan Istilah
Menghindari terjadinya kesalahan penafsiran istilah dalam memahami inti masalah dalam penelitian ini, ditegaskan arti dari beberapa istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Meningkatkan adalah proses upaya-upaya kegiatan yang dilakukan supaya terjadi suatu perubahan ke arah yang lebih baik dan atau bertambahnya sesuatu perubahan dari segi jumlah/kuantitas.
2.      Keterampilan adalah kecakapan atau kemampuan melakukan sesuatu tugas pada siswa.
3.      Membuat adalah mengadakan (menghasilkan, menjadikan) sesuatu benda (barang, dsb).
4.      Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.
5.      Paragraf adalah deretan dua kalimat atau lebih yang memiliki satu ide pokok atau gagasan pokok, diikuti beberapa kalimat penjelas.
6.      Pembelajaran adalah suatu kegiatan guru dalam memilih menetapkan, mengembangkan metode/strategi yang optimal untuk mencapai hasil belajar siswa yang diinginkan.
7.      Permainan adalah perbuatan yang dilakukan dengan tidak bersungguh-sungguh atau biasa saja.
8.      Kartu adalah kertas yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang relatif sesuai kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang terdiri dari: kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata, dan kartu kalimat.
9.      Dalam pembelajaran kali ini yang akan kita gunakan adalah kartu kalimat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar
Belajar adalah terjadinya perubahan pada diri orang belajar karena pengalaman (Darsono, dkk, 2000:4). Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik (Darsono, dkk, 2000:24). Ada beberapa definisi belajar menurut beberapa pakar psikologi pendidikan dalam Moh. Rosyid (2006:9) diantaranya Gagne (1977), belajar merupakan perubahan kecakapan yang berlangsung dalam periode tertentu yang bukan berasal dari proses pertumbuhan (fisik). Morgan, at.al (1986), belajar merupakan perubahan relatif permanen karena hasil praktek atau pengalaman. Slavein (1994), belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman (experience). Menurut Slameto dalam Syaiful Bahri (2002:13), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Skinner (1985) dalam Muhibbin Syah (2000:89), belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Habermas (Rene, 1996), belajar baru terjadi jika ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebab keduanya tidak dapat dipisahkan (Ihat Hatimah, dkk: 1.8). James O. Wittaker dalam Wasty Soemanto (1999:104) mengatakan bahwa belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia, dengan belajar manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia adalah hasil dari belajar. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk perubahan untuk mencapai suatu tujuan.
Berdasarkan pengertian di muka, belajar adalah kegiatan/proses  manusia untuk berubah menjadi lebih baik, dari tidak tahu menjadi tahu. Kegiatan belajar terjadi terus menerus atau belajar sepanjang hayat. Memahami keadaan lingkungan itu juga merupakan kegiatan belajar. Lingkungan belajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.
2. Pembelajaran Humanistik
Belajar lebih dari sekedar mengingat. Bagi siswa untuk dapat benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus belajar untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu bagi dirinya sendiri, dan selalu bergaul dengan ide-ide. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan sejumlah informasi ke dalam benak siswa, tetapi mengusahakan menanamkan konsep yang penting dalam diri siswa.
Pandangan tentang pembelajaran humanistik, ada 3 yaitu:
a.       Pandangan Progresif
Pandangan progresif memfokuskan kepada anak sebagai orang yang mau belajar daripada sebagai subyek belajar. Masyarakat pendidikan menghendaki agar pengajaran memperhatikan minat, kebutuhan dan kesiapan anak untuk belajar, dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial sekolah. John Dewey sebagai tokoh progresif memandang siswa sebagai makhluk sosial yang aktif dan ingin memahami lingkungan di mana siswa berada, lingkungan kehidupan manusia secara personal maupun kolektif (sosial).
Menurut Dewey (Tilaar: 2000) dalam Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan (Ihat, 2007:1.16), pendidikan merupakan proses sosial bagi orang yang belum dewasa (dalam hal ini anak-anak) untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipatif dalam masyarakat. Sekolah adalah lingkungan khusus, yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan untuk menyederhanakan, memudahkan dan menyatukan pengalaman-pengalaman sosial agar dapat dipahami, diuji dan digunakan oleh anak itu sendiri dalam kehidupan sosial.
Kemampuan sosial dan personal siswa dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan adalah membangun dan mengorganisasikan kembali pengalaman yang mampu memberikan makna terhadap kehidupan siswa dan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi di masa yang akan datang.
Pandangan progresif menghendaki perubahan dalam situasi pendidikan, anatara lain: memberikan kesempatan siswa untuk belajar secara perseorangan, belajar melalui pengalaman, memberi motivasi bukan perintah, melibatkan siswa dalam situasi sekolah, dan menyadarkan siswa bahwa hidup itu dinamis (selalu berubah).
Terdapat lima prinsip pendidikan progresif dalam Ihat Hatimah (2007:1.18), yaitu; (1) berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah, (2) minat, dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baikuntuk belajar, (3) guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar, (4) mengembangkan kerjasama antara sekolah dengan keluarga, (5) sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
b.      Pandangan Sosiokultural Konstruktivis
Konstruktivisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, di mana keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky, yang telah digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan.
Menurut Ihat Hatimah (2007:1.24), teori konstruktivis modern terbagi atas empat prinsip kunci yaitu: (1) penekanannya pada hakikat sosial dari pembelajaran, (2) ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan mereka, (3) adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif, (4) proses pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajarai sesuatu. Kemampuan awal tersebut akan menjadi dasar dalam mengonstruksi pengetahuan yang baru.
c.       Pandangan Ki Hadjar Dewantoro
Pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir ataupun batin. Kemerdekaan yang dimaksudterdiri dari tiga macam, yaitu; berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri (Ihat Hatimah, 2007:1.34).
Salah satu pikiran Ki Hadjar Dewantoro tentang pendidikan diwujudkan dalam bentuk Taman Siswa. Lahirnya pendidikan Taman Siswa diilhami oleh model pendidikan barat yang tidak menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurut Ki Hadjar Dewantoro, pendidikan barat memiliki ciri; perintah, hukuman dan ketertiban.
Pendidikan pada Taman Siswa tidak menggunakan pendekatan paksaan. Dasar pendidikan yang dipergunakan adalah Momong, Among, dan Ngemong. Dalam hal ini tidak ada paksaan terhadap siswa tetapi lebih kepada membimbing dan memimpin meskipun pada hal-hal tertentu peran tersebut juga tidak diperlukan. Siswa  berkembang sesuai dengan kodratnya, sehingga peran guru sebagai pendamping dan orang yang membantu mengarahkan siswa sesuai dengan perkembangannya (Ihat Hatimah, 2007:1.35).
Beberapa falsafah yang dikemukakan Ki Hadjar Dewantoro berkenaan dengan pendidikan: (1) Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya, (2) kodratnya itu btersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai, (3) adat istiadat sifatnya dinamis, (4) untuk mengetahui karakteristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan datang pada masyarakat, (5) perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena terjadinya pergaulan antar bangsa.
Pembelajaran humanistik ini adalah pembelajaran yang memanusiakan manusia. Pembelajaran yang bertujuan untuk mengaktualisasi diri si pembelajar. Guru harus menyadari bahwa siswa adalah makhluk yang berbakat dan berkembang. Pengajaran beralih ke arah penyelenggaraan sekolah progresif, sekolah kerja, sekolah pembangunan, dan sekolah yang menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Proses belajar mengajar melibatkan siswa. Materi disesuaikan dengan pengetahuan dasar yang dimiliki siswa. Guru hendaknya mengenal, menyelami kehidupan jiwa siswa dan menyadari bahwa ia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Proses belajar ditujukan untuk memanusiakan manusia itu sendiri, maksudnya adalah mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal. Hal ini sesuai dengan pandangan pembelajaran humanistik progresif.
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Menurut M. Ngalim Purwanto (1997:4) dalam metodologi pengajaran Bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling belajar dari orang lain, memahami orang lain, menyatakan diri, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa, dan menumbuhkan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia.
Achmad Alfianto (2006) menyebutkan bahwa pendidikan Bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Oleh karena itu, mata pelajaran Bahasa Indonesia diibaratkan seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.
M. Ngalim Purwanto (1997:4) juga menyebutkan ruang lingkup pembelajaran bahasa Indonesia meliputi:
1.      Penguasaan Bahasa Indonesia;
2.      Kemampuan memahami;
3.      Keterampilan berbahasa/menggunakan bahasa untuk segala macam keperluan;
4.      Apresiasi sastra.
4. Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan, yaitu: mendengar/menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Keterampilan tersebut merupakan keterampilan dasar bahasa. Bahasa dalam kehidupan sehari-hari berfungsi sebagai alat komunikasi dengan orang lain dan lingkungan. Komunikasi yang dilakukan dapat berupa komunikasi lisan dan tertulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar