Jumat, 10 Februari 2017

CONTOH PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA

CONTOH PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA



Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

 LATAR BELAKANG MASALAH

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.

Menurut  Muchlisoh (1992:119), empat aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

  1. Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak.
  2. Keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan berbicara.

 Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar adalah sesuai degan konteks waktu, tujuan dan suasana saat komunikasi dilangsungkan. Standar kompetensi Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan peserta didik yang mengggambarkan penguasaan pengetahaun keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang dimaksud yaitu, peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan.

Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka.

Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.

Menurut pandangan “whole language” membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.

Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas rendah Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran.



“Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat” (Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu (1993: 131) “Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru terlalu banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara”.

Kenyataan di lapangan, khususnya di kelas II SDN Cibogo masih terdapat siswa yang kemampuan membacanya kurang. Hal ini terbukti dari hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca hanya mencapai 50, sedangkan KKM pelajaran bahasa Indonesia di kelas II SDN Cibogo sebesar 65. Faktor penyebab dari kemampuan membaca siswa masih kurang, diantaranya kefasihan dalam membaca kurang lancar, pelafalan, dan intonasi dalam membaca belum tepat. Selain itu faktor penyebab lain diantaranya minat baca siswa kurang, bimbingan dari keluarga masih kurang, motivasi yang diberikan kepada siswa baik dari guru maupun keluarga masih kurang, serta teknik pembelajaran yang digunakan secara konvensional.  



Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca permulaan di SD salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui permainan bahasa. Menurut Seto Mulyadi (2006:71) yang dimaksud dengan “Bermain dalam konteks pembelajaran tidak sekedar bermain-main. Namun, bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar siswa”. Melalui interkasinya dengan permainan, seorang anak belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalamai frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari.

Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata menjadi lebih baik. Diaz, A. (1992:142) mengemukakan pula bahwa dalam bermain, anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya.

Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA MELALUI TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH DASAR (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya).



C.    PERUMUSAN MASALAH

1.      Identifikasi Masalah

Menurut Akhadiah (1991/1992: 31), “Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II”. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).

 Dalam hal pembelajaran membaca di Sekolah Dasar, kemampuan membaca siswa Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya secara umum masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu minat baca siswa, guru dan metode yang digunakan dalam pembelajaran, bahan bacaan, serta kondisi perpustakaan sekolah.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya menyadari bahwa siswanya kurang berminat pada membaca, maka guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa dalam melengkapi cerita yang menekankan pada pemberian permainan untuk meningkatkan minat siswa dalam membaca.

2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut :

a.       Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

b.      Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

c.       Bagaimana peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?



3.      Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah tentang meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo, peneliti mengemas dalam suatu kegiatan kolaboratif  PTK, yaitu sebagai berikut :

  1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.
  2. Melaksanakan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.
  3. Melakukan pembelajaran bersiklus dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai upaya berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.



D.    TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

2.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

3.      Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.



E.     MANFAAT PENELITIAN

1.      Manfaat Teoretis

Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang terkait digunakannya teknik permainan bahasa melengkapi cerita untuk meningkatkan kemampuan  membaca siswa Sekolah Dasar.

2.      Manfaat Praktis

Secara khusus manfaat dari penelitian ini adalah bermanfaat bagi siswa, guru, dan peneliti lainnya.

a.       Bagi Siswa

1)      Memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam hal pengembangan potensi minat dan bakat melalui pembelajaran yang menyenangkan.

2)      Sebagai wahana dan fasilitas untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

3)      Memberikan motivasi untuk gemar belajar bahasa Indonesia, sehingga proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

b.      Bagi Guru

1)      Untuk memperoleh gambaran dan menjadikan suatu alternatif teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

2)      Menjadikan dorongan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan dengan melaksanakan pembelajaran yang bermakna.

3)      Memberikan pengalaman berupa mengatasi permasalahan pembelajaran melalui pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.

c.       Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis sehingga dapat menghasilkan beragam teknik pembelajaran baru dalam membaca khususnya dan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.



F.     LANDASAN TEORI

1.      Pembelajaran Membaca 

a.      Hakikat Membaca

Menurut Vacca (1991:172), “Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan”. Dalam kegiatan membaca, pembaca memproses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna. Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar.

Menurut Harris dan Sipay (1980:10) “Membaca sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis”. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan keterampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis.

Dilain pihak, Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan :

Membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.



Menurut Smith (1985:12) “Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual”. Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Menurut Anderson (1972:211) “Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan, maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalaman penafsirannya”. Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Peramalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis.

Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa “Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca”.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

b.      Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Menurut Anderson (1972:209), “Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decodingMembaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.

Menurut Syafi’ie (1999:7), bahwa “Pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan”. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the word dalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.

Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206), bahwa :

Proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) Visual Memory (VM), (b) Phonological Memory (PM), dan (c) Semantic Memory (SM). Lambang-lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya.



Tingkat Visual Memory (VM), huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat Phonological Memory (PM) terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari Visual Memory (VM) dan Phonological Memory (PM). Akhirnya pada tingkat Memory (SM) terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan/kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.

Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.

2.      Kemampuan Membaca

Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Tarigan (1999:10-11), “Keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu : (1) pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning.”

Hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning pada hakikatnya merupakan keterampilan intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

Wiryodijoyo (1989:7-10) menyatakan bahwa :

Membaca sebagai keterampilan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keterampilan mengenal kata, keterampilan pemahaman, dan keterampilan belajar. Keterampilan mengenal kata dipelajari di kelas-kelas permulaan sekolah dasar. Pada pokoknya keterampilan ini berupa keterampilan membaca kata-kata dasar, keterampilan membaca kata-kata berimbuhan, keterampilan membaca kata-kata majemuk, keterampilan membaca kelompok kata.



Keterampilan pemahaman merupakan keterampilan mengembangkan kemampuan bahasa. Secara garis besar keterampilan membaca diikhtisarkan sebagai berikut. (1) pemahaman sebenarnya, yaitu pemahaman terhadap keterampilan-keterampilan dasar dan mendapatkan arti dari konteks, (2) keterampilan menafsirkan, (3) keterampilan evaluasi. Keterampilan belajar pada “membaca” dikenal sebagai keterampilan fungsional. Pada umumnya membaca pada pokok masalah tertentu lebih sulit daripada membaca yang dilakukan sehari-hari.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi. Komponen utama yang tercakup dalam keterampilan membaca adalah (1) pengenalan terhadap aksara, kata-kata, dan tanda baca yang biasanya dipelajari pada kelas permulaan, dan (2) pemahaman terhadap kata, kelompok kata, dan kalimat untuk kemudian menafsirkannya sebagai suatu makna.

3.      Teknik Permainan Bahasa

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Menurut Semiawan, (2002:21), bahwa :

Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.



Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996:3) permainan memiliki sifat sebagai berikut:

a.       Permaianan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan.

b.      Pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya.

c.       Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral.

d.      Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya.

e.       Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.



Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) “Permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna”. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan. Menurut Hidayat (1980:5) “Permainan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan”.





Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa. Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Baik bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin, bakat dan minat masing-masing. Tujuan utama permainan bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar keterampilan berbahasa tertentu misalnya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan.

Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa “Interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak”. Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Maslaah yang harus diselesaikan itulah dapat melatih keterampilan berbahasa. Alat permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa. Keberadaan alat-alat permainan dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak.

 Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. 

4.      Penggunaan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai salah satu alat pembelajaran yang berupa kartu yang berisi kata yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar siswa dalam pembelajaran membaca. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah dengan mengurutkan kartu yang berisi kata utama sebuah cerita sehingga sesuai dengan urutannya dan membentuk sebuah bacaan yang baik. Dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diajak bermain sambil belajar. Artinya, guru membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak disadari melakukan kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya baik secara individu maupun kelompok agar dapat memenangkan permainan. Dalam kegiatan belajar menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini, guru hanya bertindak sebagai “juri” atau “wasit” yang menentukan waktu dan pemenang permainan. Dengan demikian, siswa akan merasa tertantang dan berusaha supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas sebagai motivator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat. Artinya, siswa tidak curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh siswa atau kelompok lain, dan sebagainya.

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita yang tepat akan dapat mewujudkan harapan tersebut. Di samping itu, diperlukan pula langkah-langkah pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan penggunaan media pembelajaran yang dipilih. Dengan kata lain, pemilihan media pembelajaran yang tepat harus disertai dengan langkah-langkah pembelajaran yang tepat pula. Sebelum melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita terlebih dahulu guru harus mengetahui tahap-tahap pelaksanaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran.

Secara garis besar, tahap-tahap melengkapi cerita menurut Neni (dalam skripsi, 2008) adalah sebagai berikut:

a.       Guru menginformasikan siswa tentang cara bermain kartu kata dan menetapkan waktu permainan.

b.      Guru membagikan kartu kata kepada siswa secara kelompok.

c.       Siswa secara berkelompok berusaha mengurutkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan urutannya yang tepat, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan siswa.

d.      Secara perwakilan, siswa menempelkan hasil kartu kata di papan tulis.

e.       Melakukan diskusi kelas untuk menentukan jawaban kartu kata yang tepat dan pemenang permainan. Kelompok yang keluar sebagai pemenang dihargai dan dirayakan.



Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.

Salah satu teknik permainan bahasa melengkapi cerita, pada kartu yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang hilang. Kemudian membuat kartu kata yang cocok dengan celah itu. Cara membuatnya, sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu kalimat. Proses pembelajarannya, satu atau dua orang membaca kalimat dan mencocokkan kartu-kartu kata dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat untuk melengkapi cerita tersebut.

Dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita di atas, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur secara tepat. Hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang membaca cerita daripada guru menerangkan teknik dan cara membaca dari awal hingga akhir pelajaran. Dalam hal ini, siswa secara aktif dapat menyimpulkan sendiri materi pelajaran tersebut.

Beberapa kelebihan media pembelajaran kartu bercerita, menurut Neni (dalam skripsi, 2008) di antaranya sebagai berikut : 

a.       Siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan dengan kadar proses mental yang lebih tinggi.

b.      Kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar kepada siswa.

c.       Pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat sesama anggota dalam kelompok.

d.      Siswa lebih dikenalkan pada kompetisi yang sehat dalam mencapai tujuan.

e.       Menambah tingkat penghargaan pada diri siswa maupun kelompok.

f.       Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

g.      Dapat menghindarkan cara belajar tradisional, yaitu cara belajar yang memusatkan guru sebagai sumber belajar.

h.      Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga tahan lama dalam ingatan.



Informasi/materi pelajaran yang diolah dan ditemukan sendiri biasanya akan lebih kaya, dalam, dan tahan lama dalam ingatan siswa dibandingkan dengan informasi yang diberikan oleh orang lain (guru). Hal ini beralasan karena siswa mengalami secara langsung proses terjadinya informasi itu. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita menuntut siswa untuk mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik permainan bahasa melengkapi cerita dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari, sehingga lebih tahan lama dalam ingatan siswa.

5.      Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi  Cerita

a.       Perencanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Perencenaan menurut Hadari Nawawi (1982 : 16) adalah “Menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”. Sedangkan pembelajaran menurut Mulyani Sumantri (1988 : 95) adalah “Suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik”. Merujuk pada pemahaman diatas, perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran dan penilaian dalam alokasi waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Kaitannya dengan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini, perencanaan yang diteliti terfokus pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah bentuk rencana pembelajaran yang spesifik pada setiap temuan pembelajaran.

Dalam membagi perencanaan pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Ilmiah, 2) Relevan, 3) Sistematis, 4) Konsisten, 5)Memadai, 6) Aktual dan Kontekstual, 7) Fleksibel, dan 8) Menyeluruh. Secara umum, ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik adalah sebagai berikut :

1)      Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa.

2)      Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

3)      Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila RPP digunakan oleh guru lain (misalnya, ketika guru mata pelajaran tidak hadir), mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.

Langkah-langkah penyusunan RPP:

1)      Mencantumkan Identitas

Identitas RPP terdiri dari :

a)      Nama Sekolah

b)      Mata Pelajaran

c)      Kelas/Semester

d)     Standar Kompetensi

RPP disusun untuk satu standar kompetensi

Rumuskan Standar Kompetensi (SK) dari setiap mata pelajaran yang didasarkan pada tujuan akhir dari mata pelajaran tersebut. Tuliskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (lihat pada lampiran daftar kata kerja operasional).

e)      Kompetensi Dasar

(1)   Jabarkan SK yang telah dirumuskan menjadi beberapa KD untuk memudahkan pencapaian dan pengukukurannya. Tuliskan dengan kata kerja operasional seperti pada SK yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila perlu gunakan kata kerja yang paling tinggi tingkatannya dalam ranah yang terkait.

(2)   Bilamana perlu dan masih dianggap relevan, dapat menambahkan beberapa KD lagi.

f)       Indikator

Indikator merupakan :

(1)   Penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

(2)   Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.

(3)   Rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

(4)   Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

(5)   Disusun dengan kalimat operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD (Audience = Siswa, Behavior = Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree = Peringkat / ukuran).

Catatan :    SK – KD- Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terikat tidak dapat dipisahkan.

g)      Alokasi Waktu

Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah pada urutan Tahap Pembelajaran yaitu Pendahuluan, Penyajian, dan Penutup.

2)      Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Penetapan tujuan pembelajaran mengacu pada indikator dan pengalaman belajar siswa. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran jangan dibedakan menurut waktu pertemuan sehingga target-target yang akan dicapai tiap pembelajaran jelas kelihatan.

3)      Mencantumkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada dalam silabus materi pokok tersebut. Kemudian dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk memudahkan penetapan uraian materi dapat mengacu dari indikator.

4)      Mencantumkan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan / atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran dan metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa.

5)      Mencantumkan Langkah-langkah Pembelajaran

Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan.pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan / pembuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :

a)      Kegiatan Pendahuluan

(1)   Orientasi

Memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang dibelajarkan. Dapat dilakukan dengan menunjukkan benda yang menarik, memberikan ilustrasi, membaca berita di surat kabar dan sebagainya.

(2)   Apersepsi

Memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan.

(3)   Motivasi

Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan dipelajari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar