Sabtu, 03 Desember 2016

CONTOH PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA

CONTOH PROPOSAL MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA

JASA PEMBUATAN PTK  (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)


Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini


Atau Cek FB Kami DISINI 

 LATAR BELAKANG MASALAH

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa Sekolah Dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan. Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak. Membaca merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.

Menurut  Muchlisoh (1992:119), empat aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

  1. Keterampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi keterampilan membaca dan menyimak.
  2. Keterampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi keterampilan menulis dan berbicara.

 Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan dan tulisan. Kemampuan berkomunikasi yang baik dan benar adalah sesuai degan konteks waktu, tujuan dan suasana saat komunikasi dilangsungkan. Standar kompetensi Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan peserta didik yang mengggambarkan penguasaan pengetahaun keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap Bahasa Indonesia. Standar kompetensi yang dimaksud yaitu, peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan.

Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Oleh karena itu, peranan pengajaran Bahasa Indonesia khususnya pengajaran membaca di SD menjadi sangat penting. Pengajaran Bahasa Indonesia di SD yang bertumpu pada kemampuan dasar membaca dan menulis juga perlu diarahkan pada tercapainya kemahirwacanaan. Keterampilan membaca dan menulis, khususnya keterampilan membaca harus segera dikuasai oleh para siswa di SD karena keterampilan ini secara langsung berkaitan dengan seluruh proses belajar siswa di SD. Keberhasilan belajar siswa dalam mengikuti proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah sangat ditentukan oleh penguasaan kemampuan membaca mereka.

Siswa yang tidak mampu membaca dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata pelajaran. Siswa akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami informasi yang disajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku-buku bahan penunjang dan sumber-sumber belajar tertulis yang lain. Akibatnya, kemajuan belajarnya juga lamban jika dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.

Menurut pandangan “whole language” membaca tidak diajarkan sebagai suatu pokok bahasan yang berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan dalam pembelajaran bahasa bersama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa dalam proses pembelajaran bahasa, keterampilan berbahasa tertentu dapat dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang lain. Pengaitan keterampilan berbahasa yang dimaksud tidak selalu melibatkan keempat keterampilan berbahsa sekaligus, melainkan dapat hanya menyangakut dua keterampilan saja sepanjang aktivitas berbahasa yang dilakukan bermakna.

Pembelajaran membaca di SD dilaksanakan sesuai dengan pembedaan atas kelas-kelas awal dan kelas-kelas tinggi. Pelajaran membaca dan menulis di kelas-kelas awal disebut pelajaran membaca dan menulis permulaan, sedangkan di kelas-kelas tinggi disebut pelajaran membaca dan menulis lanjut. Pelaksanaan membaca permulaan di kelas rendah Sekolah Dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat, sedangkan membaca dengan buku merupakan kegiatan membaca dengan menggunakan buku sebagai bahan pelajaran.



“Tujuan membaca permulaan di kelas rendah adalah agar siswa dapat membaca kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat” (Depdikbud, 1994/1995: 4). Kelancaran dan ketepatan anak membaca pada tahap belajar membaca permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di kelas rendah. Dengan kata lain, guru memegang peranan yang strategis dalam meningkatkan keterampilan membaca siswa. Peranan strategis tersebut menyangkut peran guru sebagai fasilitator, motivator, sumber belajar, dan organisator dalam proses pembelajaran. Guru yang berkompetensi tinggi akan sanggup menyelenggarakan tugas untuk mencerdaskan bangsa, mengembangkan pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan membentuk ilmuwan dan tenaga ahli. Menurut Badudu (1993: 131) “Pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di SD ialah guru terlalu banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan berbicara”.

Kenyataan di lapangan, khususnya di kelas II SDN Cibogo masih terdapat siswa yang kemampuan membacanya kurang. Hal ini terbukti dari hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca hanya mencapai 50, sedangkan KKM pelajaran bahasa Indonesia di kelas II SDN Cibogo sebesar 65. Faktor penyebab dari kemampuan membaca siswa masih kurang, diantaranya kefasihan dalam membaca kurang lancar, pelafalan, dan intonasi dalam membaca belum tepat. Selain itu faktor penyebab lain diantaranya minat baca siswa kurang, bimbingan dari keluarga masih kurang, motivasi yang diberikan kepada siswa baik dari guru maupun keluarga masih kurang, serta teknik pembelajaran yang digunakan secara konvensional.  



Untuk mengoptimalkan pembelajaran membaca permulaan di SD salah satu alternatif yang dapat dilakukan ialah melalui permainan bahasa. Menurut Seto Mulyadi (2006:71) yang dimaksud dengan “Bermain dalam konteks pembelajaran tidak sekedar bermain-main. Namun, bermain memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuan emosional, fisik, sosial dan nalar siswa”. Melalui interkasinya dengan permainan, seorang anak belajar meningkatkan toleransi mereka terhadap kondisi yang secara potensial dapat menimbulkan frustrasi. Kegagalan membuat rangkaian sejumlah obyek atau mengkonstruksi suatu bentuk tertentu dapat menyebabkan anak mengalamai frustrasi. Dengan mendampingi anak pada saat bermain, pendidik dapat melatih anak untuk belajar bersabar, mengendalikan diri dan tidak cepat putus asa dalam mengkonstruksi sesuatu. Bimbingan yang baik bagi anak mengarahkan anak untuk dapat mengendalikan dirinya kelak di kemudian hari untuk tidak cepat frustrasi dalam menghadapi permasalahan kelak di kemudian hari.

Secara fisik, bermain memberikan peluang bagi anak untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Permaian seperti dalam olahraga mengembangkan kelenturan, kekuatan serta ketahanan otot pada anak. Permaian dengan kata-kata (mengucapkan kata-kata) merupakan suatu kegiatan melatih otot organ bicara sehingga kelak pengucapan kata-kata menjadi lebih baik. Diaz, A. (1992:142) mengemukakan pula bahwa dalam bermain, anak juga belajar berinteraksi secara sosial, berlatih untuk saling berbagi dengan orang lain, menignkatkan tolerasi sosial, dan belajar berperan aktif untuk memberikan kontribusi sosial bagi kelompoknya.

Melalui bermain, anak juga berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan nalarnya, karena melalui permainan serta alat-alat permainan anak-anak belajar mengerti dan memahami suatu gejala tertentu. Kegiatan ini sendiri merupakan suatu proses dinamis di mana seorang anak memperoleh informasi dan pengetahuan yang kelak dijadikan landasar dasar pengetahuannya dalam proses belajar berikutnya di kemudian hari.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA SISWA MELALUI TEKNIK PERMAINAN BAHASA MELENGKAPI CERITA DI SEKOLAH DASAR (Penelitian Tindakan Kelas pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya).



C.    PERUMUSAN MASALAH

1.      Identifikasi Masalah

Menurut Akhadiah (1991/1992: 31), “Pembelajaran membaca permulaan diberikan di kelas I dan II”. Tujuannya adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisan dengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Pembelajaran membaca permulaan merupakan tingkatan proses pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi visual bahasa. Tingkatan ini sering disebut dengan tingkatan belajar membaca (learning to read).

 Dalam hal pembelajaran membaca di Sekolah Dasar, kemampuan membaca siswa Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya secara umum masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu minat baca siswa, guru dan metode yang digunakan dalam pembelajaran, bahan bacaan, serta kondisi perpustakaan sekolah.

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas II SD Negeri Cibogo Kecamatan Sukaraja Kabupaten Tasikmalaya menyadari bahwa siswanya kurang berminat pada membaca, maka guru berupaya untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa dalam melengkapi cerita yang menekankan pada pemberian permainan untuk meningkatkan minat siswa dalam membaca.

2.      Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perumusan masalah dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut :

a.       Bagaimana rencana pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

b.      Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?

c.       Bagaimana peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo?



3.      Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah tentang meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo, peneliti mengemas dalam suatu kegiatan kolaboratif  PTK, yaitu sebagai berikut :

  1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.
  2. Melaksanakan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.
  3. Melakukan pembelajaran bersiklus dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai upaya berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.



D.    TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

2.      Untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.

3.      Untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SD Negeri Cibogo.



E.     MANFAAT PENELITIAN

1.      Manfaat Teoretis

Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang terkait digunakannya teknik permainan bahasa melengkapi cerita untuk meningkatkan kemampuan  membaca siswa Sekolah Dasar.

2.      Manfaat Praktis

Secara khusus manfaat dari penelitian ini adalah bermanfaat bagi siswa, guru, dan peneliti lainnya.

a.       Bagi Siswa

1)      Memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam hal pengembangan potensi minat dan bakat melalui pembelajaran yang menyenangkan.

2)      Sebagai wahana dan fasilitas untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

3)      Memberikan motivasi untuk gemar belajar bahasa Indonesia, sehingga proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.

b.      Bagi Guru

1)      Untuk memperoleh gambaran dan menjadikan suatu alternatif teknik pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa.

2)      Menjadikan dorongan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan dengan melaksanakan pembelajaran yang bermakna.

3)      Memberikan pengalaman berupa mengatasi permasalahan pembelajaran melalui pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.

c.       Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis sehingga dapat menghasilkan beragam teknik pembelajaran baru dalam membaca khususnya dan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.



F.     LANDASAN TEORI

1.      Pembelajaran Membaca 

a.      Hakikat Membaca

Menurut Vacca (1991:172), “Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan”. Dalam kegiatan membaca, pembaca memproses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna. Membaca merupakan kegiatan yang penting dalam kehidupan sehari-hari, karena membaca tidak hanya untuk memperoleh informasi, tetapi berfungsi sebagai alat untuk memperluas pengetahuan bahasa seseorang. Dengan demikian, anak sejak kelas awal SD perlu memperoleh latihan membaca dengan baik khususnya membaca permulaan. Para ahli telah mendefiniskan tentang membaca dan tidak ada kriteria tertentu untuk menentukan suatu definisi yang dianggap paling benar.

Menurut Harris dan Sipay (1980:10) “Membaca sebagai suatu kegiatan yang memberikan respon makna secara tepat terhadap lambang verbal yang tercetak atau tertulis”. Pemahaman atau makna dalam membaca lahir dari interaksi antara persepsi terhadap simbol grafis dan keterampilan bahasa serta pengetahuan pembaca. Dalam interaksi ini, pembaca berusaha menciptakan kembali makna sebagaimana makna yang ingin disampikan oleh penulis dan tulisannya. Dalam proses membaca itu pembaca mencoba mengkreasikan apa yang dimaksud oleh penulis.

Dilain pihak, Gibbon (1993:70-71) mendefinisikan :

Membaca sebagai proses memperoleh makna dari cetakan. Kegiatan membaca bukan sekedar aktivitas yang bersifat pasif dan reseptif saja, melainkan menghendaki pembaca untuk aktif berpikir. Untuk memperoleh makna dari teks, pembaca harus menyertakan latar belakang bidang pengetahuannya, topik, dan pemahaman terhadap sistem bahasa itu sendiri. Tanpa hal-hal tersebut selembar teks tidak berarti apa-apa bagi pembaca.



Menurut Smith (1985:12) “Dalam kegiatan membaca terjadi proses pengolahan informasi yang terdiri atas informasi visual dan informasi nonvisual”. Informasi visual, merupakan informasi yang dapat diperoleh melalui indera penglihatan, sedangkan informasi nonvisual merupakan informasi yang sudah ada dalam benak pembaca. Menurut Anderson (1972:211) “Karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda dan dia menggunakan pengalaman itu untuk menafsirkan informasi visual dalam bacaan, maka isi bacaan itu akan berubah-ubah sesuai dengan pengalaman penafsirannya”. Pembaca yang telah lancar pada umumnya meramalkan apa yang dibacanya dan kemudian menguatkan atau menolak ramalannya itu berdasarkan apa yang terdapat dalam bacaan. Peramalan dibuat berdasarkan pada tiga kategori sistem yaitu aspek sistematis, sintaksis dan grafologis.

Menurut Wilson dan Peters (dalam Cleary, 1993: 284) bahwa “Membaca merupakan suatu proses menyusun makna melalui interaksi dinamis diantara pengetahuan pembaca yang telah ada, informasi yang telah dinyatakan oleh bahasa tulis, dan konteks situasi pembaca”.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa membaca adalah proses interaksi antara pembaca dengan teks bacaan. Pembaca berusaha memahami isi bacaan berdasarkan latar belakang pengetahuan dan kompetensi kebahasaannya. Dalam proses pemahaman bacaan tersebut, pembaca pada umumnya membuat ramalan-ramalan berdasarkan sistem semantik, sintaksis, grafologis, dan konteks situasi yang kemudian diperkuat atau ditolak sesuai dengan isi bacaan yang diperoleh.

b.      Membaca Permulaan

Membaca permulaan dalam pengertian ini adalah membaca permulaan dalam teori keterampilan, maksudnya menekankan pada proses penyandian membaca secara mekanikal. Menurut Anderson (1972:209), “Membaca permulaan yang menjadi acuan adalah membaca merupakan proses recoding dan decodingMembaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Melalui proses recoding, pembaca mengasosiasikan gambar-gambar bunyi beserta kombinasinya itu dengan bunyi-bunyinya. Dengan proses tersebut, rangkaian tulisan yang dibacanya menjelma menjadi rangkaian bunyi bahasa dalam kombinasi kata, kelompok kata, dan kalimat yang bermakna.

Menurut Syafi’ie (1999:7), bahwa “Pembaca mengamati tanda-tanda baca untuk membantu memahami maksud baris-baris tulisan”. Proses psikologis berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi. Melalui proses decoding, gambar-gambar bunyi dan kombinasinya diidentifikasi, diuraikan kemudian diberi makna. Proses ini melibatkan knowledge of the worddalam skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam gudang ingatan.

Menurut La Barge dan Samuels (dalam Downing and Leong, 1982: 206), bahwa :

Proses membaca permulaan melibatkan tiga komponen, yaitu (a) Visual Memory (VM), (b) Phonological Memory (PM), dan (c) Semantic Memory (SM). Lambang-lambang fonem tersebut adalah kata, dan kata dibentuk menjadi kalimat. Proses pembentukan tersebut terjadi pada ketiganya.



Tingkat Visual Memory (VM), huruf, kata dan kalimat terlihat sebagai lambang grafis, sedangkan pada tingkat Phonological Memory (PM) terjadi proses pembunyian lambang. Lambang tersebut juga dalam bentuk kata, dan kalimat. Proses pada tingkat ini bersumber dari Visual Memory (VM) dan Phonological Memory (PM). Akhirnya pada tingkat Memory (SM) terjadi proses pemahaman terhadap kata dan kalimat. Selanjutnya dikemukakan bahwa untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Pada tingkatan membaca permulaan, pembaca belum memiliki keterampilan kemampuan membaca yang sesungguhnya, tetapi masih dalam tahap belajar untuk memperoleh keterampilan/kemampuan membaca. Membaca pada tingkatan ini merupakan kegiatan belajar mengenal bahasa tulis. Melalui tulisan itulah siswa dituntut dapat menyuarakan lambang-lambang bunyi bahasa tersebut, untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambang-lambang tulis, (b) penguasaan kosakata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa.

Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat.

2.      Kemampuan Membaca

Membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang rumit, yang mencakup atau melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang lebih kecil. Menurut Tarigan (1999:10-11), “Keterampilan membaca mencakup tiga komponen, yaitu : (1) pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca, (2) korelasi aksara beserta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang formal, dan (3) hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning.”

Hubungan lebih lanjut dari (1) dan (2) dengan makna atau meaning pada hakikatnya merupakan keterampilan intelektual; ini merupakan kemampuan atau abilitas untuk menghubungkan tanda-tanda hitam di atas kertas melalui unsur-unsur bahasa yang formal, yaitu kata-kata sebagai bunyi, dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

Wiryodijoyo (1989:7-10) menyatakan bahwa :

Membaca sebagai keterampilan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu keterampilan mengenal kata, keterampilan pemahaman, dan keterampilan belajar. Keterampilan mengenal kata dipelajari di kelas-kelas permulaan sekolah dasar. Pada pokoknya keterampilan ini berupa keterampilan membaca kata-kata dasar, keterampilan membaca kata-kata berimbuhan, keterampilan membaca kata-kata majemuk, keterampilan membaca kelompok kata.



Keterampilan pemahaman merupakan keterampilan mengembangkan kemampuan bahasa. Secara garis besar keterampilan membaca diikhtisarkan sebagai berikut. (1) pemahaman sebenarnya, yaitu pemahaman terhadap keterampilan-keterampilan dasar dan mendapatkan arti dari konteks, (2) keterampilan menafsirkan, (3) keterampilan evaluasi. Keterampilan belajar pada “membaca” dikenal sebagai keterampilan fungsional. Pada umumnya membaca pada pokok masalah tertentu lebih sulit daripada membaca yang dilakukan sehari-hari.

Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi. Komponen utama yang tercakup dalam keterampilan membaca adalah (1) pengenalan terhadap aksara, kata-kata, dan tanda baca yang biasanya dipelajari pada kelas permulaan, dan (2) pemahaman terhadap kata, kelompok kata, dan kalimat untuk kemudian menafsirkannya sebagai suatu makna.

3.      Teknik Permainan Bahasa

Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Menurut Semiawan, (2002:21), bahwa :

Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki resiko. Ada resiko bagi anak untuk belajar misalnya naik sepeda sendiri, belajar meloncat. Unsur lain adalah pengulangan. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. Melalui permainan anak dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran misalnya bermain boneka diumpamakan sebagai adik yang sesungguhnya.



Berkaitan dengan permainan Pellegrini dan Saracho, 1991 (dalam Wood, 1996:3) permainan memiliki sifat sebagai berikut:

a.       Permaianan dimotivasi secara personal, karena memberi rasa kepuasan.

b.      Pemain lebih asyik dengan aktivitas permainan (sifatnya spontan) ketimbang pada tujuannya.

c.       Aktivitas permainan dapat bersifat nonliteral.

d.      Permainan bersifat bebas dari aturan-aturan yang dipaksakan dari luar, dan aturan-aturan yang ada dapat dimotivasi oleh para pemainnya.

e.       Permainan memerlukan keterlibatan aktif dari pihak pemainnya.



Menurut Framberg (dalam Berky, 1995) “Permainan merupakan aktivitas yang bersifat simbolik, yang menghadirkan kembali realitas dalam bentuk pengandaian misalnya, bagaimana jika, atau apakah jika yang penuh makna”. Dalam hal ini permainan dapat menghubungkan pengalaman-pengalaman menyenangkan atau mengasyikkan, bahkan ketika siswa terlibat dalam permainan secara serius dan menegangkan sifat sukarela dan motivasi datang dari dalam diri siswa sendiri secara spontan. Menurut Hidayat (1980:5) “Permainan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya seperangkat peraturan yang eksplisit yang mesti diindahkan oleh para pemain, (2) adanya tujuan yang harus dicapai pemain atau tugas yang mesti dilaksanakan”.





Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Apabila suatu permainan menimbulkan kesenangan tetapi tidak memperoleh keterampilan berbahasa tertentu, maka permainan tersebut bukan permainan bahasa. Sebaliknya, apabila suatu kegiatan melatih keterampilan bahasa tertentu, tetapi tidak ada unsur kesenangan maka bukan disebut permainan bahasa. Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

Setiap permainan bahasa yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Pada usia tersebut, anak-anak mudah merasa jenuh belajar di kelas apabila dijauhkan dari dunianya yaitu dunia bermain. Permainan hampir tak terpisahkan dengan kehidupan manusia. Baik bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa semua membutuhkan permainan. Tentunya dengan jenis dan sifat permainan yang berbeda-beda sesuai dengan jenis kelamin, bakat dan minat masing-masing. Tujuan utama permainan bahasa bukan semata-mata untuk memperoleh kesenangan, tetapi untuk belajar keterampilan berbahasa tertentu misalnya menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan.

Menurut Dewey (dalam Polito, 1994) bahwa “Interaksi antara permainan dengan pembelajaran akan memberikan pengalaman belajar yang sangat penting bagi anak-anak”. Menang dan kalah bukan merupakan tujuan utama permainan. Dalam setiap permainan terdapat unsur rintangan atau tantangan yang harus dihadapi. Tantangan tersebut kadang-kadang berupa masalah yang harus diselesaikan atau diatasi, kadang pula berupa kompetisi. Maslaah yang harus diselesaikan itulah dapat melatih keterampilan berbahasa. Alat permainan baik realistik maupun imajinatif, buatan pabrik maupun alamiah memiliki peranan yang cukup besar dalam membantu merangsang anak dalam menggunakan bahasa. Keberadaan alat-alat permainan dapat membantu dan meningkatkan daya imajinasi anak.

 Permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak dikenali sampai pada yang diketahui, dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Bermain bagi anak memiliki nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari. Anak mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan nuansa yang berbeda. Dengan cara ini anak memperoleh pengalaman tambahan untuk melakukan aktivitas lain. 

4.      Penggunaan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai salah satu alat pembelajaran yang berupa kartu yang berisi kata yang digunakan dalam upaya meningkatkan mutu hasil belajar siswa dalam pembelajaran membaca. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah dengan mengurutkan kartu yang berisi kata utama sebuah cerita sehingga sesuai dengan urutannya dan membentuk sebuah bacaan yang baik. Dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diajak bermain sambil belajar. Artinya, guru membuat suasana yang sedemikian rupa sehingga siswa secara tidak disadari melakukan kegiatan belajar dalam permainannya. Melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya baik secara individu maupun kelompok agar dapat memenangkan permainan. Dalam kegiatan belajar menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini, guru hanya bertindak sebagai “juri” atau “wasit” yang menentukan waktu dan pemenang permainan. Dengan demikian, siswa akan merasa tertantang dan berusaha supaya mereka dapat memenangkan permainan ini. Guru bertugas sebagai motivator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat. Artinya, siswa tidak curang, misalnya dengan melihat pada buku pelajaran, mencontoh siswa atau kelompok lain, dan sebagainya.

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita yang tepat akan dapat mewujudkan harapan tersebut. Di samping itu, diperlukan pula langkah-langkah pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan penggunaan media pembelajaran yang dipilih. Dengan kata lain, pemilihan media pembelajaran yang tepat harus disertai dengan langkah-langkah pembelajaran yang tepat pula. Sebelum melakukan pembelajaran dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita terlebih dahulu guru harus mengetahui tahap-tahap pelaksanaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran.

Secara garis besar, tahap-tahap melengkapi cerita menurut Neni (dalam skripsi, 2008) adalah sebagai berikut:

a.       Guru menginformasikan siswa tentang cara bermain kartu kata dan menetapkan waktu permainan.

b.      Guru membagikan kartu kata kepada siswa secara kelompok.

c.       Siswa secara berkelompok berusaha mengurutkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan urutannya yang tepat, guru mengawasi, memotivasi, dan mengarahkan kegiatan siswa.

d.      Secara perwakilan, siswa menempelkan hasil kartu kata di papan tulis.

e.       Melakukan diskusi kelas untuk menentukan jawaban kartu kata yang tepat dan pemenang permainan. Kelompok yang keluar sebagai pemenang dihargai dan dirayakan.



Permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata berkali-kali, namun tidak dengan cara yang membosankan. Guru perlu banyak memberikan sanjungan dan semangat. Hindari kesan bahwa siswa melakukan kegagalan. Jika permainan sukar dilakukan oleh siswa, maka guru perlu membantu agar siswa merasa senang dan berhasil dalam belajar.

Salah satu teknik permainan bahasa melengkapi cerita, pada kartu yang panjang tertulis kalimat dengan satu kata hilang. Pada kartu tersebut diberi celah untuk kata-kata yang hilang. Kemudian membuat kartu kata yang cocok dengan celah itu. Cara membuatnya, sebuah kalimat ditulis diatas kartu panjang dengan satu kata dihilangkan. Pada kata yang dihilangkan tersebut dilubangi untuk menyelipkan kartu yang cocok untuk melengkapi kalimat. Kemudian membuat kartu-kartu kata yang salah satunya cocok untuk celah pada kartu kalimat. Proses pembelajarannya, satu atau dua orang membaca kalimat dan mencocokkan kartu-kartu kata dalam spasi yang kosong. Kemudian siswa menyelipkan kartu kata yang cocok pada celah kartu kalimat untuk melengkapi cerita tersebut.

Dengan langkah-langkah pembelajaran menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita di atas, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur secara tepat. Hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang membaca cerita daripada guru menerangkan teknik dan cara membaca dari awal hingga akhir pelajaran. Dalam hal ini, siswa secara aktif dapat menyimpulkan sendiri materi pelajaran tersebut.

Beberapa kelebihan media pembelajaran kartu bercerita, menurut Neni (dalam skripsi, 2008) di antaranya sebagai berikut : 

a.       Siswa lebih aktif dalam berpikir dan mengolah sendiri informasi yang diberikan dengan kadar proses mental yang lebih tinggi.

b.      Kegiatan belajar lebih banyak bersifat membimbing dan memberikan kebebasan belajar kepada siswa.

c.       Pembentukan semangat kebersamaan, kerja sama, dan saling menghargai pendapat sesama anggota dalam kelompok.

d.      Siswa lebih dikenalkan pada kompetisi yang sehat dalam mencapai tujuan.

e.       Menambah tingkat penghargaan pada diri siswa maupun kelompok.

f.       Memungkinkan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar.

g.      Dapat menghindarkan cara belajar tradisional, yaitu cara belajar yang memusatkan guru sebagai sumber belajar.

h.      Dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari sehingga tahan lama dalam ingatan.



Informasi/materi pelajaran yang diolah dan ditemukan sendiri biasanya akan lebih kaya, dalam, dan tahan lama dalam ingatan siswa dibandingkan dengan informasi yang diberikan oleh orang lain (guru). Hal ini beralasan karena siswa mengalami secara langsung proses terjadinya informasi itu. Teknik permainan bahasa melengkapi cerita menuntut siswa untuk mengolah sendiri informasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teknik permainan bahasa melengkapi cerita dapat memperkaya dan memperdalam materi yang dipelajari, sehingga lebih tahan lama dalam ingatan siswa.

5.      Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi  Cerita

a.       Perencanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Perencenaan menurut Hadari Nawawi (1982 : 16) adalah “Menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan pekerjaan yang terarah pada pencapaian tujuan tertentu”. Sedangkan pembelajaran menurut Mulyani Sumantri (1988 : 95) adalah “Suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman belajar bagi peserta didik”. Merujuk pada pemahaman diatas, perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran dan penilaian dalam alokasi waktu tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Kaitannya dengan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini, perencanaan yang diteliti terfokus pada rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah bentuk rencana pembelajaran yang spesifik pada setiap temuan pembelajaran.

Dalam membagi perencanaan pembelajaran harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1) Ilmiah, 2) Relevan, 3) Sistematis, 4) Konsisten, 5)Memadai, 6) Aktual dan Kontekstual, 7) Fleksibel, dan 8) Menyeluruh. Secara umum, ciri-ciri Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang baik adalah sebagai berikut :

1)      Memuat aktivitas proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan oleh guru yang akan menjadi pengalaman belajar bagi siswa.

2)      Langkah-langkah pembelajaran disusun secara sistematis agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.

3)      Langkah-langkah pembelajaran disusun serinci mungkin, sehingga apabila RPP digunakan oleh guru lain (misalnya, ketika guru mata pelajaran tidak hadir), mudah dipahami dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.

Langkah-langkah penyusunan RPP:

1)      Mencantumkan Identitas

Identitas RPP terdiri dari :

a)      Nama Sekolah

b)      Mata Pelajaran

c)      Kelas/Semester

d)     Standar Kompetensi

RPP disusun untuk satu standar kompetensi

Rumuskan Standar Kompetensi (SK) dari setiap mata pelajaran yang didasarkan pada tujuan akhir dari mata pelajaran tersebut. Tuliskan dengan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (lihat pada lampiran daftar kata kerja operasional).

e)      Kompetensi Dasar

(1)   Jabarkan SK yang telah dirumuskan menjadi beberapa KD untuk memudahkan pencapaian dan pengukukurannya. Tuliskan dengan kata kerja operasional seperti pada SK yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bila perlu gunakan kata kerja yang paling tinggi tingkatannya dalam ranah yang terkait.

(2)   Bilamana perlu dan masih dianggap relevan, dapat menambahkan beberapa KD lagi.

f)       Indikator

Indikator merupakan :

(1)   Penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan.

(2)   Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan potensi daerah.

(3)   Rumusannya menggunakan kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi.

(4)   Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.

(5)   Disusun dengan kalimat operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD (Audience = Siswa, Behavior = Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree = Peringkat / ukuran).

Catatan :    SK – KD- Indikator adalah suatu alur pikir yang saling terikat tidak dapat dipisahkan.

g)      Alokasi Waktu

Jumlah waktu yang dibutuhkan oleh pengajar dan peserta didik untuk menyelesaikan setiap langkah pada urutan Tahap Pembelajaran yaitu Pendahuluan, Penyajian, dan Penutup.

2)      Mencantumkan Tujuan Pembelajaran

Penetapan tujuan pembelajaran mengacu pada indikator dan pengalaman belajar siswa. Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan pembelajaran jangan dibedakan menurut waktu pertemuan sehingga target-target yang akan dicapai tiap pembelajaran jelas kelihatan.

3)      Mencantumkan Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada dalam silabus materi pokok tersebut. Kemudian dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk memudahkan penetapan uraian materi dapat mengacu dari indikator.

4)      Mencantumkan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan dan / atau strategi yang dipilih. Karena itu pada bagian ini dicantumkan pendekatan pembelajaran dan metode-metode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa.

5)      Mencantumkan Langkah-langkah Pembelajaran

Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan.pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan / pembuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :

a)      Kegiatan Pendahuluan

(1)   Orientasi

Memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang dibelajarkan. Dapat dilakukan dengan menunjukkan benda yang menarik, memberikan ilustrasi, membaca berita di surat kabar dan sebagainya.

(2)   Apersepsi

Memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan.

(3)   Motivasi

Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan dipelajari.







(4)   Pemberian Acuan

Biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa penjelasan materi pokok dari uraian materi pelajaran secara garis besar.

(5)   Pembagian Kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan-pelaksanaan belajar. (sesuai dengan rencana pembelajaran).

b)      Kegiatan Inti

Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat menkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (Frame Work) masing-masing. Langkah-langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan indikator.

c)      Kegiatan Penutup

(1)   Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman /simpulan.

(2)   Guru memeriksa hasil belajar siswa.

(3)   Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran.

6)      Mencantumkan Sumber Belajar

Tuliskan sumber belajar yang akan digunakan (didasarkan pada relevansi, konsistensi, dan edukuasi). Adapun yang dimaksud sumber belajar adalah buku-buku rujukan atau referensi berupa buku teks, jurnal, laporan penelitian atau bahan ajar lainnya. Sumber belajar juga dapat berupa manusia, misalnya dosen, peserta didik atau obyek lainnya tempat asal informasi diperoleh, atau sebagai nara sumber.

7)      Mencantumkan Penilaian

Tentukan teknik penilaian yang dapat digunakan untuk mencapai KD.  Sebaiknya penyusunan alat penilaian didasarkan pada indikator indikator yang telah dirumuskan, sehingga alat penilaian tersebut betul-betul mengukur apa yang seharusnya diukur. Alat penilaian dapat berupa tes lisan atau tertulis, chek list, tagihan yang dapat berupa laporan, resume materi dan lain-lain.

Perencanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan teknik permainan bahasa melengkapi cerita tertuang dalam sebuah rencana pembelajaran. Penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah salah satu upaya untuk mengoptimalkan keaktifan dan prestasi belajar siswa. Melalui teknk permainan bahasa melengkapi cerita ini. Siswa diajak berkompetisi dengan siswa lainnya secara individu maupun kelompok agar dapat memenangkan permainan. Guru bertugas sebagai motivator, fasilitator dan pengarah agar persaingan antar siswa dapat berjalan secara sehat, sedang siswa aktif dalam pembelajaran.

Standar kompetensi dan Kompetensi dasar yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah “Memahami ragam wacana tulis dengan membaca nyaring dan membaca dalam hati” dengan kompetensi dasar “Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang tepat”. (Depdiknas, 2006 : 25).

b.       Pelaksanaan Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Pelaksanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenangkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan. Dalam memainkan suatu permainan, siswa dapat melihat sejumlah kata-kata berkali-kali namun tidak dengan cara yang membosankan.

Pada pelaksanaan pembelajaran menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita, siswa diarahkan untuk dapat mengorganisir daya nalarnya tentang suatu cerita atau alur yang tepat.hal tersebut diharapkan dapat menambah pemahaman siswa tentang membaca, karena siswa melihat sejumlah kata berkali-kali untuk melengkapi teks cerita yang kata-katanya telah ditanggalkan dengan kata-kata yang tepat.

Kegiatan pembelajaran Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita dapat dari gambaran pembelajaran berikut :

1)      Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

2)      Siswa menyimak cerita pendek yang dibacakan oleh guru.

3)      Guru bersama siswa melakukan tanya jawab cerita pendek yang telah dibaca.

4)      Guru menyiapkan alat pembelajaran yaitu teks cerita pendek yang belum lengkap yang ditulis dalam karton dengan jumlah sesuai dengan kelompok belajar dan menempelkannya di depan kelas.

5)      Guru menjelaskan cara permainan  melengkapi cerita.

6)      Secara berkelompok siswa melakukan permaianan bahasa yaitu melengkapi cerita dengan kata-kata yang tepat dengan kartu kata yang telah disediakan guru.

7)      Pengumuman hasil permainan, kelompok yang berhasil melengkapi cerita dengan waktu cepat mendapatkan reward dan kelompok yang menyelesaikan dengan waktu yang lama mendapatkan sanksi.

8)      Setelah melakukan permaianan bahasa melengkapi cerita, siswa membaca teks cerita pendek tersebut dengan lafal dan intonasi yang tepat.

c.       Peningkatan Hasil Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Membaca Dengan Menggunakan Teknik Permainan Bahasa Melengkapi Cerita

Hasil dari pembelajaran meningkatkan kemampuan membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita adalah berupa peningkatan kemampuan siswa dalam membaca. Setelah siswa melaksanakan pembelajaran membaca dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita ini diharapkan siswa dapat membaca dengan fasih serta menggunakan lafal dan intonasi yang tepat.

Standar diketahuinya peningkatan kemampuan pada siswa kelas II Sekolah Dasar. Cara untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan anak dalam membaca dapat diketahui dengan menilai :

1)      Kefasihan dalam membaca lancar, kurang lancar, atau tidak lancar.

2)      Pelafalan dalam membaca tepat, kurang tepat atau tidak tepat.

3)      Intonasi dalam membaca tepat, kurang tepat atau tidak tepat.

Pemilihan aspek-aspek tersebut berdasarkan pada tuntutan kurikulum yang tercantum dalam kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa setelah pembelajaran berlangsung. Pada kompetensi dasar tercantum bahwa siswa harus dapat memebaca nyaring dengan lafal dan intonasi yang tepat.



G.    KERANGKA BERPIKIR

Belajar konstruktivisme mengisyaratkan bahwa guru tidak memompakan pengetahuan ke dalam kepala pebelajar, melainkan pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog yang ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Menurut Semiawan (2002:5), bahwa “Penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif”. Dengan demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa. Dalam hal ini guru tidak hanya sekedar melaksanakan apa yang ada dalam kurikulum, melainkan harus dapat menginterpretasi dan mengembangakan kurikulum menjadi bentuk pembelajaran yang menarik. Menurut Rubin (dalam Rofi’uddin, 2003:52), “Pembelajaran dapat menarik apabila guru memiliki kreativitas dengan memasukkan aktivitas permainan ke dalam aktivtas belajar siswa”.

Metode dapat berarti cara yang dianggap efisien yang digunakan guru untuk menyampaikan mata pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Menurut Nana Sudjana (1997:24), menyatakan :

Metode pembelajaran Bahasa Indonesia dengan permaianan yaitu suatu pembelajaran yang dilakukan dengan mengaktifkan siswa menggunakan alat peraga atau sesuai dengan kreatifitas guru sehingga menghasilkan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.



Aspek-aspek yang berhubungan dengan metode permainan diantaranya yaitu: pengamatan, menafsir, menerapkan, dan mengkomunikasikan pembelajaran dengan permainan. Menurut Nana Sudjana (1997:28), karakteristik metode permainan sebagai berikut :

1.      Lebih banyak mengaktifkan siswa.

2.      Banyak menggunakan media/alat peraga, baik media asli maupun media yang lain.

3.      Membutuhkan kreatifitas guru.

4.      Membutuhkan waktu yang lama.

5.      Dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran.

6.      Dapat menciptakan pemahaman siswa dan daya ingat siswa tidak akan mudah hilang.



Penggunaan bentuk-bentuk permainan dalam pembelajaran akan memberi iklim yang menyenangkan dalam proses belajar, sehingga siswa akan belajar seolah-olah proses belajar siswa dilakukan tanpa adanya keterpaksaan, tetapi justru belajar dengan rasa keharmonisan. Selain itu, dengan bermain siswa dapat berbuat agak santai. Dengan cara santai tersebut, sel-sel otak siswa dapat berkembang akhirnya siswa dapat menyerap informasi, dan memperoleh kesan yang mendalam terhadap materi pelajaran. Materi pelajaran dapat disimpan terus dalam ingatan jangka panjang.

Permainan dapat menjadi kekuatan yang memberikan konteks pembelajaran dan perkembangan masa kanak-kanak awal. Untuk itu, perlu diperhatikan struktur dan isi kurikulum sehingga guru dapat membangun kerangka pedagogis bagi permainan. Menurut Wood (1996:87), struktur kurikulum terdiri atas :



1.      Perencanaan yang mencakup penetapan sasaran dan tujuan.

2.      Pengorganisasian, dengan mempertimbangkan ruang, sumber, waktu dan peran orang dewasa.

3.      Pelaksanaan, yang mencakup aktivitas dan perencanaan, pembelajaran yang diinginkan.

4.      Assesmen dan evaluasi yang meliputi alur umpan balik pada perencanaan.



Menurut  Rose and Roe (1990), “Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card)”. Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu kata, dan kartu kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategi bermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun kata dalam menyelesaikan sebuah kalimat yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun kata ini adalah keterampilan mengeja suatu kata. Dalam pembelajaran membaca teknis menurut Mackey (dalam Rofi’uddin, 2003:44), bahwa :

Guru dapat menggunakan strategi permainan membaca, misalnya cocokkan kartu, ucapkan kata itu, temukan kata itu, kontes ucapan, temukan kalimat itu, baca dan berbuat dan sebagainya. Kartu-kartu kata maupun kalimat digunakan sebagai media dalam permainan kontes ucapan. Para siswa diajak bermain dengan mengucapkan atau melafalkan kata-kata yang tertulis pada kartu kata. Pelafalan kata-kata tersebut dapat diperluas dalam bentuk pelafalan kalimat bahasa Indonesia. Yang dipentingkan dalam latihan ini adalah melatih siswa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa (vokal, konsonan, dialog, dan cluster) sesuai dengan daerah artikulasinya.



Untuk memilih dan menentukan jenis permainan dalam pembelajaran membaca permulaan di kelas, guru perlu mempertimbangkan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran dan kondisi siswa maupun sekolah. Dalam tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan salah satu aspek kognitif, psikomotor atau sosial atau memadukan berbagai aspek tersebut. Guru juga perlu mempertimbangkan materi pembelajaran, karena bentuk permainan tertentu cocok untuk materi tertentu. Misalnya, untuk kemampuan membaca siswa guru dapat menyediakan jenis permainan kartu kata, karena dengan permainan ini dapat mendorong membaca dengan melakukan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.



H.    ANGGAPAN DASAR

Anggapan dasar yang dijadikan peneliti dengan berlandaskan pada asumsi (anggapan) dasar sebagai berikut :

1.      Teknik pembelajaran yang cocok dengan karakteristik-karakteristik siswa dalam membaca siswa adalah teknik permainan bahasa.

2.      Teknik permainan bahasa melengkapi cerita dalam pembelajaran Bahasa Indonesia akan membuat pembelajaran lebih efektif.



I.       HIPOTESIS TINDAKAN

Menurut   Nazir (2005:151) “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yang kebenarannya harus diuji secara empiris”. Sedangkan menurut  Nasution (2004:38) adalah “Pernyataan tentative yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati alam usaha untuk memahaminya”.

Berdasarkan masalah yang diuraikan dalam latar belakang masalah dan rencana pemecahan masalah, maka hipotesis tindakan secara umum dirumuskan sebagai berikut “Apabila guru dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran secara efektif dengan menggunakan teknik permainan bahasa melengkapi cerita pada pembelajaran membaca mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka kemampuan membaca siswa dapat meningkat”.

J.      METODE PENELITIAN

1.      Model PTK

Metode yang akan digunakan dalam penelitian adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK) model Kemmis dan Mc.Taggart. Pertimbangan yang mendasari penelitian metode ini, karena langkah-langkah penelitian cukup sederhana, sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh peneliti. Dengan kata lain, model dan teknik PTK tidak bersifat kaku, sehingga sesuai dengan kemampuan peneliti dan alokasi waktu yang tersedia.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. Diimplementasikan dengan baik dan benar disini berarti pihak yang terlibat (guru) mencoba dengan sadar mengembangkan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran melalui tindakan bermakna yang diperhitungkan dapat memecahkan masalah atau memperbaiki situasi dan kemudian secara cermat mengamati pelaksanaannya untuk mengukur tingkat keberhasilannya.

PTK model Kemmis dan Mc.Taggart pada hakikatnya terdiri dari empat tahap dalam tiap siklus, yaitu perencanaan tindakan dalam bentuk pembelajaran dan sekaligus observasi, analisis dan refleksi yang dapat diulang sebagai siklus. Refleksi dalam rangka memecahkan masalah. Pada dasarnya dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh guru harus diawali dulu dengan suatu tahapan pra penelitian tindakan kelas yang meliputi : Identifikasi masalah, analisis masalah dan rumusan hipotesis tindakan. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan selesai disusun. 

Berikut digambarkan model Tindakan Penelitian Kelas pada penelitian ini sebagai berikut : 



Gambar 1 : Alur Pelaksanaan Tindakan Kelas

(Model Kemmis & MC Taggart)





2.      Setting Penelitian

a.       Lokasi Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan di SDN Cibogo yang beralamat di Kp. Cibogo, Ds. Janggala, Kec. Sukaraja, Kab. Tasikmalaya 46183. Alasannya karena kepala sekolah mengizinkan untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Selain itu lokasi tersebut dekat dengan tempat tinggal penulis dan sekaligus sebagai tempat mengajar peneliti.

b.      Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini aalah siswa kelas II SDN. Cibogo dengan jumlah siswa sebanyak 32 orang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Selain siswa yang dijadikan subjek penelitian, termasuk guru kelas II, dalam hal ini guru yang dijadikan subjek penelitian dan sekaligus sebagai observer.

c.       Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian dalam PTK terdiri dari variabel input, variabel proses dan variabel output. Variabel-variabel tersebut dirumuskan sebagai berikut :

                        1)      Variabel input, yaitu pertama pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tentang membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita. Kedua, kemampuan awal guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran membaca siswa sebelum diberikan tindakan pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

                        2)      Variabel proses, yaitu serangkaian tindakan guru dan pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita, termasuk didalamnya tindakan-tindakan khusus yang dilakukan guru untuk memfasilitasi siswa dalam meningkatkan kemampun membaca siswa. Melalui unjuk kinerja memperagakan atau menggunakan alat dan media pembelajaran dengan maksud meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi membaca dan membentuk mengaktifkan siswa untuk belajar dalam kelas.

                        3)      Variabel output dalam tindakan penelitian ini adalah pertama, peningkatkan penguasaan guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita. Kedua, peningkatan hasil pembelajaran membaca siswa setelah serangkaian tindakan yang efektif.

d.      Definisi Konseptual

1)      Membaca

Menurut Vacca (1991: 172) “Membaca adalah proses aktif dari pikiran yang dilakukan melalui mata terhadap bacaan. Dalam kegiatan membaca, pembaca memroses informasi dari teks yang dibaca untuk memperoleh makna”.

2)      Kemampuan Membaca

Menurut Widyamartaya (1992:10), “Kemampuan membaca adalah suatu keterampilan yang kompleks karena terdiri atas beberapa komponen yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Komponen-komponen tersebut membentuk satu kesatuan yang saling melengkapi”.

3)      Teknik Permainan Bahasa 

Permainan bahasa merupakan perminan untuk memperoleh kesenangan dan untuk melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis). Dapat disebut permainan bahasa, apabila suatu aktivitas tersebut mengandung kedua unsur kesenangan dan melatih keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

4)      Teknik Permainan Bahasa  Melengkapi Cerita

Teknik permainan melengkapi cerita, yaitu dengan langkah permainan kata dan huruf dapat memberikan suatu situasi belajar yang santai dan menyenagkan. Siswa dengan aktif dilibatkan dan dituntut untuk memberikan tanggapan dan keputusan.

e.       Fokus Tindakan

1)      Kinerja Guru

                                    a)      Meningkatkan kemampuan guru membuat rencana pembelajaran membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

                                    b)      Meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran terutama dalam hal memfungsikan teknik permainan bahasa melengkapi cerita.

                                    c)      Meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran terutama dalam hal meningkatkan kemampuan membaca siswa.

2)      Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa

                                    a)      Meningkatkan respon dan keberanian siswa untuk bertanya dalam pembelajaran membaca.

                                    b)      Meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita.





3.      Prosedur Penelitian

a.       Orientasi dan Identifikasi Masalah

Pada tahap ini peneliti mengorientasi dan mengidentifikasi masalah yang merupakan tahap awal dalam kegiatan penelitian. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut :

1)      Melakukan kegiatan orientasi tahap program pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia Kelas II Semester 2

2)      Melakukan kegiatan orientasi dengan penelitian terfokus dalam menganalisis perencanaan pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas II SDN Cibogo.

3)      Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi tahap kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam aspek pembelajaran membaca.

4)      Melakukan kegiatan orientasi dan identifikasi tahap kemampuan siswa dalam pembelajaran.

5)      Melakukan kegiatan orientasi tahap fasilitas sekolah yang menunjang terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia pada aspek membaca di kelas II SDN Cibogo pada tahun-tahun sebelumnya.

b.      Perencanaan Tindakan Penelitian

1)      Penentuan waktu yang tepat untuk melaksanakan penelitian dengan melihat program dan jadwal pelajaran yang telah dibuat oleh guru.

2)      Penentuan siklus tindakan penelitian, siklus tindakan penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa jenis PTK yang akan digunakan oleh model Kemmis dan Mc. Taggart.

3)      Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan skenario pembelajaran yang memfokuskan pada aspek kemampuan siswa yang perlu ditingkatkan dalam membaca.

4)      Mempersiapkan fasilitas dan sarana yang akan digunakan didalam kelas.

5)      Penetapan instrumen tindakan penelitian dan observasi pembelajaran, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam tindakan penelitian ini adalah tes dan observasi.

c.       Pelakasanaan tindakan penelitian

1)      Tindakan Pembelajaran Siklus I

a)      Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca, berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo terhadap pengalaman.

b)      Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca, dengan penggunaan teknik permainan bahasa melengkapi cerita di Kelas II SDN Cibogo.

c)      Merefleksi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo. Hasil refleksi siklus pembelajaran I dijadikan bahan bagi tindakan pembelajaran pada siklus selanjutnya.



2)      Tindakan Pembelajaran Siklus II

a)      Menyusun perencanaan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo pada materi membaca untuk siklus II berdasarkan hasil refleksi pada pembelajaran siklus I.

b)      Melaksanakan proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas II SDN Cibogo pada materi membaca siklus II, berdasarkan hasil refleksi dan upaya perbaikan terhadap pembelajaran siklus I.

c)      Refleksi hasil pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada materi membaca pada pembelajaran siklus II serta mengevaluasi hasil tindakan keseluruhan.

d)     Mengadakan refleksi dan riview secara keseluruhan.

4.      Teknik Pengumpulan Data

Data utama yang akan dikumpulkan serta cara pengumpulan data selama pelaksanaan PTK diuraikan sebagai berikut :

a.       Teknik tes dilakukan pada akhir pembelajaran dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana kemamapuan membaca siswa terhadap materi pembelajaran setelah dilakukan tindakan. Tes ini dilengkapi dengan format penilaian yang disesuaikan dengan kompetensi yang ingin diraih setelah pembelajaran.

b.      Observasi dalam kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran, baik bersifat umum, maupun khusus yang berkenaan dengan aspek-aspek proses pendekatan yang dikembangkan. Aspek yang di observasi diantaranya ialah aktivitas siswa dalam belajar dan aktifitas guru dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

5.      Teknik Analisis Data

Analisis data hasil penelitian menggunakan teknik analisi deskriptif kualitatif. Teknik analisi deskriptif digunakan untuk menjelaskan seluruh rangkaian peneltian mulai dari perencanaan sampai tahap refleksi, juga dengan daur dan hasil penelitian. Analisis dilakukan pada setiap siklus pembelajaran dengan menggunakan tahapan sebagai berikut :

a.       Pengumpulan data hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tentang meningkatkan kemampuan membaca siswa di Kelas II SDN Cibogo Kecamatan Sukaraja tentang kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.

b.      Pengelompkan data, kinerja siswa, kinerja guru, dan peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia pada materi membaca di Kelas II SDN Cibogo.

c.       Interpretasi dan refleksi data, berdasarkan tingkatan pencapaian, misalnya: baik, sedang atau kurang.

d.      Rekomendasi dan tindakan lanjut ditentukan berdasarkan hasil refleksi data, apakah perlu atau tidak diadakan siklus pembelajaran berikutnya.

6.      Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan siswa pada pembelajaran membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita sebagai berikut :

a.       Kemampuan guru dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita minimal mencapai  rata-rata 75%.

b.      Kemampuan guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran dalam peningkatan kemampuan membaca siswa melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita minimal mencapai  rata-rata 75 %

c.       Hasil belajar siswa dalam kemampuan membaca melalui teknik permainan bahasa melengkapi cerita mencapai KKM sebesar 70.



K.    JADWAL PENELITIAN

Jadwal penelitian ini selama 6 bulan mulai dari bulan Desember 2009 – Mei 2010, dengan jadwal penelitian sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jadwal Penelitian



DAFTAR PUSTAKA



Anderson, R. C. (1972). Language Skills in Elementary Education. New York:Macmillan Publishing Co, Inc.



Badudu. J. S. (1993). Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah: Tinjauan dari Masa ke Masa, Bambang Kaswanti Purwo (ed), Pelba 6. Yogyakarta: Kanasius.



Baradja, M. F. (1990). Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP Malang.



Cleary, Linda Miller dan Michael D. Linn. (1993). Linguistics For Teachers. New York: Mc Graw-Hill.



Dworetzky, John. P. (1990). Introduction to Child Development. New York: West Publishing Company.



Depdikbud Dikti. (1985). Pengajaran Membaca. Jakarta: Depdikbud Dikti



Depdiknas. (2003). Standar Kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Jakarta: Depdikbud.



Goodman, Kenneth. (1988). The Reading Process. Dalam Carrell, Patricia L; Devine, Joanne; & Eskey, David E (eds). Interactive Approaches to Second Language Reading. Cambridge University Press.



Gibbons, Paulina. (1993). Learning to Learn in a Second Language. Australia: Heinemann Portmourth NH.



Hatimah, Ihat, dkk. (2007), Penelitian Pendidikan. Bandung : UPI Press.



www.unimed.ac.id/sertifikasi/panduan_penyusunan_rpp.doc



lpp.uns.ac.id/.../PANDUAN%20SILABUS%20DAN%20RPP.pdf



Muchlisoh. (1992). Materi Pokok Bahasa Indonesia 3. Jakarta: Depdikbud.



Nana, Sudjana. (1997). Media Pengajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya

Neni. (2008). Penggunaan Media Pembelajaran Melengkapi Cerita Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Siswa Kelas V SD Negeri 2 Kenanga Kabupaten Cirebon, PGSD Kampus Sumedang.



Pollit, Theodora. (1994). How Play and Work are Organized in Kindergarten ClassroomJournal of Research in Childhood Education. Vol. 9 No. 1.

Root, Betty. (1995). Membantu Putra Anda Belajar Membaca. Jakarta: Periplus.



Suyatno. (2004). Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: SIC.



Syafi’ie, Imam. (1996). Terampil Berbahasa Indonesia 1: Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.



Smith, F. (1985). Reading. Cambridge: Camoridge University Press.



Semiawan, Conny. R. (2002). Belajar dan Pembelajaran dalam Taraf Usia Dini. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.



Tarigan, Henry Guntur. (1999). Membaca: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.



Tim Pelatih Proyek PGSM. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar