Minggu, 11 Desember 2016

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DEDUKTIF

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DEDUKTIF


JASA PEMBUATAN PTK  (PENELITIAN TINDAKAN KELAS)

Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini


A.    Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang serta meningkatnya kemampuan siswa, situasi, kondisi lingkungan, pengaruh informasi maupun kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi. Permasalahan pendidikan terjadi dalam semua mata pelajaran tidak terkecuali pembelajaran bahasa Indonesia. Permasalahan pendidikan terkait dengan peningkatan kemampuan berkomunikasi siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi. Nazar (2006: 2) mengatakan “bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi untuk menyebarluaskan informasi tentang kegiatan ilmiah dalam berbagai bidang ilmu, baik ilmu-ilmu sosial, kemanuasiaan, sains, maupun teknologi”. Kemampuan dikembangkan dalam pembelajaran bahasa adalah daya tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, serta mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, maupun penggunaan.
Salah satu tujuan pengajaran bahasa Indonesia secara umum adalah agar siswa memiliki disiplin dalam berpikir serta berbahasa. Kebiasaan seseorang berpikir logis akan sangat membantu dalam pengajaran bahasa. Tarigan (2008: 1) mengatakan ”dalam pengajaran bahasa dikenal adanya empat keterampilan berbahasa yang perlu dicapai siswa, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, serta keterampilan menulis”.
Keempat keterampilan tersebut saling berhubungan, tidak boleh dipisah-pisahkan, harus dikuasai apabila ingin benar-benar menguasai bahasa itu sendiri, karena setiap keterampilan erat sekali berhubungan dengan proses berpikir sebagai dasar bahasa. Keterampilan senantiasaharus diasah serta dilatihan untuk dapat menjadi keahlian.
Nurjamal (2011: 2) mengatakan “pendidikan pada dasarnya bertujuan untk membina anak atau peserta didik agar memiliki engetahuan, keterampilan, dan sikap positif dalam menjalani kehidupan”. Oleh karena itu, suatu proses pendidikan dan pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik memperleh perubahan kea rah yang lebih baik dalam menambahkan pengetahuan, perubahan penguasaan keterampilan dan perubahan positif menuju pendewasaan sikap atau perilaku.
Berkaitan  dengan pembelajaran bahasa, Chaer (2011: 1) menjelaskan sebagai berikut.
Pembelajaran bahasa sebagai salah satu masalah kompleks manusia, selain berkenaan dengan masalah bahasa juga berkenaan dengan masalah kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tetapi juga berlangsung secara mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan mental.

Keempat keterampilan berbahasa saling berhubungan, tidak dapat dipisah-pisahkan serta harus dikuasai apabila ingin benar-benar menguasai bahasa itu sendiri, karena setiap aspek keterampilan berbahasa erat sekali hubungannya dengan proses berpikir yang mendasari bahasa. Tarigan (2008: 1) mengatakan “bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya”. Nova (2011: 14) mengatakan.
Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Menulis adalah aktivitas seseorang dalam menuangkan ide-ide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh para pembaca. Intinya menulis adalah aktivitas komunikasi dengan menggunakan media tulisan.

Penjelasan Nova tersebut mengisyaratkan bahwa menulis atau mengarang mengandung arti tindakan menyusun, mengatur, mengikat. Menulis atau mengarang adalah mengutarakan sesuatu dengan menggunakan bahasa secara tertulis. Dengan mengutarakan itu dimaksudkan menyampaikan, memberitakan, menceritakan, melukiskan, menerangkan, meyakinkan, menjelmakan, dan sebagainya.
Tarigan (2008: 22) mengatakan “menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu”. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur. Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila dukatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Sehubungan dengan urgensitas kegiatan menulis,
Berdasarkan pendapat tersebut menulis hanya sekedar mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas dari mudah tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca. Ide, gagasan maupun pendapat ditungkan dalam tulisan dengan beberapa paragraf. Oleh karenanya, untuk menuliskan ide maupun gagasan harus dimulai dengan pemahaman terhadap paragraf.
Paragraf biasa disebut dengan alinea. Nazar (2006: 94) mengemukakan “paragraf atau alenia adalah seperangkat kalimat yang mengandung sekelompok ide saling berkaitan serta bernaung di bawah satu ide pokok”. Ditinjau dari segi penampilannya dalam suatu wacana, paragraf adalah bagian wacana ditandai oleh baris pertama menjorok ke dalam atau oleh jarak spasi lebih dari jarak spasi baris kalimat-kalimat lainnya.
Salah satu bentuk paragraf adalah paragraf deduktif. Nazar (2006: 99) mengatakan bahwa “paragraf deduktif adalah paragraf dengan ide utama terdapat pada kalimat pertama paragraf”. Kalimat pertama dalam paragraf deduktif adalah ide pokok sedangkan kalimat-kalimat selanjutnya adalah penjelas ide pokok tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran menulis paragraf adalah salah satu materi penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Namun demikian, pembelajaran menulis paragraf kini mulai ditinggalkan. Selain daripada itu, siswa terlihat kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran menulis. Keadaan demikian mengakibatkan rendahnya kreativitas menulis siswa.
Pembelajaran sebagaimana tersebut terlihat di kelas VIII SMP YIS Martapura. Berdasarkan pengamatan peneliti sebagai guru di sekolahan tersebut, siswa kelas VIII SMP YIS Martapura terlihat lesu, bosan, malas serta kurang termotivasi mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis. Keadaan tersebut mengakibatkan rendahnya kreativitas menulis siswa kelas VIII SMP YIS Martapura yang berimplikasi pada rendahnya keterampilan menulis paragraph deduktif.
Permasalahan sebagaimana tersebut perlu mendapatkan perhatian serta harus diupayakan tindakan perbaikan. Perbaikan kreativitas menulis siswa dapat dimulai dari pemilihan metode pembelajaran yang dalam hal ini peneliti menetapkan metode group investigation dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis paragraf deduktif.
Hernawan (2006: 27) menjelaskan bahwa ”group investigationmengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial.” Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik pelajaran, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik dipilih, menyiapkan kemudian menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Selain pendapat tersebut, Hermawan (2006: 28) menjelaskan sebagai berikut.
Di dalam metode group investigation terdapat tiga konsep utama yaitu penelitian atau inquiry, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika belajar kelompok atau dynamics of the learning group. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah dalam proses ini siswa dirangsang dengan cara menghadapkannya pada masalah. Masalah tersebut dapat dimbul dari siswa atau diberikan oleh guru. Sedangkan pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa dari semenjak lahir tetapi diperoleh oleh individu melalui pengalamannya secara langsung maupun tidak langsung.

Teknik presentasi dilakukan di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi, sedangkan kelompok lain menunggu giliran untuk mempresentasikan, mengevaluasi kemudian memberi tanggapan dari topik dipresentasikan. Melalui identifikasi terhadap ide pokok dalam paragraf secara berkelompok diharapkan siswa mampu menuliskan paragraf deduktif dengan baik. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan suatu tindakan perbaikan dengan judul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Paragraf Deduktif Melalui Penerapan Metode Group investigation Siswa Kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur Tahun Pelajaran 2011-2012”.

2.      Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi pendahuluan dapat diidentifikasi bahwa rendahnya kualitas proses maupun hasil pembelajaran menulis paragraf dedukatif  siswa kelas VIII SMP YIS Martapura tahun pelajaran 2011-2012 disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1)        Kurangnya minat belajar bahasa Indonesia aspek menulis siswa kelas VIII SMP YIS Martapura.
2)        Monotonnya metode pembelajaran guru dalam menjelaskan materi pembelajaran menulis yaitu hanya menggunakan metode ceramah konvensional.
3)        Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi menulis sebagai akibat kurangnya waktu bagi siswa untuk berlatih menulis dengan baik.
4)        Siswa kesulitan dalam memilih kosakata untuk menulis dalam beberapa paragraf.
5)        Siswa kesulitan menentukan ide pokok dalam suatu paragraf sehingga siswa tidak dapat membedakan jenis-jenis paragraf.

3.      Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, guna pembahasan lebih terarah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.
1)        Bagaimanakah keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur sebelum tindakan perbaikan menggunakan metode group investigation?
2)        Bagaimanakah keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur setelah tindakan perbaikan menggunakan metode group investigation.
3)        Apakah melalui penerapan metode group investigation keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura dapat meningkat?

4.      Tujuan Penelitian
Moleong (2005: 81) mengatakan “tujuan penelitian adalah arah atau maksud diadakannya suatu penelitian”. Berdasarkan definisi tersebut, sesuai dengan rumusan masalah, dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut.
1)        Mengetahui keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur sebelum tindakan perbaikan menggunakan metode group investigation.
2)        Mengetahui keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur setelah tindakan perbaikan menggunakan metode group investigation.
3)        Mengetahui efektivitas penerapan metode group investigation dalam meningkatkan keterampilan menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura Kabupaten OKU Timur.

5.      Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini adalah temuan empiris dari penerapan metode group investigation dalam meningkatkan kreativitas menulis paragraf deduktif dalam konteks pembelajaran menulis di SMP. Temuan tersebut dipandang penting untuk dua kegunaan yaitu teoretis dan praktis. Untuk kegunaan teoretis diharapkan dapat memberi sumbangan konseptual pada pendidikan bahasa, khususnya dalam pembelajaran menulis di SMP. Penerapan konsep tersebut diharapkan dapat memberdayakan Konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Secara konseptual temuan tersebut akan menjadi khazanah keilmuan oleh guru bidang studi, pihak sekolah, peneliti, maupun siswa bersangkutan. Adapun secara praktis manfaat penelitian ini sebagai berikut.
1.        Bagi Guru Bahasa Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru bahasa Indonesia kelas VIII SMP YIS Martapura sebagai berikut.
1)   Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dalam mengembangkan model maupun metode pembelajaran bahasa Indonesia.
2)   Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan koreksi terhadap pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis terutama menulis paragraf deduktif.
2.        Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada sekolah sebagai berikut.
1)   Meningkatkan mutu serta ketuntasan hasil belajar siswa terutama dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis.
2)   Memberikan masukan guna perencanaan pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia mendatang.
3.        Bagi Siswa
Bagi siswa penelitian tindakan perbaikan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1)   Memberikan pengalaman baru kepada siswa kelas VIII SMP YIS Martapura dalam pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis.
2)   Meningkatkan kepahaman serta kreativitas menulis paragraf deduktif siswa kelas VIII SMP YIS Martapura.
4.        Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan juga memberikan manfaat kepada peneliti sebagai berikut.
1)   Sebagai bentuk implementasi keilmuan peneliti khususnya dalam bidang penelitian pendidikan.
2)   Memberikan pengalaman serta bekal kepada peneliti untuk dapat melaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia aspek menulis di masa akan datang.



B.     Tinjauan Pustaka
1.      Hakikat Kreativitas Menulis
Kreativitas dapat dipahami sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, relatif berbeda dengan sebelumnya. Asrori (2008: 62) mengatakan “kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan”. Penjelasan tersebut member pengertian bahwa kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Kreativitas yang ada pada individu itu digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan ketika berinteraksi dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternative pemecahannya sehingga dapat tercapai penyesuaian diri secara kuat.
Kata kreatif adalah bentuk sifat dari kata dalam bahasa Inggris createCreate menurut Kamus Inggris Indonesia susunan Purwanto (2010: 132) berarti menciptakan, menimbulkan, membuat. Kata turunannya antara lain kreativitas (creativity) berarti daya cipta, kreatif (creative) berarti bersifat memiliki daya cipta, kreasi (creation) artinya ciptaan, dan kreator (creator) artinya pencipta. Secara bebas, proses kreatif dapat diartikan sebagai proses bersifat menciptakan atau proses terciptanya sesuatu. Penciptaan tersebut dapat berupa benda konkret misalnya karya seni, produk teknologi, konsep hipotesis atau teori ilmiah, ide untuk memecahkan masalah atau cara tertentu untuk menyikapi hidup sehari-hari.
Asrori (2008: 65) menyebutkan bahwa ada empat aspek penanda adanya kreativitas. Empat aspek itu adalah pribadi kreatif (the creative person), proses kreatif (the creative process), produk kreatif (the creative product), serta pendorong atau lingkungan kreatif (the creative press or environment). Keempat aspek ini disebut Four P’s of Creativity: PersonProcessProduct, dan Press. Keempat aspek kreativitas berhubungan dengan pribadi kreatif yang melibatkan diri dalam proses kreatif, dengan dukungan pendorong atau lingkungan kreatif, akan menghasilkan produk kreatif.
Asrori (2008: 63) mengatakan “kreativitas adalah ciri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru”. Berdasarkan definisi tersebut, kegiatan kreatif mengandung perubahan arah”. Dalam hal pencarian ide, siswa berada untuk menemukan ide, gagasan, pemecahan masalah, peyelesaian perkara atau cara kerja baru atau ketika jalan buntu merupakan titik akhir usaha maka bila siswa melakukan kegiatan sudah pernah kerjakan serta semuanya sudah di coba maka tiada kata lain berfikir secara kreatif adalah hal perlu dilakukan.
Asrori (2008: 71) mengatakan ada tahap-tahap kreativitas antara lain.
(1) Persiapan (Preparation) yaitu meletakan dasar, mempelajari latar belakang perkara, seluk beluk, serta problematikanya, (2) Konsentrasi (Consentration) yaitu sepenuhnya memikirkan, masuk luluh, terserap dalam perkara dihadapi, (3) Inkubasi (Incubation) yaitu mengambil waktu untuk meningalkan perkara, istirahat, waktu santai, mencari kegiatan-kegiatan melepaskan diri dari kesibukan pikiran mengenai masalah sedang dihadapi, (4) Iluminasi (Ilmunination) yaitu tahap mendapatkan ide gagasan, pemecahan, peyelesaian, cara kerja, jawaban baru, (5) Verifikasi atau produksi (Verification  or production) yaitu menghadapi serta memecahkan masalah-masalah praktis sehubungan dengan perwujudan ide, gagasan, pemecahan, peyelesaian, cara kerja, jawaban baru, seperti menghubungi, meyakinkan kemudian mengajak orang, meyusun rencana kerja, akhirnya melaksanakannya.
Dilihat definisi kreativitas serta tahap-tahap kreativitas, perlu meyadari bahwa niat adalah mutlak. Bila niat saja tidak ada bagaimana mau kreatif. Oleh karenanya dalam menumbuhkan kreativitas hal pertama dilakukan adalah menumbuhkan motivasi dalam diri siswa.
Salah satu bentuk kreativitas dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah kreativitas menulis. Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa. Menulis bukanlah masalah sulit namun tidak juga dikatakan mudah. Menulis dikatakan tidak sulit bila menulis hanya diartikan sebagai aktivitas mengungkapkan gagasan melalui lambang-lambang grafis tanpa memperhatikan unsur penulisan maupun unsur di luar penulisan seperti pembaca. Sementara itu, sebagian besar orang berpendapat bahwa menulis bukan masalah mudah sebab diperlukan banyak bekal bagi seseorang untuk keterampilan menulis.
Tarigan (2008: 22) mengatakan “menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa”. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Selain itu, menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis. Berdasarkan pendapat tersebut, menulis hanya sekedar mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas dari mudah tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca.  
Tarigan (2008: 22) mengatakan “menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik itu”. Dalam kegiatan menulis, penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktek yang banyak dan teratur. Dengan mencermati pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis tidak hanya mengungkapkan gagasan melalui media bahasa tulis saja tetapi juga meramu tulisan tersebut agar dapat dipahami oleh pembaca.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa setidaknya ada tiga hal dalam aktivitas menulis yaitu adanya ide atau gagasan sebagai landasan seseorang untuk menulis, adanya media berupa bahasa tulis, serta adanya tujuan menjadikan pembaca memahami pesan atau informasi oleh penulis.
Berkaitan dengan kegiatan menulis, Nurjamal (2011: 4) menjelaskan.
Menulis merupakan keteramilan berbahasa aktif. Menulis merupakan kemamuan puncak seseorang untuk dikatakan terampil berbahasa. Menulis merupakan keteramilan yang sangat kompleks. Menulis tulisan juga merupakan media untuk melestarikan den menyebarluaskan informasi serta pengetahuan.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan menulis adalah keterampilan seseorang dalam melahirkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain melalui lambang-lambang grafis yang dimengerti oleh penulis itu sendiri maupun orang lain yang memiliki kesamaan pengertian pula terhadap bahasa dipergunakannya.
Tujuan penulisan akan mengarahkan penulis untuk memilih bahan-bahan yang diperlukan, macam organisasi tulisan puisi yang akan diterapkan, atau mungkin juga sudut pandang yang akan dipilih. Tujuan merupakan penentu yang pokok dan akan mengarahkan serta membatasi tulisan puisi. Kesadaran mengenai tujuan selama proses penulisan akan menjaga keutuhan tulisan. Hartig (dalam Tarigan 2008: 25) mengatakan.
Tujuan kegiatan menulis ada tujuh, assigment purpose (tujuan penugasan), altruistic purpose (tujuan altruistik), persuasive purpose (tujuan persuatif), informational purpose (tujuan informational/tujuan penerangan), self-expresive purpose(tujuan pernyataan diri), creative purpose (tujuan kreatif), problem-solving purpose (tujuan pemecahan masalah).

Tujuan penugasan (assigment purpose) yaitu penulis melakukan kegiatan menulis karena adanya tugas, bukan atas kemauan sendiri. Contoh kegiatan menulis yang memiliki tujuan penugasan adalah para siswa yang merangkum buku karena tugas dari guru, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan atau notulen rapat. Mereka melakukan menulis, tetapi bukan karena kemauan sendiri.
Tarigan (2008: 24) mengatakan “tujuan altruistik yaitu menulis untuk menyenangkan para pembaca dan ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.” Seseorang tidak akan dapat menulis secara tepat guna kalau dia percaya, baik secara sadar maupun tidak sadar bahwa pembaca sebagai penikmat karyanya adalah lawan atau musuh.
Tarigan (2008: 25) menjelaskan “tujuan persuasive (persuasive purpose) yaitu tulisan bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan diutarakan.” Tujuan informasional atau penerangan (informational purpose) yaitu tulisan bertujuan memberi informasi atau keterangan atau penerangan kepada para pembaca yang berupa paparan. Lebih lanjut Tarigan (2008: 25) menjelaskan sebagai berikut.
Tujuan pernyataan diri (self-expresive purpose) yaitu tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca. Tujuan kreatif (creative purpose) yaitu tujuan yang erat berhubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif di sini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau seni yang ideal, seni idaman. Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik, nilai-nilai kesenian. Tujuan pemecahan masalah (problem-solving purpose) yaitu dengan tulisan ini sang penulis ingin memecahkan masalah yang dihadapi. Sang penulis ingin menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah memberikan informasi atau keterangan kepada pembaca, meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan diutarakan dan mengarahkan serta membatasi tulisan sehingga akan menghasilkan suatu tulisan utuh.
Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan ranah paling signifikan untuk mengukur kemampuan siswa. Bahkan, ada pemeo mengatakan bahwa ketinggian derajat budaya suatu bangsa dapat diukur dari seberapa banyak buku ah ditulis oleh orang-orang di negara tersebut.
Beberapa siswa mengatakan bahwa kegiatan menulis membosankan, tidak menyenangkan, sementara siswa lain mengatakan menulis itu sulit.Kesulitan paling umum dalam menulis adalah menemukan ide tulisan. Kalaupun ide sudah ada bagaimana mulai menuliskannya, kalimat apa dulu harus ditulis serta menyusun kalimatnya seperti apa.
Kemampuan menulis merupakan kemampuan yang kompleks, yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan mengembangkan ide. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Nugroho (2008: 3) bahwa “ide untuk menulis memang selalu ada dan sebenarnya tidak pernah surut. Jika dirasa sulit memperolehnya, orang bilang salah satunya adalah karena seseorang berpikir terlalu jauh dan terlalu keras:. Untuk menulis sebuah tulisan puisi yang sederhana pun, secara teknis penulis dituntut memenuhi persyaratan dasar. Langkah pertama yang dilakukan penulis adalah memilih topik, membatasinya, mengembangkan gagasan, menyajikannya dalam kalimat dan paragraf yang tersusun secara logis, dan sebagainya.
Menulis pada dasarnya bukan hanya sekedar menuangkan isi pikiran ke dalam bentuk tulisan, tetapi lebih pada proses kreatif dalam menuangkangagasan ke dalam wacana agar dapat dibaca, dipahami dengan mudah, lebih dari itu menarik untuk dibaca. Supaya dapat dibaca serta dipahami dengan mudah, menulis tentu harus mengikuti kaidah bahasa atau aturan penulisan. Namun, bukan berarti dalam pembelajaran menulis guru menekan siswa dengan teori-teori menulis yang akan mengakibatkan anak jadi malas untuk menulis.
Kreativitas menulis sebagai salah satu cara dari empat keterampilan berbahasa mempunyai peranan yang penting di dalam kehidupan manusia. Tarigan (2008: 22) mengatakan “menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa”. Menulis adalah kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan. Selain itu, menulis adalah berkomunikasi mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain secara tertulis.
.Mengajarkan keterampilan menulis seyogyanya lebih ditekankan pada proses menghasilkan satu tulisan, lebih pada bagaimana siswa secara bertahap mampu membuat karya tulis, tulisan tentang apa pun yang mereka tahu atau mereka sukai.
2.      Meningkatkan Kreativitas Menulis Siswa
Menulis merupakan suatu sangat sulit bagi sebagian orang. Hal tersebut karena keterampilan menulis hanya bisa muncul kalau seseorang banyak membaca buku serta menjadi pendengar baik dari suatu informasi. Menulis dan membaca adalah satu kesatuan utuh, itu sudah hukumnya (Tarigan, 2008: 24). Artinya, membaca dan menulis merupakan satu kesatuan tidak dapat terpisahkan, saling memberi dan menerima (take and give). 
Pepatah mengatakan menulis itu ibarat pisau tajam. Bila tidak terus diasah, akan mengakibatkan pisau menjadi tumpul berkarat. Sama halnya dengan menulis bila seseorang sudah terbiasa menulis, maka tulisannya akan tajam menganalis kejadian-kejadian di sekitarnya. Namun, bila seseorang tidak terbiasa menulis maka tulisannya kurang bermakna, tumpul, tidak mengena di hati para pembacanya. Menulis adalah sebuah kreativitas harus dikuasai. Walaupun untuk mencapai itu harus melalui proses cukup panjang. Semua berproses, melalui latihan tihan sambil langsung praktek sehingga tulisan buat menjadi bermakna bagi pembaca.
Menurut Tarigan (2008: 17) “kunci untuk dapat menulis adalah memiliki perasaan senang, banyak membaca buku serta menjadi pendengar baik”. Anak harus diarahkan dulu agar senang membaca buku. Bila perasaan senang sudah muncul, maka akan muncullah potensi kreativitas siswa. Demikian juga bila guru ingin anak didiknya pandai menulis, maka guru itu harus memulainya dari dirinya dulu. Guru akan merasakan bagaimana sulitnya memulai menulis. Bila menulis sudah sering dilakukan oleh para guru itu sendiri, maka guru akan merasakan nikmatnya menulis.
Tampubolon (2008: 121) memberikan lima terobosan dalam pelajaran bahasa agar siswa memiliki kreativitas menulis, yaitu (1) giatkan menuliskolaboratif, (2) tumbuhkan rasa senang sewaktu menulis, (3) gunakan bidang studi sebagai media, (4) ajarkan kebiasaan menulis sedini mungkin, dan (5) optimalkan mading seefektif mungkin.
Kolaborasi adalah suatu teknik pengajaran menulis dengan melibatkan sejawat atau teman untuk saling mengoreksi (Tampubolon, 2008: 121). Sejawat dalam kegiatan menulis disebut kolaborator. Dalam kelas besar, siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil membentuk literracy circle, terdiri atas tiga atau empat orang. Masing-masing anggota membaca karangan atau tulisan teman dalam kelompoknya. Sewaktu membaca, kolaborator memberikan tanda pada kesalahan-kesalahan kecil, setelah itu memberikan komentar atau respons terhadap tulisan teman-teman satu kelompoknya. Tulisan sudah dikomentari dikembalikan pada penulisnya untuk direvisi.
Berkenaan dengan menciptakan perasaan senang ketika menulis,Tampubolon (2008: 122) mengatakan ”untuk membangun keterampilan menulis, biarkan potensi siswa meledak-ledak, berteriak, menjerit, berisak tangis, berbisik sendu, bermesra ria dengan nuraninya sendiri dalam bentuk disukainya, baik dalam bentuk tulisan informatif, argumentatif, eksploratif, imajinatif, persuasif, atau ekspresif”. Apabila telah tumbuh dalam diri siswa perasaan senang menulis maka harus diadakan feedback.
Memberikan feedback menurut Tampubolon (2008: 123) dapat dilakukan dengan memberikan masukan dan komentar produktif, interaktif, dialogis, serta mencerdaskan pada tulisan siswa, bukan sekedar komentar basa basi. Sehingga siswa merasa diperhatikan oleh gurunya dengan sepenuh hati.” 
Siswa umumnya menganggap menulis merupakan kegiatan sulit untuk dilakukan sebagaimana guru bahasa menganggap menulis merupakan keterampilan sulit untuk diajarkan. Siswa seringkali dilanda frustasi ketika menulis. Begitupun guru, dalam pembelajaran menulis guru terkadang menemui kesulitan objek apa harus diajarkan terlebih dahulu. Namun, karena mengajar sebaiknya dimulai dari mengajarkan mudah ke sulit, maka sebelum belajar menulis tulisan yang menuntut argumentasi misalnya, siswa akan lebih mudah belajar menulis tulisan naratif terlebih dahulu, menulis tentang diri sendiri, perasaan, pengalaman, saudara, teman, sekolah, dan sebagainya.
Umumnya orang menulis tentang pengalaman pribadi di dalam buku diari atau buku catatan harian. Tidak ada salahnya guru menugaskan siswa untuk memilikinya kemudian menganjurkan mereka menulis tentang pengalaman pribadi. Kalaupun ada siswa tidak berusaha memiliki serta menulis di buku catatan harian, tidak masalah. Sekali-kali guru perlu membaca buku catatan harian siswa kemudian memberikan komentar positif pada tulisan mereka.
Guru pun dituntut untuk meningkatkan kemampuan menulis. Tulisan guru dapat dijadikan contoh atau model menulis bagi siswa. Dengan melakukan sendiri kegiatan menulis, guru akan memiliki empati terhadap siswa, merasakan kesulitan sebagaimana dialami siswa. Hal tidak kalah penting adalah guru bersama siswa menghidupkan kebiasaan menulis.Budaya menulis akan tercipta apabila guru bersama siswa sama-sama memiliki kebiasaan menulis.
3.      Pengertian Paragraf
Mansuruddin (2010: 125) menjelaskan bahwa “paragraph merupakan bagian bab dalam suatu karangan yang biasayna mengandung satu ide pokok dalam penulisannya dimulai dengan garis baru. Sering pula disebut dengan alenia”Paragraf merupakan bagian dari sebuah bacaan atau karangan. Sebuah karangan mengandung berbagai ide baik ide pokok maupun ide bawahan, semua itu diungkapkan dalam bentuk kalimat. Jadi, ide yang diungkapkan dalam kalimat tersebut akan berkaitan. Kumpulan ide dalam kalimat tersebut kemudian dikenal dengan istilah paragraf.
Paragraf dalam perkembangannya dikenal juga dengan nama alinea.Nazar (2006: 94) mengemukakan “paragraf atau alenia adalah seperangkat kalimat yang mengandung sekelompok ide yang saling berkaitan dan bernaung di bawah satu ide pokok”. Ditinjau dari segi penampilannya dalam suatu wacana, paragraf adalah bagian wacana ditandai oleh baris pertama menjorok ke dalam atau oleh jarak spasi lebih dari jarak spasi baris kalimat-kalimat lainnya.
Pengertian paragraf terdapat dalam pemakaian bahasa secara tertulis. Sebuah paragraf terdiri atas beberapa kalimat atau lebih dari satu kalimat. Kalau dalam sebuah paragraf hanya terdapat satu kalimat, dapatlah dikatakan bahwa paragraf tersebut tidak ditata atau disusun sebagaimana mestinya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dibedakan antara paragraf yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat sebagai paragraf padu. Nazar (2006: 94) mengemukakan bahwa paragraf baik ialah paragraf memenuhi syarat sebagai berikut:
(1) Suatu paragraf terdiri atas beberapa kalimat, (2) paragraf tersebut mengandung satu ide pokok, (3) ide yang diungkapkan dalam kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut saling berkaitan sehingga terlihat koherensi serta kohesi secara berkesinambungan, urutannya logis dan runtut, (4) pengungkapan kelompok ide dalam paragraf tersebut merupakan satu kesatuan padu.
Guna mengetahui paragraf baik atau tidak, Nazar (2006: 94) mengemukakan ciri-ciri paragraf kurang baik sebagai berikut.
(1) Satu paragraf hanya terdiri atas satu kalimat, (2) paragraf tersebut mengandung lebih dari satu ide pokok, (3) pengungkapan ide terputus-putus atau melompat-lompat, tidak runtut, tidak runtut, serta tidak padu, (4) penampilan kalimat terlihat dalam kalimat-kalimat tidak runtut idenya.
Pendapat tersebut menggambarkan bahwa suatu paragraf hanya memiliki satu ide pokok. Paragraf terdiri atas beberapa kalimat, tersusun dengan rapi, padu, serta tidak dapat tersusun hanya satu kalimat meskipun kalimat tersebut panjang. Kalimat-kalimat dalam paragraf harus padu serta terkait satu dengan lainnya.
Dalam istilah komposisi dibedakan dua jenis paragraf, yaitu paragrafmerenggang dan paragraf bertakuk. Mansurudin (2010: 133) menjelaskan perbedaan paragraf merenggang dan paragraf bertakuk sebagai berikut.
Pembedaan paragraf merenggang dan bertakuk didasarkan pada cara penulisan kalimat pertama bersangkutan dilihat dari letak kalimat terakhir paragraf sebelumnya. Paragraf merenggang ditandai oleh jarak baris lebih lebar atau lebih renggang antara kalimat pertama serta kalimat terakhir paragraf sebelumnya. Adapun kalimat pertama para paragraf bertaluk ditulis agar menjorok ke dalam, sedangkan jarak baris dengan paragraf sebelumnya tetap sama.
Selain dari bentuknya, paragraf dapat dilihat sebagai satuan informasi yang memiliki satu gagasan utama sebagai pengendali. Artinya, gagasan utama itu akan menentukan kalimat mana yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam sebuah paragraf dan informasi mana yang tidak dapat dimasukkan ke dalam paragraf tersebut. Dengan kata lain, gagasan utama dalam sebuah paragraf adalah ringkasan informasi yang dikemukakan di dalam paragraf itu. Konsekuensinya adalah bahwa informasi  tidak dapat diarangkum oleh gagasan utama itu harus dikeluarkan dari paragraf bersangkutan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa paragraf pada dasarnya adalah miniatur sebuah karangan. Kalau sebuah karangan mempunyai tujuan dinyatakan dalam tesis, paragraf mempunyai tujuan dinyatakan dalam kalimat topik. Seperti halnya sebuah karangan utuh, paragraf juga memupunyai struktur jelas. Kalau karangan dikembangkan oleh uraian memadai, gagasan utama terkandung dalam setiap paragraf juga harus terurai tuntas. Dengan kata lain, proses pembuatan paragraf pun tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan sebuah karangan.
4.      Jenis-jenis Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas, sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.
Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan yang paling pendek. Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai selesai. Kitapun susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
Beberapa penulis seperti Sabarti Akhadiah, Gorys Keraf, Soedjito,Noerzisri A. Nazar maupun lainnya membagi paragraf menjadi tiga jenis. Kriteria pembagian tersebut adalah sifat serta tujuan paragraf. Berdasarkan hal tersebut, jenis paragraf dibedakan sebagai berikut.
a.        Jenis Paragraf Berdasarkan Tempat dan Fungsinya
Mansuruddin (2010: 141) membagi paragraf berdasarkan tempat serta fungsinya menjadi tiga macam yaitu paragraf perbandingan dan pertentangan. Masing-masing paragraf tersebut memiliki fungsi berbeda satu dengan lainnya.
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf pembuka atau menghantar karangan itu, atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf semacam itu harus menarik minat, perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran pembaca kepada uraian karangan. Paragraf pendek jauh lebih baik, karena paragraf-paragraf panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
Mansurudin (2010: 141) mengatakan “paragraf perbandingan adalah paragraph yang berusaha memerjelas paparannya dengan jalan membandingkan atau mempertentangkan hal-hal yang dibicarakan. Sebagai contoh sebagai berikut.
Cleopatra meruakan seorang wanita keturunan ningrat dan berhak atas waris kekuasaan Mesir. Ketika masih kecil dirinya sudah dihadapkan dalam dunia politik karena pengaruh para penasehatnya. Sementara Sanikem merupakan seorang peremuan desa yang lugu, bodok, tidak mengetahui apa-apa, bukan keturunan ningrat, dari kalangan biasa. Sanikem atau Nyai Ontosoroh merupakan sosok perempuan yang berkultur Jawa (Mansurudin, 2010: 142)

 Mansurudin (2010: 143) menjelaskan “paragraph pertentangan merupakan proses argumentasi dengan melakukan penolakan. Oleh karena itu, pertentangan ditargetkan menolak eksistensi objek atau bahasan dengan disertai pembuktian yang akurat”. Sebagai contoh sebagai berikut.
Penindasan terhadap wanita sebenarnya telah lama ditentang oleh kaum hawa. Sebagai missal dalam dunia kita, khususnya bahasa Indonesia banyak kata yang cenderung mendiskriditkan wanita. Seperti kata diperkosa, dipeluk, dicium, dibelai, dikangkangi, dicumbu, maupun dikuliti, akan memosisikan waniata sebagai objek. Sementara memperkosa, mencium, memeluk, membelai, mengangkangi, mencumbubahkan menguliti akan memposisikan laki-laki sebagai subjek yang melakukan (Mansurudin, 2010: 143)

Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapaturaian dalam paragraf-paragraf penghubung. Apapun topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan bulat atau betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada pembacanya.
b.        Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Adapun klasifikasi paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya sebagai berikut.
1.    Paragraf Deduktif
Mansurudin (2010: 145) mengatakan “paragraph deduktif adalah proses penalaran dengan menyebutkan gagasan utama yang bersifat umum dan dilanjutkan dengan gagasan yang bersifat khusus”. Penjelasan tersebut memberikan pengertian bahwa paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas kalimat utama. Paragraph deduktif dapat dicontohkan sebagai berikut.
Kajian tentang fenomena wanita lebih banyak dilakukan peneliti di sektor politik dan publik dibanding wilayah sastra. Dalam wilayah sastra, memang kajian wanita ketika bersentuhan dengan emansipasi atau gender jarang dilakukan, akan tetapi kajian wanita di sektor politik maupun publik secara umum telah banyak dilakukan. Hal ini sejalan dengan semakin maraknya fenomena wanita di sektor publik dan meningkatnya peran wanita di bidang politik (Mansurudin, 2010: 145)

Paragraf deduktif biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari umum ke khusus. Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
2.    Paragraf Induktif
Nazar (2006: 95) mengatakan “paragraf induktif adalah paragraf dengan ide pokok ditempatkan pada bagian kalimat akhir”.Paragraf induktif dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal khusus ke hal umum. Conth paragraph induktif sebagai berikut.
Pendanaan bank diperoleh dari berbagai sumber, yaitu yang bersumber dari pemilik bank, dari masyarakat, penanam modal dan dari masyarakat sebagai nasabah. Setiap pihak penyandang dana mempunyai kepentingan dalam roda kegiatan aliran arus dana. Tidak ada diantara mereka yang mau dirugikan dalam kebijakan pelaksanaan kegiatan tersebut. Masing-masing mengharapkan keuntungan sesuai dengan ketentuan dan cara-cara yang lazim. Oleh sebab itu, manajemen perbankan yang sehat memegang peranan penting dalam pengelolaan dana yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penghimpunan, penyaluran, serta pengendalian dana sehingga tidak ada ihak yang dikecewakan (Nazar, 2006: 99).

Ide pokok paragraph tersebut terdapat pada bagian akhir yang merupakan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang dikemukakan sebelumnya atau klimaks. Pengungkapan ide dijelaskan dengan menggunakan hubungan sebab akibat.
3.    Paragraf Gabungan atau Campuran
Paragraf campuran merupakan pengabungan antara paragraf deduktif dengan paragraf induktif. Nazar (2006: 95) mengatakan “paragraph campuran adalah paragraph yang ide pokoknya secara simultan ditempatkan pada bagian awal dan akhir” biasanya ide yang terdapat pada bagian akhir merupakan pengulangan ide yang terdapat pada bagian awal.
Pada paragraf gabungan, kalimat topik ditempatkan pada bagian awal drtys akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua. Contoh paragraf campuran seperti dikemukakan oleh Nazar (2006: 100) sebagai berikut.
Koperasi merupakan badan usaha yang mengutamakan kesejahteraan ekonomi anggotanya. Mencari keuntungan besar tidak menjadi tujuan utamanya. Modelnya dikumpulkan dari anggotanya. Kegiatan usahanya juga dilakukan oleh anggotanya. Keuntungan yang diperoleh badan usaha ini juga dieruntukkan bagi anggotanya. Oleh sebab itu, bila usaha ini dilakukan dengan baik dan jujur, koperasi ini betul-betul dapat menyejahterakan keadaan ekonomi anggotanya.

Ide pokok paragraph tersebut terdapat pada kalimat awal dan akhir. Jadi paragraph ini merupakan paragraph campuran deduktif dan induktif atau disebut dengan paragraph campuran. Ide pada kalimat akhir paragraph tersebut merupakan penegasan terhadap ide yang diungkapkan pada kalimat awal.
4.    Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi. Contoh paragraf tanpa kalimat utama seperti dikemukakan oleh Mansurudin (2010: 134) sebagai berikut.
Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni 1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai lebih dari 1000 km jauhnya.

Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf tanpa kalimat atau ide utama, karena seluruh paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat lebih penting dari lain. Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.
Selain klasifikasi sebagaimana tersebut, Nazar (2006: 95) membagi paragraf berdasarkan cara mengembangkan ide atau alat bantu untuk menjaga kesinambungan pengungkapan ide menjadi sepuluh yaitu (1) paragraf definisi, (2) paragraf contoh, (3)paragraf perbandingan, (4) paragraf analogi, (5) paragraf induktif, (6) paragraf deduktif, (7) paragraf campuran, (8) paragraf sebab akibat, (9) paragraf proses, dan (10) paragraf deskriptif.
Klasifikasi paragraf sebagaimana tersebut didasarkan pada cara pengembangan ide serta alat untuk mengembangkan ide utama. Setiap ide dalam paragraf harus lengkap. Ketidaklengkapan pemberian penjelasan terhadap ide pokok menyebabkan tidak jelasnya gagasan dalam paragraf. Ketidakjelasan gagasan dalam paragraf itu dapat juga mengakibatkan melompatnya berbagai ide pokok penulis.
5.      Pengertian Paragraf Deduktif
Nazar (2006: 95) mengatakan “paragraf deduktif adalah paragraf yang ide pokok atau kalimat utamanya terletak di awal paragrafselanjutnya di ikuti oleh kalimat kalimat penjelas untuk mendukung kalimat utama. Paragraf deduktif adalah paragraf dengan ide pokok ada di awal kalimat.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa paragraf deduktif selalu diawali dengan ide pokok pada awal kalimat. Adapun kalimat-kalimat selanjutnya merupakan penjelas ide pokok kalimat pertama. Oleh karenanya Fuad (1990: 37) menjelaskan bahwa “ciri-ciri paragraf deduktif adalah kalimat utama berada di awal paragraf sertakalimat disusun dari pernyataan umum kemudian disusul dengan penjelasan.
Berkaitan dengan paragraf deduktif, Nazar (2006: 99) memberikan contoh sebagai berikut.
Masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat adalah masalah keuangan. Produksi barang maupun jasa melimpah-limpah ditawarkan kepada masyarakat, sedangkan kemampuan masyarakat utnuk membeli dan memperolehnya sangat terbatas. Penghasilan masyarakat rata-rata jauh lebih rendah daripada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Oleh sebab itu, masyarakat tidak bias memperoleh semua barang maupun jasa guna mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada contoh tersebut, ide pokok terdapat pada bagian awal yaitu kalimat “masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat adalah masalah keungan”. Jadi paragraf tersebut termasuk paragraf deduktif. Ide dikembangkan dengan hubungan sebab akibat. Kalimat ketiga menyatakan penyebab adanya masalah ekonomi. Kalimat terakhir mengandung ide sebagai akibat dari pernyataan pada kalimat ketiga. Hal tersebut dipertegas pula oleh adana untkapan penghubung oleh sebab itu sebagai penanda adanya hubungan korelasi secara eksplisit.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa paragraf deduktif adalah paragraf dengan ide utama terdapat pada kalimat pertama. Inti permasalahan dalam paragraf dikemukakan pertama kemudian disusul oleh kalimat-kalimat penjelas dengan berbagai model penyajian seperti sebab akibat maupun proses. Penyusunan paragraf deduktif harus dimulai dengan penulisan ide pokok atau gagasan utama di awal kalimat.
6.      Pengertian Metode Group investigation
a.    Pengertian Metode Pembelajaran
Istilah metode pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, model, maupun prinsip pembelajaran. Istilah metode pembelajaran mempunyai makna lebih luas dari pada strategi, model, maupun prinsip pembelajaran. Ramayulis (2001: 108) mengatakan “metode pembelajaran adalah suatu cara yang harus dilakui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran. Metode pembelajaran adalah suatu pola sebagai pedoman dalam pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam setting tutorial serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain.
Metode berasal dari Bahasa Yunani methodos berarti cara atau jalan ditempuh. Fatkhurrohman (2009: 55) mengatakan “metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian umum metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan mengajar berarti memberikan pelajaran”. Berdasarkan penjelasan tersebut metode mengajar adalah cara-cara menyajikan bahan pelajaran kepada siswa untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Djamarah (2006: 46) mengatakan “metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir”. Penjelasan tersebut memberikan pengertian bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara yang dipergunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Metode pembelajaran adalah kerangka konseptual melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu serta berfungsi sebagai pedoman para perancang pembelajaran maupun para pengajar dalam merencanakan kemudian melakukan aktivitas pembelajaran.  Kegiatan belajar dirancang kemudian dilaksanakan dengan penuh keahlian guru dapat menghasilkan suasana serta proses pembelajaran efektif.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang serta melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran atau mengelola kelas. Dalam merancang serta melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran dapat disusun kemudian dikembangkan oleh guru.
b.   Macam-macam Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran terdiri dari metode pembelajaran langsung (Direct instruction), metode pembelajaran kooperatif, (Cooperatif learning), metode pembelajaran berdasarkan masalah (Problem based learning), metode pembelajaran diskusi (Discussion), dan metode pembelajaran strategi (Learning strategi).
a.         Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
Direct learning berasal dari kata direct artinya langsung. Berkaitan dengan konsep direct learning, Dimyati (2002: 45) mengatakan.
Belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Direct langsung atau belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi siswa harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan bertanggung jawab terhadap hasilnya.

Metode direct learning berpijak dari pemahaman bahwa pengajaran bahasa tidak sama halnya dengan mengajar ilmu pasti alam. Jika mengajar ilmu pasti, siswa dituntut agar dapat menghafal rumus-rumus tertentu, berpikir, mengingat, maka dalam pengajaran bahasa, siswa dilatih praktek langsunng mengucapkan kata-kata atau kalimat-kalimat tertentu. Sekalipun kata-kata atau kalimat tersebut mula-mula masih asing, tidak dipahami anak didik, namun sedikit demi sedikit kata-kata atau kalimat itu akan dapat diucapkan serta dapat pula mengartikannya.
b.        Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Kauchak dan Eggen 1996, (dalam Nasution, 2010: 11) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai bagian dari strategi mengajar untuk membantu satu dengan lainnya dalam mempelajari sesuatu. Pembelajaran kooperatif juga dinamakan pengajaran teman sebaya.
c.         Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Base Instruction)
Nasution (2010: 21)  mengatakan “pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuan sendiri, menumbuhkan ketrampilan lebih tinggi, inquiri, memandirikan siswa, serta dapat meningkatkan kepercayaan diri sendiri. Masalah autentik diartikan sebagai masalah kehidupan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

d.        Diskusi (Discussion)
Sagala (2011: 208) menyatakan bahwa “diskusi adalah percakapan ilmiah yang responsive berisikan pertukaran pendapat yang dijalin dengan pertanyaan-pertanyaan problematic pemunculan ide-ide oleh beberapa siswa yang tergabung dalam kelompok”. Metode diskusi umumnya dilaksanakan dengan memberikan masalah kepada siswa untuk diselesaikan secara berkelompok.
e.         Learning Strategis
Nasution (2010: 9) mengatakan bahwa “pengajaran yang baik meliputi mengajarkan siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir serta bagaimana memotivasi diri sendiri”. Strategi ini bertujuan menjadikan suasana belajar di lingkungan siswa.
c.    Metode Group investigation
Dasar-dasar model group investigation (GI) dirancang oleh Herbert Thelen, selanjutnya diperluas serta diperbaiki oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Metode group investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Hernawan (2006: 27) menjelaskan bahwa ”group investigation mengambil model yang berlaku dalam masyarakat, terutama mengenai cara anggota masyarakat melakukan proses mekanisme sosial melalui serangkaian kesepakatan sosial.” Metode pembelajaran ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para siswa memilih topik pelajaran, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik dipilih, menyiapkan kemudian menyajikan dalam suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Selain pendapat tersebut, Hermawan (2006: 28) menjelaskan sebagai berikut.
Di dalam metode group investigation terdapat tiga konsep utama yaitu penelitian atau inquiry, pengetahuan atau knowledge, dan dinamika belajar kelompok atau dynamics of the learning group. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah dalam proses ini siswa dirangsang dengan cara menghadapkannya pada masalah. Masalah tersebut dapat dimbul dari siswa atau diberikan oleh guru. Sedangkan pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa dari semenjak lahir tetapi diperoleh oleh individu melalui pengalamannya secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam penerapan metode group investigation, umumnya kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 sampai 6 orang siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.

Investigasi kelompok adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif, guru bersama siswa bekerja sama membangun pembelajaran. Proses dalam perencanaan bersama didasarkan pada pengalaman masing-masing siswa, kapasitas, serta kebutuhan. Siswa aktif berpartisipasi dalam semua aspek, membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Maesaroh (2005: 17) mengatakan bahwa ”dalam penerapan metode Group investigationkelompok merupakan wahana sosial untuk proses ini”. Perencanaan kelompok merupakan salah satu metode untuk menjamin keterlibatan siswa secara maksimal.
Metode investigasi kelompok adalah perpaduan sosial serta kemahiran berkomunikasi dengan intelektual pembelajaran dalam menganalisis kemudian mensintesis. Investigasi kelompok tidak dapat diimplementasikan dalam lingkungan pendidikan tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau mengabaikan dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa salam model pembelajaran Group investigation terdapat 3 konsep utama, yaitu.
a.         Penelitian (inquiry) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan suatu masalah. Dalam proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan reaksi terhadap masalah dianggap perlu untuk diselesaikan. Masalah ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
b.        Pengetahuan yaitu pengalaman tidak dibawa sejak lahir namun diperoleh siswa melalui pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
c.         Dinamika kelompok, menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok individu saling berinteraksi mengenai sesuatu sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide serta pendapat serta saling tukar-menukar pengalaman kemudian saling berargumentasi.
d.   Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation
Metode group investigation memiliki enam tahapan kegiatan seperti berikut.
1)        Mengidentifikasikan topik serta pembentukan kelompok
Tingkatan ini menekankan pada permasalahan, siswa meneliti, mengajukan topik atau saran. Peranan ini dimulai dengan setiap siswa diberikan modul berisikan kisi-kisi. Rostiyah (2008: 93) mengatakan ”dari langkah identifikasi topik serta membentuk kelompok diharapkan siswa mampu menebak topik akan disampaikan kemudian siswa memiliki topik sama dikelompokkan menjadi satu kelompok dalam penyelidikan nanti. Dalam hal ini peran dari guru adalah membatasi jumlah kelompok serta membantu mengumpulkan informasi untuk memudahkan pengaturan.
2)        Merencanakan tugas belajar
Rostiyah (2008: 93) menjelaskan ”pada tahap perencanaan tugas belajar anggota kelompok menentukan subtopik akan diinvestigasi dengan cara mengisi lembar kerja telah tersedia sertamengumpulkan sumber untuk memecahkan masalah diinvestigasi”. Setiap siswa menyumbangkan kontribusinya terhadap investigasi kelompok kecil. Kemudian setiap kelompok memberikan kontribusi kepada penelitian untuk seluruh kelas.
3)        Menjalankan investigasi
Siswa secara individual atau berpasangan mengumpulkan informasi, menganalisa kemudian mengevaluasi serta menarik kesimpulan. Setiap anggota kelompok memberikan kontribusi satu dari bagian penting lain untuk mendiskusikan pekerjaannya bengan mengadakan saling tukar menukar informasi serta mengumpulkan ide-ide tersebut untuk menjadi suatu kesimpulan.
4)        Menyiapkan Laporan Akhir
Rostiyah (2008: 94) mengatakan ”tahap menyiapkan laporan akhir merupakan tingkat pengorganisasian dengan mengintegrasikan semua bagian menjadi keseluruhan kemudian merencanakan sebuah presentasi di depan kelas”. Setiap kelompok telah menunjuk salah satu anggota untuk mempresentasikan tentang laporan hasil penyelidikannya kemudian setiap anggotanya mendengarkan. Peran guru di sini sebagai penasehat, membantu memastikan setiap anggota kelompok ikut andil di dalamnya.
5)        Mempresentasikan hasil akhir
Setiap kelompok telah siap memberikan hasil akhir di depan kelas dengan berbagai macam bentuk presentasi. Diharapkan dari penyajian presentasi yang beraneka macam tersebut, kelompok lain dapat aktif mengevaluasi kejelasan dari laporan setiap kelompok dengan melakukan tanya jawab.
6)        Mengevaluasi
Pada tahap ini siswa memberikan tanggapan dari masing-masing topik dari pengalaman afektif mereka. Sedangkan guru dan siswa yang lain berkolaborasi mengevaluasi proses belajar sehingga semua siswa diharapkan menguasai semua subtopik yang disajikan.
Menurut Rostiyah (2008: 94) dalam model group investigation ini guru hanya berperan sebagai konselor, konsultan serta pemberi kritik bersahabat. Di dalam metode ini seyogyanya guru membimbing  dan mencerminkan kelompok melalui tiga tahap yaitu pemecahan masalah, pengelolaan kelas dan pemaksaan secara perorangan.
Enam tahapan kemajuan siswa di dalam pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation sebagai berikut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar