Sabtu, 04 Maret 2017

PTK Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menulis

PTK Untuk Meningkatkan Ketrampilan Menulis

CONTOH PTK BAHASA INDONESIA SMA : MENINGKATKAN KECEPATAN EFEKTIF MEMBACA 



Harga Per PTK 300ribu, Kalau ambil lebih dari dua bisa kurang.

Untuk Pilihan Judul PTK Klik Disini

2. Pendekatan Kontekstual

a. Hakikat Pendekatan Kontekstual
Pendekatan adalah seperangkat asumsi korelasi yang menangani hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa. Pendekatan memberikan hakikat pokok bahasan yang diajarkan (Depdiknas, 2004e: 70).

Metode merupakan rencana keseluruhan bagi penyajian bahan bahasa secara rapi dan tertib, yang tidak ada bagian-bagiannya yang dikontradiksi, dan kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan yang dipilih. Pendekatan bersifat aksiomatis sedangkan metode bersifat prosedural. Di dalam satu pendekatan mungkin terdapat banyak metode. PTK Bahasa Indonesia meningkatkan ketrampilan menulis

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi ang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil (Depdiknas, 2002a: 1).

b. Pembelajaran Kontekstual

Belajar adalah perilaku yang relatif permanen dan merupakan hasil dari pelatihan yang mendapat penguatan. Sedangkan mengajar adalah membantu seseorang (siswa) untuk belajar mengerjakan sesuatu, memberikan pengajaran, membimbing pembelajaran, memberikan pengetahuan agar mengetahui atau memahami (Depdiknas, 2004e: 22).
Dalam kaitannya dengan pembelajaran kontekstual, Blancard (2001) mengembangkan strategi pembelajaran kontekstual dengan :
1) Menekankan pemecahan masalah download ptk
2) Menyadari kebutuhan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks, seperti rumah, masyarakat, dan pekerjaan
3) Mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga menjadi siswa mandiri
4) Mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
5) Mendorong siswa belajar dri sesama teman dan belajar bersama, dan 
6) Menerapkan penilaian autentik (dalam Depdiknas, 2004d: 45)
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual pada hakikatnya merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yakni konstruktivisme (Constructivism), menemukan (Inguiry), bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Pembelajaran di kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan tujuh komponen utama (Depdiknas, 2002a: 10). download ptk ketrampilan menulis

Tujuh komponen tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Dalam pandangan ini, pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks ruang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat.
Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri (Depdiknas, 2002a: 11). Pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada pada diri siswa dimanfaatkan, dan siswa dilibatkan secara aktif, kreatif, produktif dalam proses pembelajaran dan diberikan pengalaman memecahkan masalah yang ada dalam kehidupan nyata atau dalam konteks bermakna (Depdiknas, 2004b: 6). 

Baca Juga

PTK BAHASA INDONESIA KELAS 7 SMP LENGKAP


Pandangan konstruktivisme berpendapat bahwa manusia mengonstruksi sendiri pengetahuan yang diperolehnya berdasarkan pada skemata atau prior knowledge yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kemajemukan car amemperoleh pengetahuan dan memberikan sesuatu sah adanya. Konstruktivisme sangat menghargai kemajemukan dan tidak menyarankan keseragaman (Depdiknas, 2004e: 26).
Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengonstruksi” bukan “menerima”pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivis, “strategi memperoleh” lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Depdiknas, 2002a: 11).
2) Menemukan (Inguiry) Donwload PTK Lengkap Bahasa Indonesia
Kata kunci dari strategi inquiri adalah “siswa    menemukan sendiri”. Langkah-langkah kegiatan inquiri adalah: (1) Merumuskan masalah (dalam mata pelajaran apapun),            (2) Mengamati atau melakukan observasi. Misalnya, mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumebr atau objek yang diamati,  (3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya,            (4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audien yang lain. Misalnya, karya siswa disampaikan kepada teman sekelas atau orang banyak untuk mendapatkan masukan (Depdiknas, 2002a: 13). Melalui inquiri, siswa diberi kesempatan untuk menggunakan proses  mental dalam menemukan konsep atau prinsip ilmiah, serta meningkatkan potensi intelektualnya (Mulyasa, 2004: 107).
3) Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari “bertanya”. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting, yaitu untuk menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam sebuah pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk (1) menggali informasi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) membangkitkan respon kepada siswa, (4) mengetahui seberapa jauh keingin tahuan siswa, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, (6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, (7) untuk membangkitkan lebuh banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa (Depdiknas, 2002a: 14).
4) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep learning community agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari “sharing” antar teman, antar kelompok, dan antar yang  tahu dan yang belum tahu. “Masyarakat belajar” bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan dari tempat belajarnya (Depdiknas, 2002a: 15). Dalam “masyarakat belajar ditekankan bahwa hasil belajar diperoleh siswa dari adanya kerja sama dan berbagai pengalaman dengan siswa lain melalui dua arah atau multiarah (Depdiknas, 2004b: 6).
5) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa Inggris, dan sebagainya. Dalam pendekatan kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Contoh pemodelan di kelas, misalnya guru bahasa Indonesia menunjukkan teks berita dari sebuah Harian sebuah model berita (Depdiknas, 2002a: 16). Tujuan dihadirkan model bagi siswa adalah untuk membahasakan dan mendemonstrasikan sesuatu (materi pembelajaran) sehingga apa yang dilihat dalam demonstrasi tersebut dilakukan oleh siswa dalam belajar (Depdiknas, 2004b: 6).
6) Refleksi (Reflection) Penelitian tindakan Kels untuk jenjang SMP
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa mendapatkan apa yang baru  dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Kunci dari refleksi adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru (Depdiknas, 2002a: 18).
Refleksi merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran yang perlu dilakukan pada setiap akhir segmen pembelajaran atau akhir pembelajaran karena dengan adanya refleksi dapat diketahui apa yang diperoleh siswa dan bagaimana proses pemerolehannya (Depdiknas, 2004b: 7).
7) Penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode (cawu/semester) pembelajaran, tetapi dilakukan bersama secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Oleh karena assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran (Depdiknas, 2002a: 190.

B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian adalah tesis yang ditulis oleh Sri Harjani (2005) berjudul “Pengembangna Kemampuan Membaca dan Meniulis Permulaan dengan pendekatan Kontekstual”, pada bagian simpulan penelitian diungkapkan bahwa kondisi awal dalam pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru aktif mentransfer ilmu pada anak, sementara anak bagai botol kosong yang terus diisi dengan berbagai pengetahuan yang kadang sama sekali tidak dimengerti oleh anak. Guru belum secara variatif mampu mengembangkan metode pembeljaran untuk menciptakan suasana belajar yang aktif dan produktif. Metode ceramah menjadi pilihan utama dalam pembelajaran. Peran siswa dalam pembelajaran kurang dioptimalkan.
Pelaksanaan dari tujuh prinsip dalam pendekatan kontekstual memberi pengaruh positif dalam pembelajaran. Pada bagian akhir penelitian disarankan bahwa guru perlu melakukan tindakan untuk mengurangi kejenuhan dan meningkatkan motivasi belajar siswa dengan metode pembelajaran yang bervariasi. 
Tesis Nurul Fariyah (2004) berjudul “Penerapan Strategi Pembelajaran Terpadu untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerita Pendek Penel itian Tindakan Kelas di Kelas 1 SMA Nefgeri 1 Ngrambe, Kabupaten Ngawi”. Pada tesis tersebut diuraikan bahwa permasalahan yang muncul dalam proses penulisan cerpen adalah penuangan unsur-unsur intrinsik, tanda baca, dan ejaan. Peran  guru yang berkompeten sangat diperlukan dalam penerapan sebuah metode sehingga permasalahan yang dihadapi dapat teratasi.
Untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, guru harus berusaha mening katkan kemampuan refleksinya. Disarankan pula bahwa untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen, guru perlu mendorong dan membimbing siswa untuk menulis, misalnya mengikuti lomba, menulis untuk media massa atau majalah dinding.

C. Kerangka Berpikir
Yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah hasil pembelajaran keterampilan menulis rendah. Kekurangberhasilan tersebut disebabkan oleh sistem pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Siswa kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilannya. Di samping itu, dari sisi siswa sendiri juga masih pasif. Siswa kurang berminat dan kurang bersemangat mengikuti pembelajaran.
Pada prinsipnya, menulis adalah suatu keterampilan atau skill. Menulis adalah hal nyata yang perlu dipelajari dengan ketekunan dan kemampuan untuk terus mempraktikkannya. Menulis tidak cukup dengan hanya mengetahui teori-teorinya saja. Tanpa pernah berlatih, mustahil keterampilan menulis dapat diraih. Proses pembelajaran menulis perlu dirancang dengan mengutamakan kemampuan dan keterampilan dengan mendudukkan siswa sebagai subjek sehingga siswa dapat mengekspresikan ide-ide kreatifnya, merasakan adanya manfaat, dan tertarik untuk selalu mengembangkannya. Oleh sebab itu, perlu diterapkan pembelajaran menulis yang dapat lebih memberdayakan siswa, yakni pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Dengan pendekatan kontekstual, akan terjalin suasana belajar yang mengutamakan kerja sama, saling menunjang, menyenangkan, tidak membosankan, belajar dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, sharing dengan teman, siswa kritis guru kreatif.
Pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru. Siswa dapat menonstruksikan sendiri pengetahuannya, menemukan sendiri konsep-konsep materi yang sedang dihadapi. Siswa lebih banyak diberikan kesempatan untuk mengembangkan ide-idenya, dan menanyakan segala sesuatu yang belum dipahami. Kepada siswa diberikan banyak kesempatan untuk berlatih dan praktik menulis. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi ketika siswa sedang belajar menulis dapat didiskusikan sehingga kelompok satu dapat menilai hasil pekerjaan kelompok yang lain.
Pada akhir pembelajaran, siswa dapat merefleksi terhadap apa yang dipelajarinya sehingga dapat meningkatkan minat dan keterampilan menulis siswa. Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar